Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Terkucil, tapi optimis

Langkah damai mesir-israel membuat mesir diboikot dan dikucilkan bangsa arab. tapi mesir tidak khawatir karena ada bantuan as & cadangan minyaknya. sementara itu tindakan arab memukul bisnis barat. (ln)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR pos di El Arish paginya -- seperti biasa sesudah perang 1967 -- masih menjual perangko Israel. Siangnya adalah benda pos dan stempel Mesir yang muncul di sana. Pertukaran itu mengikuti peralihan kekuasaan pekan ini. El Arish merupakan tempat pertama di Sinai yang dikembalikan Israel kepada Mesir. Penduduknya (sekitar 35.000 orang) menyambut kejadian ini dengan bersuka-ria. Dua hari kemudian (27 Mei), Presiden Mesir Anwar Sadat dan PM Israel Menachem Begin bertemu di El Arish, menyaksikan pelaksanaan perjanjian damai mereka. Kemudian keduanya, menurut rencana, meresmikan pula perhubungan udara antara Tel Aviv dan Kairo. Di Terusan Suez pada waktu bersamaan diizinkan pula berlayar untuk pertama kalinya tiga kapal AL Israel. Tapi langkah damai ini telah membuat Mesir diboikot oleh sesama bangsa Arab. Tujuhbelas anggota Liga Arab telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Mesir. Cuma 3 anggota Liga lainnya (Oman, Sudan dan Somalia) tidak ikut-ikutan. Bahkan Iran turut memutuskan hubungan. Berbagai organisasi Arab lainnya pun mendepak Mesir keluar. Juga pahit bagi Mesir ketika delegasinya juga tidak dibolehkan mengikuti Konperensi Islam ke-10 tingkat menteri luar negeri dua pekan lalu di Fez, Maroko Padahal, konperensi itu diikuti juga oleh perutusan dari Afrika dan Asia (termasuk Indonesia) yang, tentu saja, merasa kikuk dengan gelombang "menghukum Sadat" di sana. Sadat dalam suatu pidato pekan lalu mengumumkan bahwa Mesir akan menyelenggarakan suatu konperensi negara-negara Islam tersendiri di Kairo, terutama untuk membahas pembebasan kota suci Jerusalem. Justru soal pembebasan Jerusalem itu tidak tegas terjamin dalam perjanjian perdamaian Mesir-Israel. Namun Sadat yakin bisa mencapainya secara bertahap. Negara-negara Arab lainnya, karena memperhatikan sikap Israel mengenai masa depan Palestina di tepi barat sungai Jordan dan jalur Gaza, sangat tidak yakin dengan jalan yang ditempuh Sadat dalam hal Jerusalem. PM Begin pekan lalu kebetulan mene skan lagi sikap Israel. "Kami menerima baik prinsip otonomi, bukan prinsip kedaulatan (negara) Palestina," katanya, dalam suatu wawancara radio, sambil ia mengundang Raja Hussein dari Jordania untuk berunding. Raja Hussein tega menolaknya. Sadat mengaku bahwa ada perbedaan pendapat yang besar antara Mesir dan Islael. Begin cuma menawarkan otonomi terbatas bagi rakyat Palestina di wilayah Gaza dan tepi barat sungai Jordan. Namun Sadat, menurut Mena (kantor berita Mesir), "optimis bahwa perbedaan pendapat itu bisa diatasi" dalam perundingannya dengan Begin di Beersheha atau El Arish. Menlu AS Cyrus Vance dikabarkan mencoba lagi "diplomasi-bolak-balik" antara Mesir dan Israel pekan ini menjelang Sadat-Begin bertemu 27 Mei. Robert Strauss, duta keliling AS yang baru untuk Timur Tengah, meramalkan perundingan itu dengan peranan mediasi AS "akan bersifat tegang". Berita dari Amman pekan lalu menyebut tentang kembalinya Menlu Jordania Hassan Ibrahim dari perundingan di Moskow. Raja Hussein, kabarnya mulai mendukung, gagasan Irak supaya diadakan KTT Arab yang baru. Sumber Barat berspekulasi bahwa Raja Hussein kini bermaksud "memainkan kartu Soviet". Presiden Irak Hassan Bakr tadinya mengusulkan KTT Arab untuk mempertegas pemboikotan politik dan ekonomi terhadap Mesir. Khalid Berbeda Boikot itu sudah makin tegas dari Arab Saudi yang kabarnya tidak akan membiayai lagi pembelian 50 pesawat telnpur (type F-5E) dari Amerika untuk Mesir. Semula Saudi telah bersedia mmbayarnya sebanyak $525 juta. Sadat akan tetap ingin membelinya. Dengan apa? Dalam suatu interpiu New York Times, Sadat menjawab bahwa dia akan meminta rakyat Amerika membiayainya. Saudi, demikian NYT mengutip Sadat, berniat membeli 2000 pesawat Mirage dari Perancis, hingga mungkin liadh membatalkan rencana pembelian 60 jet tempur F-15 dari Amerika yang sudah disetujui Congress tahun lalu. Menurut AP, Pangeran Mahkota Fahd dari Saudi yang berada di Paris pekan lalu membantah tentang adanya rencana itu. Namun Amerika sudah mendapat pesan bahwa Saudi bisa membeli senjata dari tempat lain, bila perlu. Suratkabar Libanon mengutip keterangan Pangeran Fahd Sabtu lalu bahwa Arab Saudi bersedia berperang guna "merebut kembali" Jerusalem. "Kita tidak kekurangan segalanya. Kita cukup uang, minyak maupun sumber daya manusia," demikian Pangeran Fahd, yang menjabat Wakil PM Arab Saudi. Sementara itu Raja Khalid pekan ini berada di Maroko untuk suatu kunjungan resmi pertama kali. Kunjungan Raja Saudi itu, tulis koran Al Jazira di Riyadh, suatu "dorongan baru kepada front Arab." Raja Khalid, demikian pidato Sadat pekan lalu, "terbawa arus" oleh front Arab penolak. Raja Saudi ini "sangat jauh berbeda" dengan almarhum Raja Faisal, katanya. Tapi "Mesir tidak dapat dikucilkan." Walaupun diboikot, Sadat tampaknya tidak gusar, terutama dalam hal senjata dan ekonomi. Janji Presiden Jimmy Carter, demikian koran Al Ahram di Kairo, akan terwujud tidak lama lagi berupa pesawat Phantom, peluru kendali dan perlengkapan militer lainnya seharga $1,5 milyar. Phantom itu -- tidak diketahui berapa jumlahnya -- akan bisa terbang di udara Mesir Oktober nanti. Dalam Oktober itu pula lapangan minyaknya di Sinai sudah akan diterimanya kembali dari tanan Israel. Dengan minyak dari Sinai itu, kebutuhannya di dalam negeri terjamin. Karena Saudi ikut memboikot Mesir, akibatnya akan dirasakan juga oleh kepentingan bisnis Barat. Misalnya, Saudi pekan lalu mengumumkan bantuannya dibatalkan mulai 1 Juli untuk usaha industri persenjataan di Mesir. Usaha yang disebut Arab Organisations for Industrialisation itu dibangun 4 tahun lalu dengan tujuan swa-sembada dalam keperluan militer. Negara-negara Teluk Persia tadinya menjamin modal (lebih $1 milyar), sedang Mesir menyediakan pabrik dan tenaga kerja yang trampil. Konsorsium itu menandatangani kontrak dengan banyak perusahaan Inggeris, Perancis dan Amerika. Qatar dan Persatuan Emirat. Arab mengikuti jejak Saudi, tapi Kairo tampaknya cenderung memblokir penarikan kekayaan mereka dengan harapan supaya bisa melanjutkan industri Mesir. Namun kelanjutannya masih akan terancam oleh kekurangan dana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus