"HUBUNGAN Indonesia dan Papua Nugini sekarang bisa dikatakan
sudah memasuki lembaran baru," kata Busiri Suryowinoto, Duta
Besar RI untuk PNG pada TEMPO 2 pekan lalu. "Hubungan yang
dahulu sering tegang penuh syak wasangka -- terutama karena
"kipasan" oknum-oknum negara ketiga -- kini sudah cerah berkat
hilangnya salah pengertian yang dulu ada." Rupanya PNG kini
mengerti bahwa Indonesia bukan negara ekspansionis seperti yang
mungkin mereka kira. Sebaliknya Indonesia juga bisa memahami
mengapa negara tetangga itu dulu pernah menunjukkan sikap yang
bisa disalah-tafsirkan.
Bukti terakhir dari hubungan bersahabat itu tampak awal April
lalu ketika PNG mengusir 2 aktivis Organisasi Papua Merdeka
(OPM) begitu mengetahui siapa mereka sebenarnya. Tan Sang Thay
dan Johannes Mathias Ireeuw yang memegang paspor Belanda dan
masuk PIG dengan visa turis, terbuka kedoknya ketika Port
Moresby mendapat kawat dari Den Haag yang membeberkan latar
belakang mereka. Hari itu juga visa mereka dicabut dan mereka
dinaikkan ke pesawat terbang kembali ke negeri Belanda.
Menurut kawat dari Den Haag itu, kedua orang itu telah terlibat
dalam Komite Pengasingan (Exile Committee) OPM yang sibuk
mencari dana dan logistik bagi OPM di Belanda. Komite tersebut
belum lama ini berhasil mengumpulkan dana senilai 5000 kina
(mata uang PNG, 1 kina nilainya sekitar Rp 1.000). Uang ini
dimaksudkan untuk bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Irian
Jaya di PNG. Begitu menurut pengakuan Tan yang dikenal sebagai
"Menteri Keuangan Pemerintah Revolusioner Darurat Irian Barat."
Nyatanya, uang bantuan kemanusiaan itu telah diteruskan pada
pimpinn OPM Seth Jafet Rumkorem yang kini masih buron menentang
pemerintah RI dan PNG. Ini alasan kuat untuk mengusir Tan. Di
samping itu "Menteri Keuangan" kelahiran Banda Neira, Maluku,
ini diketahui duduk dalam kelompok militan OPM di luar negeri
yang dikenal dengan "Komando Angkatan 69" yang disingkat A 69.
Warganegara Australia
Tentang Ireeuw, edaran pers Deplu PNG tak banyak mengungkapnya.
Johanes Ireeuw, 37 tahun, pernah berusaha masuk KTT Non-Blok di
Colombo, Sri Lanka, sebagai wakil OPM tapi ditolak pemerintah
Sri Lanka.
Yang menarik, aksi Tan-Ireeuw ini dilakukan sekitar sebulan
setelah saingan Rumkorem, Jakob Prai dibuang ke Swedia. Prai
yang melepaskan diri dari Rumkorem dan membentuk kelompok
tandingan tertangkap oleh aparat keamanan PNG di Vanimo,
propinsi Sepik Barat. Bersama Prai tertangkap juga "Menteri
Pertahanan"-nya, Otto Ondowame. Beberapa aktivis OPM lain juga
tertangkap dalam penggerebegan di rumah Fred Eiserman, seorang
Jerman warganegara Australia. Termasuk juga seorang penerbang
Nicolaas Messeth, putera Bupati Jayapura Toone Messeth. Awal
Maret lalu, Prai, Ondowame, Messeth Jr dan 2 aktivis lain
dikirim ke Stockholm. Soalnya hanya Swedia saja yang bersedia
meluluskan permintaan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi
(UNHCR) untuk menerima mereka.
Sikap bersahabat pemerintah PNG ini jelas makin menyudutkan
gerak sisa-sisa OPM. Begitu melintas perbatasan, aparat keamanan
PNG biasanya telah mencegat dan memeriksa mereka. Berapa kini
jumlah mereka? "Tidak banyak, hanya sekitar 300 - 400 orang. Itu
pun hanya sedikit yang militan," tutur sebuah sumber TEMPO.
Pukulan lain buat OPM serta pendukungnya di Australia datang
juga dari Dubes AS untuk PBB Andrew Young. Dia menolak timbulnya
negara baru yang didasarkan pada kesukuan yang bisa
mengakibatkan perang yang berlarut-larut. "Australia," kata
Young awal Mei lalu di Melbourne, "jangan sampai melibatkan diri
pada usaha untuk memerdekakan Irian Jaya. Karena itu
bertentangan dengan usaha dekolinisasi PBB."
Menawarkan Ekstradisi
Saling pengertian antara kedua tetangga ini bahkan sudah
meningkat pada hubungan kerjasama. Saat ini sudah ada 9 trainee
PNG yang telah menyelesaikan latihannya di Indonesia. Apa yang
ditawarkan Indonesia? "Yang sederhana saja, tapi yang mereka
perlukan," cerita Busiri. Antara lain pemeliharaan udang di
tambak, Keluarga Berencana, gizi, cara pembuatan garam, bata dan
genting.
Menurut rencana Presiden Soeharto akan mengunjungi PNG awal Juni
ini. Yakni membalas undangan PM Somar ketika tahun lalu
mengunjungi Indonesia. Kunjungan Presiden jelas akan lebih
mengokohkan hubungan kedua tetangga ini. Perusahaan penerbangan
Garuda merencanakan untuk mcmbuka hubungan lintas udara ke Port
Moresby sekali seminggu mulai awal Juli mendatang. Nopember
depan direncanakan persetujuan perbatasan RI-PNG yang telah
diperbaharui akan ditandatangani. Perundingan tingkat pertama
Maret lalu yang direncanakan akan berlangsung sepekan, praktis
telah beres dalam 3 hari. "Mereka bahkan menawarkan persetujuan
ekstradisi pada kita," kata Busiri. Ini jelas berita buruk untuk
OPM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini