BANYAK mata mengikutinya. Seorang wanita langsing melangkah
tegap ke mimbar dalam konperensi UNCTAD ke-5 di Manila. Selama
15 hari ia menempuh perjalanan dari pedalaman Kampuchea via
Thailand untuk menghadiri konperensi internasional itu.
Ieng Tirith, Menteri Sosial dalam pemerintahan Pol Pot yang
bergerilya di Kampuchea, berbicara. Para delegasi Vietnam, Laos,
Kuba, Uni Soviet dan beberapa negara sosialis Eropa lainnya
memprotes dan meninggalkan sidang itu. Mereka menganggap Ny.
Ieng tidak berhak mewakili Kampuchea. Ketua sidang, Menlu
Pilipina Carlos Romulo tetap mengizinkannya berbicara --
mencerminkan sikap sebagian besar delegasi UNCTAD.
Kasus ini juga mungkin menjadi dilemma bagi kalangan Non-blok.
Pertemuan tingkat menlu di Kolombo 5 Juni akan menentukan siapa
yang berhak menghadiri KTT di Havana September nanti.
Pol Pot sendiri sedang dikejar dan pasukannya terdesak ke
perbatasan Thailand. Rezim Heng Samrin yang ditunjang Vietnam di
Kampuchea akhir-akhir ini meningkatkan opersi militernya,
tampaknya mengejar waktu sebelum musim hujan tiba bulan Juli.
"Tank T-5 buatan Uni Soiet yang dipakai tentara Vietnam tidak
berdaya tatkala jalan di pedalaman menjadi lumpur akibat hujan,"
kata Ny. Ieng, isteri Wakil PM Ieng Sary. Suaminya dan Pol Pot,
menurut wanita ini yang berpendidikan Perancis, dalam keadaan
sehat memimpin perlawanan. Ia membenarkan berita yang pernah
diungkapkan Pangeran Norodom Sihanouk di Beijing bahwa RRC
mensponsori gerombolan gerilya pimpinan In Tam, bekas PM dalam
pemerintahan Lon Nol yang digulingkan Pol Pot tahun 1975. In Tam
rupanya kini bergabung dengan Pol Pot dengan bantuan biaya dan
senjata RRC. Pasukan keduanya sudah membentuk suatu Front
Persatuan Nasional.
Sementara itu di Hanoi, perundingan damai antara Vietnam dan RRC
yang sudah berlangsung 5 kali masih buntu pekan lalu. Mereka
merencanakan bertemu lagi, jika perundingan akan dilanjutkan, di
Beijing.
Belum ada tanda-tanda Viemam mau menarik tentaranya dari
Kampuchea, seperti yang dituntut RRC dan yang antara lain
mendorong Beijing tadinya memberi "pelajaran" (baca: agresi)
terhadap Vietnam. Wakil PM Deng Xiaoping sampai pekan lalu masih
terdengar mengancam bahwa "pelajaran kedua bahkan ketiga"
mungkin terjadi setiap waktu. Namun Cina, jika janjinya tidak
berobah, pekan ini mulai mempertukarkan tawanan perang dengan
Vietnam. Pasukan Cina, menurut tuduhan Hanoi, masih dikerahkan
dalam jumlah besar di daerah perbatasan. Perselisihan kedua
negara itu masih menegangkan. Mereka, seperti Sihanouk
menilainya, "sekarang sekedar mengambil nafas."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini