FIJI, yang baru beberapa pekan menyatakan diri sebagai republik, Jumat pekan lalu resmi dicoret dari keanggotaan Organisasi Persemakmuran. Keputusan itu disepakati peserta Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Persemakmuran di Vancouver, sehari sebelum sidang ditutup. "Keanggotaan Fiji otomatis gugur sejak 15 Oktober setelah pemimpin kudeta Kolonel Sitiveni Rabuka memproklamasikan sebuah republik," kata Perdana Menteri Kanada Brian Mulroney, yang bertindak sebagai juru bicara KTT. Keputusan itu tidak berarti membuat pintu keanggotaan Organisasi Persemakmuran telah tertutup rapat bagi negara pulau yang terletak di Samudra Pasifik tersebut. Fiji masih dimungkinkan mendaftarkan diri sebagai anggota baru dengan syarat yang cukup berat. Semua anggota Persemakmuran, yang berjumlah 48 negara, harus secara aklamasi menerima kehadirannya lagi. Meski sidang sepakat mendepak Fiji, toh tak seluruh hasil KTT suram bagi negara tetangga Australia itu. Tak semua pemimpin Persemakmuran memperlihatkan sikap keras terhadap Fiji. PM Margaret Thatcher bahkan menyiratkan sikap lunak dalam pidato pembukaan KTT. "Adalah salah mengabaikan suatu negara pada saat bantuan kita justru dibutuhkan," kata Thatcher. Perbedaan sikap anggota Persemakmuran, kecuali dalam hal pencoretan keanggotaan Fiji, semakin tampak setelah Ratu Elizabeth II menyetujui pengunduran diri Gubernur Jenderal Fiji Ratu Sir Penaia Ganilau, Kamis pekan lalu. Keputusan Ratu Elizabeth sempat mengguncang sidang. Apalagi setelah Istana Buckingham mengeluarkan pernyataan, "Ratu menerima bahwa hanya rakyat Fiji yang berhak menentukan masa depan mereka sendiri." Artinya, Ratu Elizabeth menerima bahwa ia bukan lagi kepala negara Fiji. Sikap Ratu Elizabeth itu telah mengubah sikap keras negara-negara Persemakmuran terhadap Fiji. Australia, yang telah memberlakukan sanksi penghentian bantuan ke Fiji mengatakan akan meninjau kembali kebijaksanaannya. India dan Selandia Baru masih bersuara keras menentang Fiji. Dengan pencoretan keanggotaan Fiji dari Persemakmuran, Rabuka, dalam wawancara dengan harian Vancouver Sun menyatakan tekad akan lebih banyak berkiblat ke negara-negara di Asia Tenggara, dan "mencoba untuk tidak bergantung kepada Inggris dan negara-negara Persemakmuran lainnya." Selama ini, perekonomian Fiji, yang berpenduduk 714 ribu jiwa, ditopang bantuan dana dari negara-negara Persemakmuran. Sebenarnya, pembicaraan masalah Fiji dalam KTT Persemakmuran nyaris tersisih oleh soal klasik: sanksi atas rezim apartheid Afrika Selatan. Tapi para anggota Persemakmuran, yang juga menuding pemerintahan Rabuka bersifat rasialis, tak mencapai kesepakatan untuk mengucilkan rezim penguasa Afrika Selatan. Inggris kembali menolak memberlakukan sanksi ekonomi pada Afrika Selatan. "Sanksi ekonomi akan membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan. Resep yang ampuh mengucilkan mereka, yaitu dengan memberikan bantuan ekonomi pada negara-negara di sekitar Afrika Selatan," kata Thatcer. Seperti diketahui, jutaan penduduk negara-negara di sekeliling Afrika Selatan bekerja di negara rasialis itu. Termasuk dari Zambia. Tak heran jika Presiden Kenneth Kaunda dari Zambia tak berkutik menghadapi keputusan Thatcher. "Buang waktu saja untuk bisa membujuk Thatcher turut dalam barisan pejuang kemerdekaan," kata Kaunda kepada TEMPO. Kendati demikian, mayoritas anggota Persemakmuran tetap berencana melancarkan kampanye pengucilan Afrika Selatan secara global sebagai "hukuman" atas pemerintah Pretoria. "Tanpa Inggris pun rencana itu bakal jalan. Persemakmuran bukan cuma Inggris," kata Menlu Kanada Joe Clark. Farida Sendajaja (Jakarta) dan Toeti Kakialatu (Vancouver)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini