Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seulas senyum mengembang di bibir Silvio Berlusconi setelah parlemen Italia menyetujui rancangan anggaran baru pada Selasa pekan lalu. Draf ini berisi langkah-langkah penghematan untuk menyelamatkan krisis utang negeri itu. Sepanjang sidang, yang diakhiri pemungutan suara, dia tampak tegang, dan sesekali menggenggam jemari Menteri Reformasi Umberto Bossi, yang duduk di sampingnya.
Pria yang akrab disapa Papi ini gagal meraih suara mayoritas. Hanya 308 dari 630 anggota parlemen yang mendukung. Sisanya abstain. Namun dukungan itu sudah cukup untuk meloloskan paket penghematan anggaran yang diminta Bank Sentral Eropa.
Parlemen Italia sebelumnya menyetujui paket penghematan yang diajukan pemerintah sebesar US$ 63 miliar atau sekitar Rp 557 triliun. Penghematan itu mencakup pemangkasan pengeluaran dan kenaikan pajak. Dengan demikian, anggaran negara akan berkurang US$ 28 miliar pada 2012 dan US$ 35 miliar pada tahun berikutnya. Langkah itu diyakini bakal menyeimbangkan anggaran Italia pada dua tahun mendatang, seperti yang diminta Bank Sentral Eropa agar Italia mampu menghasilkan anggaran belanja seimbang pada 2013.
Berlusconi, 75 tahun, menyambut kemenangan itu dengan keputusan mengejutkan: lengser dari jabatannya. Pengunduran diri itu dia sampaikan kepada Presiden Italia Giorgio Napolitano. "Setelah tugasnya berhasil, Perdana Menteri akan mengajukan pengunduran diri kepada Presiden," kata Napolitano.
Pasar merespons positif pengunduran Berlusconi. Untuk pertama kalinya dalam tiga hari, nilai tukar euro terhadap dolar Amerika terkerek. Euro naik 0,4 persen terhadap dolar menjadi US$ 1,3834. "Kami tahu Italia bisa mendapatkan pemimpin dari kalangan teknokrat, yang lebih baik daripada Berlusconi," kata Greg Anderson, pakar keuangan dari Citigroup di New York.
Sayangnya, "kegembiraan" pasar hanya sementara. Sehari berselang setelah pengumuman mundurnya Berlusconi, Kamis pekan lalu, pasar kembali bereaksi negatif. Indeks saham perusahaan besar Eropa, seperti Grup Air France-KLM, Siemens AG, dan Daimler AG, serempak turun. Mereka juga memprediksi beroperasi tanpa keuntungan tahun mendatang.
"Pialang beterbangan cari selamat," kata Terry Pratt, pialang IG Markets, London. "Perekonomian Italia terus memburuk, surat-surat utang nyaris tak bernilai, maka skema pengetatan juga tidak akan banyak artinya. Pasar surat berharga dunia pun cemas." Kecemasan Pratt adalah kekhawatiran banyak orang, karena Italia merupakan pasar terbesar surat-surat pemerintah. Kalau negara ini bangkrut tak bisa membayar surat utang itu, imbasnya ke mana-mana.
Italia makin mencemaskan Eropa. Sebab, wabah krisis yang sudah menyerang beberapa negara Eropa, seperti Spanyol, Portugal, dan Yunani, dipastikan makin ganas dengan jatuhnya Italia. Maklum, negara eksotis ini merupakan kekuatan ekonomi keempat Eropa. Banyak pengamat menyebutkan krisis Yunani hanyalah "pertunjukan sampingan" dibanding krisis utang Italia.
Terbukti, penyelamatan Italia sangat sulit. Pemimpin negara-negara kawasan Uni Eropa sudah dua kali melangsungkan pertemuan tingkat tinggi, membicarakan program penyelamatan Eropa agar tidak terseret kemerosotan Italia. Menurut The Economist, paket penyelamatan ekonomi kawasan Uni Eropa—yang sudah ketiga kalinya sejak krisis menghajar kontinen tersebut dua tahun silam—dipastikan bukan yang terakhir. Zona euro belum mampu membangun firewall yang perkasa agar tak terkena imbas krisis Italia.
Artinya, mundurnya Berlusconi dan disetujuinya paket penyelamatan oleh parlemen Italia tak cukup sakti memecahkan masalah Italia. Kebobrokan ekonomi negara berkekuatan ekonomi terbesar kedelapan di dunia itu sudah terlalu parah. Program pengetatan yang pernah dijalankan Berlusconi—sebelum program penyelamatan terbaru ini—juga terbukti gagal.
Krisis belum akan berujung hanya dengan pengunduran diri Papi dari kekuasaan selama hampir dua dekade. Bukan "sekadar" menyelesaikan utang sebesar US$ 2,6 triliun, bebannya adalah mengatasi "budaya" mengakali pajak, korup, dan melakukan patgulipat dengan menggelembungkan aset politikus. Sebab, persoalan itulah yang memperburuk kondisi Italia. Seorang pengamat menyebutkan Italia bagai negara yang selama ini "berjalan sembari tidur".
Berlusconi pun melakukan praktek kolusi. Politikus yang sebelumnya pengusaha itu memang berhasil memangkas monopoli televisi oleh pemerintah pada akhir 1970-an. Dua puluh lima tahun kemudian, jaringan televisi Mediaset miliknya menjadi pundi-pundi uangnya. Mediaset kini menguasai 90 persen pangsa pasar televisi di negeri itu.
Menurut majalah Forbes, ia memiliki kekayaan US$ 9 miliar atau sekitar Rp 79 triliun. Selain punya jaringan televisi, ia memiliki bisnis periklanan, asuransi, makanan, dan konstruksi. Ia juga memiliki klub sepak bola terkaya di Italia, AC Milan.
Menurut Nick Squires, penulis kolom di The Telegraph, masalah Italia menjangkau jauh lebih dalam ketimbang skandal Berlusconi dengan bintang porno yang sedang membelitnya. Hukum mandul, sementara pelanggaran berupa korupsi serta kebobrokan birokrasi terjadi di mana-mana dan telah mengakar. "Bagaimana Anda mengharapkan orang Italia mematuhi hukum jika para pemimpinnya terang-terangan melanggar?" kata Alessio, 42 tahun, penjual suvenir di sebuah tempat wisata di Roma. Menurut dia, krisis karena utang ini adalah akibat dari runtutan masalah yang dibuat para pejabat selama puluhan tahun.
Pendapat Alessio ada miripnya dengan Barclays Capital. Lembaga keuangan itu menyebutkan, "Pada titik ini, Italia berada dalam kondisi 'tanpa jalan kembali'." Masih menurut laporan Barclays yang diterbitkan minggu lalu, reformasi ekonomi penting, tapi bila hanya dilakukan di Italia, itu tidak akan mampu merehabilitasi utang dan tidak bisa membuat pihak lain percaya bahwa paket perbaikan tersebut benar-benar dilaksanakan. Kredibilitas Italia di mata para pemimpin Eropa dan Amerika memang rendah.
Jadi, pengganti Berlusconi benar-benar vital. Sebab, dia harus mampu dan kredibel di mata publik Italia, Eropa, juga Amerika. Di luar itu, tampaknya belum ada paket penyelesaian krisis yang menuntaskan persoalan timbunan utang negara produsen Ferrari, Gucci, dan Armani itu.
Sapto Yunus (Reuters, AP, Bloomberg, Aljazeera.com)
Hemat demi Selamat
Koalisi sementara telah dibentuk Partai Sosialis dan oposisi, Partai Konservatif Demokrasi Baru, menjelang penentuan Perdana Menteri Yunani pengganti George Papandreou. Dia mundur setelah gagal menanggulangi krisis utang. Sejauh ini, koalisi telah sepakat selama 100 hari mendorong disetujuinya dana talangan 130 miliar euro (US$ 180 miliar) oleh parlemen sebelum digelar pemilihan pemerintah baru pada Februari 2012.
Karena sumber dana minim, pemerintah Yunani akan menandatangani kesepakatan dengan Uni Eropa agar memperoleh dana pinjaman. "Surat kesepakatan segera ditandatangani Papandreou; pemimpin Partai Konservatif, Samaras; perdana menteri baru dan menteri keuangan; serta kepala bank sentral Yunani, George Provopoulos," kata seorang pejabat pemerintah Yunani yang menolak disebutkan namanya.
Tanpa dana talangan, Yunani niscaya bangkrut dalam beberapa minggu. Uni Eropa sebenarnya sudah menyetujui dan mengucurkan bantuan bulan lalu. Uni Eropa juga memberikan diskon 50 persen untuk utang Yunani sebagai imbalan atas langkah-langkah penghematan, seperti menaikkan pajak dan memotong belanja pemerintahan selama lima tahun ke depan.
Harapannya, paket pengetatan ini bisa memotong 14,32 miliar euro dari belanja publik, dan menambah pajak 14,09 miliar euro. Pemotongan dilakukan pada sektor nonproduktif, gaji pegawai pemerintah, dan subsidi. Tak lupa, Yunani membuka privatisasi pada 2015 untuk beberapa perusahaan negara, seperti Telecom Yunani, Postbank, perusahaan air minum, kilang minyak, dan pertambangan. Targetnya meningkatkan pemasukan 50 miliar euro.
Papandreou sempat menolak dana talangan dan ingin keluar dari zona mata uang euro, dengan konsekuensi nilai drachma akan jatuh. Bila itu dilakukan, semua komoditas akan sangat mahal. Maka keputusan itu tak jadi diambil. Papandreou memilih mundur dari jabatan setelah berencana menggelar referendum.
Pemerintah dan oposisi sedang berunding menyiapkan pemerintahan sementara. Harapannya, mereka bisa menjembatani perbedaan Yunani dengan para pemimpin Uni Eropa.
Eko Ari (Reuters, Bloomberg, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo