Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUDAH dua pekan turbin Pembangkit Listrik Tenaga Uap Lontar unit I di Kabupaten Tangerang, Banten, menganggur. Seharusnya uji coba kilang setrum yang dibangun PT PLN, Konsorsium Dongfang Electric Corporation, Cina, dan PT Dalle Energy itu dilakukan akhir bulan lalu. Namun, lantaran uji performa terakhir menjelang operasi komersial itu urung digelar, unit I pembangkit Lontar sampai sekarang masih tertidur pulas.
Manajer Proyek Herry Nugraha menjelaskan, unit pembangkit Lontar belum bisa beroperasi karena alat penyaring air laut untuk pendingin turbin (travelling band screen) buatan Cina macet tak bisa berputar. "Sekarang kami menunggu lagi, sampai ada perbaikan," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Bukan kali ini saja operasi pembangkit listrik Lontar terhambat gara-gara kerusakan komponen. Pada Oktober tahun lalu, unit pembangkit yang sama juga tak jadi dinyalakan untuk pertama kalinya-biasa disebut first firing. Gara-garanya, alat pengubah air laut menjadi tawar (multiple-effect desalination) tak bekerja maksimal. Menurut kontrak, seharusnya tabung raksasa buatan Zhonghe Seawater Desalination Engineering Co Ltd itu bisa menghasilkan 125 ton air per jam. Tapi kenyataannya hanya 110 ton per jam.
Ada lagi masalah lain: alat pengangkut batu bara (stacker reclaimer) tak berfungsi dengan baik. Perlu dua bulan untuk memodifikasi peralatan buatan Tiongkok itu. Hingga akhirnya pembangkit Lontar unit I bisa dinyalakan perdana pada Mei lalu, mundur tujuh bulan dari rencana semula. Gara-gara alat penyaring air laut tak berfungsi, jadwal pengoperasian pembangkit secara komersial menjadi molor. Diperkirakan, kata Herry, operasi komersial baru terwujud pada kuartal pertama tahun depan.
PEMBANGKIT listrik Lontar merupakan satu dari 35 proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt tahap pertama yang ditetapkan lima tahun lalu oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintah awalnya mengamanatkan seluruh proyek pembangkit berbahan bakar batu bara ini rampung pada akhir 2009. Tapi, karena persoalan pengadaan lahan, tender, hingga pendanaan, target pun meleset. Alhasil, PLN dan pemerintah menetapkan target baru: beberapa proyek dipatok selesai 2010 hingga 2014.
Ternyata target itu tetap tak mudah dipenuhi. Seperti di Lontar, operasi sebagian besar proyek pembangkit listrik 10 ribu megawatt juga terancam molor. PLTU Pelabuhan Ratu, misalnya, tiga unit pembangkitnya diperkirakan baru bisa beroperasi seluruhnya pada kuartal pertama 2013, molor setahun dari target. Begitu pula PLTU Adipala, Cilacap, baru akan rampung pada 2014.
Keterlambatan pembangunan megaproyek 10 ribu MW ini menarik perhatian Badan Pemeriksa Keuangan. Pada Mei lalu, Dewan Perwakilan Rakyat meminta auditor BPK mengaudit energi hulu PLN. Dewan menyoroti tingginya penggunaan bahan bakar minyak. Padahal biaya penyediaan listrik yang menggunakan minyak lebih mahal dua hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan gas atau batu bara.
Audit BPK sudah diserahkan ke Senayan pada akhir September lalu. Pertengahan Oktober lalu, direksi dan komisaris PLN sudah menggelar pertemuan untuk membahas hasil audit BPK. "Isinya lebih banyak menyoroti persoalan di awal, mengapa menggandeng investor dari Cina," ujar sumber Tempo di PLN pekan lalu.
Lewat hasil audit itu, bisik sumber Tempo lainnya, BPK berpendapat PLN tak merencanakan, membangun, dan mengoperasikan proyek 10 ribu megawatt tahap pertama sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan. Akibatnya, peluang penghematan menguap. Bahkan auditor negara menghitung molornya proyek senilai Rp 79 triliun ini menyebabkan tambahan biaya jasa konsultan, commitment fee, relokasi peralatan, dan angkutan batu bara senilai US$ 19,8 juta dan Rp 155,45 miliar.
Proyek 10 ribu megawatt bertujuan mengurangi ketergantungan pembangkit listrik terhadap bahan bakar minyak. Pemerintah berharap kilang setrum berbahan bakar batu bara atau gas akan mengurangi porsi pembangkit "menenggak" bahan bakar minyak dari 20 persen menjadi tinggal 7-8 persen. Konsumsi solar 9 juta kiloliter per tahun pun diharapkan berkurang menjadi 4-5 juta kiloliter.
Sumber Tempo di Kementerian Badan Usaha Milik Negara membisikkan, sejak awal ada persoalan yang sebenarnya sudah dikhawatirkan akan menghambat. Dulu, kata dia, lahan dan pendanaan menjadi penghambat utama pembangunan pembangkit listrik. Kini problemnya justru beberapa komponen dari Cina yang ternyata tak beroperasi dengan baik. Pembangkit Lontar hanya salah satu. "Pada Januari lalu, di pembangkit listrik Paiton, trafo baru dari Cina meledak saat diuji coba," ujarnya. Akibatnya, rencana pengoperasian pembangkit itu molor dari Maret lalu menjadi akhir tahun ini.
Direktur Konstruksi PLN Nasri Sebayang mengakui tak mudah menyelesaikan proyek yang hampir seluruhnya digarap kontraktor asal Negeri Tembok Raksasa itu. Beberapa komponen pendukung tak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga memerlukan berbagai modifikasi. "Sebenarnya modifikasi lazim dalam sebuah proyek. Tapi ini memang tak seperti biasanya," ujarnya.
Toh, Nasri tetap optimistis seluruh proyek akan tuntas sesuai dengan target. "Kami sudah belajar," ujarnya. Hingga Oktober lalu, kilang setrum yang sudah beroperasi antara lain pembangkit listrik Labuan, Pembangkit Listrik Tenaga Uap Indramayu, dan pembangkit listrik Suralaya dengan total kapasitas daya 2.215 megawatt.
Bekas Direktur Utama PLN-sekarang Menteri Badan Usaha Milik Negara-Dahlan Iskan tak mau hanya menyalahkan kontraktor karena banyaknya alat pendukung tak memenuhi persyaratan. Pengawasan PLN pada masa-masa awal proyek juga kurang, karena sumber daya manusianya sudah lama tak terlatih menggarap proyek listrik besar. "Tapi itu kan masa lalu. Yang terpenting bagaimana sekarang itu digenjot," ujarnya kepada Yophiandi dari Tempo akhir bulan lalu.
Tentu saja, Kementerian Keuangan paling puyeng akibat molornya realisasi pabrik setrum berbahan bakar batu bara. Subsidi listrik terus membengkak karena penyediaan listrik berbahan bakar minyak tak segera beralih ke bahan bakar yang lebih murah. Tahun lalu, pemerintah harus menambah biaya subsidi listrik Rp 7,7 triliun dari alokasi semula Rp 55,1 triliun. Penyebabnya, konsumsi bahan bakar minyak melejit dari 7,8 juta kiloliter menjadi 9,4 juta kiloliter.
Dengan alasan serupa, subsidi listrik tahun ini akan naik lagi menjadi Rp 65,65 triliun dari bujet sebelumnya Rp 40,7 triliun. "Kami tak mau disalahkan. Proyek pembangkit seharusnya jalan menurut jadwal," kata Menteri Keuangan Agus Martowardojo.
Agoeng Wijaya, Joniansyah (Tangerang), Nanda Sugiono (Bandung)
Target baru proyek 10 ribu megawatt
April 2010
Desember 2010
Februari 2011
Maret 2011
April 2011
Mei 2011
Juni 2011
Agustus 2011
September 2011
Oktober 2011
Desember 2011
Februari 2012
Februari 2012
Maret 2012
Mei 2012
Juni 2012
September 2012
Januari 2013
Mei 2013
Mei 2014
Sumber: PT PLN (Persero)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo