Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Timor Leste Menjelang Demokrasi

Delapan calon Presiden Timor Leste maju ke pemilu April. Jajak pendapat meramalkan Perdana Menteri Jose Ramos Horta dan Francisco Guterres Luolo bersaing ketat.

12 Maret 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia bernama Avelino Coelho. Dengan mengenakan topi bak Dzokhar Dudayev, pejuang Chechnya yang ditembak mati oleh Rusia, Cara berpakaian dan mengenakan topinya meniru Dzokhar Dudayev, sosok muda beraliran sosialis yang mencalonkan diri untuk jabatan presiden.

Untuk meraih dukungan dari rakyat kecil, ia tak segan-segan ikut petani daerah Kairui, kabupaten Manatuto, ke sawah. ”Saya mendukung Avelino Coelho,” kata Sandro, sopir taksi di Dili yang kesal pendapatannya menurun terus.

Macam-macam cara kampanye para calon Presiden Timor Leste. Ada yang turun langsung belepotan lumpur seperti Coelho. Ada yang seperti Joao Carrascalao, Ketua Partai UDT yang sering membawa penyanyi populer Timor Leste Anito Matos.

Namun, di atas kertas kans Coelho dan Carrascalo kecil. Ia bersama lima calon lainnya mungkin sejauh penggembira saja. Francisco Xavier do Amaral (wakil presiden parlemen) misalnya. Capres ini dulu pernah ditangkap TNI dan ketika tahun 1977 dibebaskan, ia tinggal bersama Brigjen Dading Kalbuadi almarhum sampai kemerdekaan. Dukungan terhadapnya minim karena diang-gap ”berbau” Indonesia

Sementara itu, yang lain dianggap masih ”hijau” dalam pengalaman. Fernando Araujo Lasama (Presiden Partai Demokrat), misalnya, adalah bekas Ketua Renetil (pergerakan perlawanan mahasiswa yang dibentuk di Denpasar, Bali). Lucia Lobato dari Partai Sosial Demokrat, satu-satunya kandidat perempuan, adalah sarjana hukum lulusan Universitas Airlangga Surabaya yang mengemas isu pemberantasan korupsi dan kesetaraan gender. Akan halnya Manuel Tilman (Presiden Partai Kota), yang pernah menjadi anggota parlemen di Portugal, kurang dikenal di Timor Leste.

Banyak pihak meramalkan Perdana Menteri Jose Ramos Horta akan bertarung dengan Francisco Guterres Luolo, pemimpin Fretilin. Sistem pemilu di Timor Leste bisa sampai dua putaran. Bila pada putaran pertama tidak ada calon yang meraup 51 persen, maka ada pemilu kedua yang diikuti dua calon dengan suara terbanyak. .

Horta dan Luolo diperkirakan bertarung di putaran kedua itu. Dari jajak pendapat surat kabar Suara Timor Lorosae pekan lalu, Horta unggul 20 persen suara ketimbang Luolo. Faktor penguatnya adalah adanya dukungan dari Xanana, juga dari gereja Katolik.

Uskup Dili, Alberto Ricardo, dan Uskup Baucau, Basilio Nascimento, memberi indikasi mendukung Horta dalam khotbahnya. ”Para pemimpin Fretilin itu miskin pengalaman memerintah, tapi sombong dan arogan.,” kata Nascimento. Kedua uskup itu telah menerbitkan Surat Pastoral dua pekan lalu yang isinya menyerukan tidak memilih para pemimpin yang suka membagikan senjata dan melakukan korupsi.

Di mata publik, Luolo sendiri dianggap sekadar boneka mantan Perdana Menteri Mari Alkatiri. Meski ia Presiden Fretilin, tindakan dan ucapannya dikendalikan Alkatiri. Ia miskin wawasan politik sebab ia cuma seorang guru berpendidikan SMA.

Akan halnya Fretilin tetap yakin bahwa Luolo bakal menang. Itu karena didukung birokrasi Timor Leste tetap di tangan Fretilin. Struktur Partai Fretilin sampai ke desa-desa. Fretilin kuat dalam dana, logistik, dan transportasi. Pada hari pertama kampanye Luolo di Ossu, kabupaten Viqueque, yang merupakan kampung kelahirannya, hampir semua menteri, dirjen, dan direktur departemen hadir.

Menjelang pemilu ini, Fretilin meminta amendemen atas aturan pemilu kartu suara. Undang-undang mulanya tidak memperbolehkan kartu suara menampilkan lambang partai. Fretilin protes sebab lambang Fretilin sangat populer. Amendemen ini terjadi.

Untuk mengantisipasi kecurangan pemilu, pihak gereja menggerakkan 3.000 orang untuk memantau pelaksanaannya. Mereka sebelumnya dilatih oleh badan pemantau pemilu gereja Katolik Filipina, lembaga yang dulu ikut mengantarkan Corazon Aquino menjadi presiden.

Yang menarik untuk dicermati, bila Ramos Horta yang menang, bukan tak mungkin kombinasi Xanana-Horta saat ini akan berulang pada pemerintahan mendatang. Sebab, meski Xanana tak mau jadi presiden, ia bersedia memimpin Kongres Rekonstruksi Nasional Timor Leste (CNRT). Dan bila jadi Ketua CNRT, ia mau maju sebagai PM.

”Bila CNRT memilih sebagai presiden, saya siap untuk menjadi PM,” katanya ketika menutup prakongres Partai CNRT, akhir Maret lalu.

Faisal Assegaf, Salvador Ximenes Soares (Timor Leste)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus