Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Titik terang di jalur Gaza

Israel dan as menolak plo sebagai wakil sah rakyat palestina. tokoh kulit hitam as, jesse jackson, menghimbau agar plo diakui. dan menerima yasser arafat memperjuangkan palestina.(ln)

20 Oktober 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUDAH ada titik terang dari pembicaraan Mesir-Israel mengenai otonomi Tepi Barat Jordan dan Jalur Gaza. Tapi wakil bangsa Palestina masih belum dibawa serta--suatu batu penghalang bagi tercapainya perdamaian menyeluruh di Timur Tengah. Soalnya ialah siapa yang harus bicara mewakili Palestina. Menurut statistik PBB terakhir, jumlah orang Palestina yang berdiam di beberapa negara berkisar 3 « juta. Di antaranya 1,1 juta orang di Tepi Barat Jordan dan Jalur Gaza, wilayah yang diduduki Israel sejak perang 1967. Dan 1,2 juta orang berdiam di Jordan, Suriah dan Libanon. Sedang di Kuwait dan negara Teluk Aqaba ada 400 ribu orang, sementara di wilayah Israel sendiri 500 ribu orang. Selebihnya atau sekitar 100 ribu orang di negara Arab dan non Arab. Walaupun teryencar, orang Palestina ini tak berarti kehilangan identitas. Terutama mereka yang ada di 63 tempat penampungan pengungsi -- yang tersebar di wilayah Tepi Barat, Jalur Gaza, Jordan, Suriah dan Libanon--hampir sejuta orang. Secara tak langsung mereka yang terusir itu telah 'berpemerintahan sendiri' yang diatur oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Dengan dukungan ekonomi negara Arab, tentu saja. Karena itu pula Israel masih tetap khawatir dengan rencana otonomi untuk kedua wilayah itu sebagai tindak lanjut dari perjanjian Camp David. Moshe Dayan, Menlu Israel, dalam jumpa pers di Strasbourg pekan lalu mengatakan bahwa Israel bermaksud memberikan otonomi sepenuhnya kepada 1,1 juta penduduk Tepi Barat Jordan dan Jalur Gaza. Namun dia mengingatkan, "jika PLO masuk dan ikut berperan di wilayah itu, kami tak akan membiarkannya, bahkan kami akan mengirimkan pasukan kembali ke sana." Pernyataan Dayan ini mencerminkan bahwa Israel belum bisa menerima kemungkinan PLO terlibat secara langsung di wilayah yang akan diberi hak otonom itu. Tapi Menlu Mesir, Butros Ghali, yang duduk semeja dengan Dayan dalam jumpa pers itu menjawab dengan agak marah: "Sekali anda keluar dari wilayah itu, anda tak ber!lak kembali. Ke luarnya Israel adalah pasti, dan tak ada kelompok Palestina yang akan menerima segala bentuk protektorat." Dayan dan Ghali di Strasbourg menghadiri pertemuan Dewan Eropa. Apakah suara Mesir itu menandakan Israel makin terdesak. Sulit dijawab. Namun ada kesan terakhir ini bahwa popularitas PLO makin meningkat (TEMPO 6 Oktober). Cuma masih ada persoalan besar antara 'otonomi' sebagaimana yang disepakati Mesir-Israel dan 'negara Palestina berdaulat' yang menjadi tuntutan PLO dan dunia Arab pendukungnya. Selain itu, ada lagi soal internasionalisasi kota suci Jerusaiem, seperti diusulkan Paus John Paul II dalam pidatonya di Majelis Umum PBB dua pekan lalu. Ketiga rangkaian masalah ini kelihatan masih akan tetap sulit dipecahkan tanpa partisipasi wakil bangsa Palestina. Wartawan Reuter Bernard Edinger melaporkan dari Tepi Barat Jordan bahwa semua penduduk di wilayah itu jelas mendukung PLO. Bahkan mereka juga menerima kepemimpinan Yasser Arafat dalam memperjuangkan hak rakyat Palestina. Sebaliknya, Israel dan juga Amerika Serikat sampai sekarang tak mau menerima PLO sebagai wakil sah rakyat Palestina. Tapi harapan untuk diakuinya PLO masih ada. Kunjungan Pendeta Jesse Jackson, tokoh kulit hitam AS, ke Tepi Barat Jordan dan pertemuannya dengan Arafat di Libanon memberi kemungkinan akan adanya perobahan sikap AS. Dalam suatu pernyataannya di Beirut, Jackson telah menghimbau AS agar mengakui PLO dan meninjau kembali peranannya di Timur Tengah. Ketika bertemu dengan Walikota Jerusalem Teddy Kollek, bahkan Jackson mengingatkan bahwa kaum kulit hitam AS memiliki sejumlah 15 juta pemilih yang terdaftar, yang tak akan mentolerir setiap bentuk kebijaksanaan pemerintah AS yang pro Israel. Karena, menurut Jackson, itu bisa melibatkan AS pada perang di Timur Tengah atau mengurangi masuknya minyak dari dunia Arab ke AS. Dalam dua kasus itu katanya, "orang yang saya wakili (kulit hitam) adalah yang pertama kali bakal mati, atau yang pertama kali akan kedinginan pada musim dingin."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus