Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Top 3 dunia kemarin dimulai dari Amerika Serikat. Hasil survei terhadap sebagian besar warga Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka tak mau dipimpin oleh presiden lansia pada pemilu 2024. Hasil survei itu dipublikasikan pada Kamis lalu.
Berita top 3 dunia kedua adalah tentang bom tandan dalam perang Ukraina. Jerman menolak mengirimkan bom tandan atau bom cluster, sebaliknya Amerika Serikat terang-terangan akan memasoknya ke Ukraina. Hal ini menimbulkan kemarahan Presiden Rusia, Vladimir Putin yang menyebut AS telah masuk ke dalam perang proxy. Berikut berita selengkapnya:
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Pew Research Center mengungkap kalau sebagian besar warga Amerika Serikat meyakini Negeri Adidaya itu seharusnya tidak dipimpin oleh presiden yang sudah lansia.
Menurut survei yang dipublikasi pada Kamis, 6 Juli 2023, hanya 3 persen responden yang berkenan dipimpin oleh presiden yang sudah berusia 70 tahun atau lebih. Amerika Serikat saat ini dipimpin oleh Joe Biden, 80 tahun, yang tercatat sebagai Presiden Amerika Serikat tertua dalam sejarah.
Dalam pemilu presiden Amerika Serikat 2024 nanti, mantan Presiden Donald Trump juga akan mencalonkan diri lagi sebagai orang nomor satu di Amerika Serikat. Pada Juni 2023, Trump genap berusia 77 tahun.
Pew Research Center dalam risetnya tidak secara spesifik menyebut Biden atau Trump ketika bertanya pada responden soal usia ideal seorang kepala negara. Akan tetapi, survei itu juga mengungkap warga Amerika Serikat tidak begitu percaya pada presiden muda. Konstitusi Amerika Serikat menetapkan jabatan Presiden Amerika Serikat minimal usia 35 tahun dan survei mengungkap hanya 3 persen responden yang ingin kepala negara berusia 30 tahun-an.
Sebanyak 49 persen responden meyakini kalau Presiden Amerika Serikat harus seseorang yang berusia 50 tahun-an. Ada 24 persen responden berpandangan pemimpin Negeri Abang Sam baiknya berusia 60 tahun-an dan 17 persen lebih suka yang berusia 40 tahun-an.
Survei ini dilakukan pada 5 Juni – 11 Juni 2023 terhadap 115 responden. Mereka yang terlibat dalam survei ini adalah anggota Pew Research Center dan mereka yang direkrut secara random untuk mengikuti survei ini. Pandangan soal usia ini pun, sama antara politikus Partai Demokrat dan Partai Republik.
Jerman menolak mengirim amunisi bom kluster atau bom tandan ke Ukraina, kata Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock pada Jumat. Bom tandan adalah bom kecil-kecil yang dijatuhkan dari udara ke darat, biasanya oleh pesawat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baerbock menyatakan hal itu sehari setelah pejabat Amerika Serikat di Washington menyatakan berencana untuk menyediakan Kyiv dengan senjata jenis tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amunisi kluster atau bom tandan banyak dikecam karena kerap membunuh dan melukai warga sipil.
Lembaga hak asasi manusia menentang langkah pengiriman senjata itu dan Menlu Jerman menyatakan bahwa negaranya, sebagai salah satu dari 111 negara pihak dalam Konvensi Munisi Tandan (CCM), juga sepakat untuk menentang pengiriman tersebut.
Amerika Serikat tidak menjadi negara pihak dalam CCM.
Baerbock ketika ditanyakan mengenai komentar mengenai pernyataan pejabat AS, berkata kepada wartawan dalam sebuah konferensi iklim di Wina bahwa pihaknya telah mengikuti laporan dari media. "Bagi kami, sebagai sebuah negara pihak, kesepakatan Oslo yang berlaku," katanya.
Baerbock merujuk kepada CCM, yang disepakati untuk ditandatangani di ibu kota Norwegia pada 2008. Konvensi itu melarang penggunaan, penggunaan, penimbunan, produksi dan transfer amunisi kluster atau tandan.
Gedung Putih menyatakan pengiriman amunisi tandan ke Ukraina diambil "dengan pertimbangan aktif", tetapi tidak ada pengumuman lanjutan.
Presiden AS Joe Biden akan menghadiri KTT NATO yang berlangsung pada 11-12 Juli di Lithuania yang diperkirakan akan didominasi dengan pembahasan mengenai perang di Ukraina.
Human Rights Watch (HRW) telah menyerukan kepada Rusia dan Ukraina untuk menghentikan menggunakan amunisi tandan dan mendesak AS untuk tidak memasoknya.
HRW menyatakan bahwa baik pasukan Rusia maupun Ukraina telah menggunakan senjata tersebut, yang membunuh warga sipil Ukraina.
Amunisi tersebut biasanya menebarkan sejumlah besar bom-bom kecil yang dapat membunuh serampangan di area yang luas, sehingga mengancam warga sipil.
Bom-bom kecil yang gagal meledak juga dapat menimbulkan bahaya selama bertahun-tahun setelah konflik usai.
3. AS Kirim Bom Tandan ke Ukraina, Putin: Barat Sedang Masuk Perang Proksi
Amerika Serikat akan memasok Ukraina dengan bom tandan untuk serangan balasan terhadap pasukan pendudukan Rusia, meski jenis peluru ini dilarang di banyak negara karena daya hancurnya mengerikan.
"Ukraina telah memberikan jaminan tertulis bahwa mereka akan menggunakannya dengan sangat hati-hati untuk meminimalkan risiko terhadap warga sipil," kata penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan, Jumat, 7 Juli 2023.
Presiden AS Joe Biden menggambarkan keputusan tentang bom curah itu sulit tetapi mengatakan Ukraina membutuhkannya.
Kelompok hak asasi manusia dan sekretaris jenderal PBB mempertanyakan keputusan Washington tentang masuknya jenis amunisi ini sebagai bagian dari paket bantuan keamanan $800 juta (Rp12 triliun) yang membuat total dukungan militer AS ke Ukraina menjadi lebih dari $40 miliar sejak invasi Rusia pada Februari 2022.
Presiden Rusia Vladimir Putin, yang menggambarkan konflik itu sebagai "operasi militer khusus" untuk melindungi keamanan Rusia, mengatakan AS dan sekutunya sedang masuk dalam perang proksi.
Amunisi tandan "akan dikirimkan dalam kerangka waktu yang relevan untuk serangan balasan," kata seorang pejabat Pentagon kepada wartawan.
Munisi tandan dilarang oleh lebih dari 100 negara. Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat belum menandatangani Konvensi Amunisi Tandan, yang melarang produksi, penimbunan, penggunaan, dan transfer senjata.
Peluru ini biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area luas. Mereka yang gagal meledak menimbulkan bahaya selama beberapa dekade setelah konflik berakhir.
Human Rights Watch menuduh pasukan Rusia dan Ukraina menggunakan amunisi tandan, yang telah membunuh warga sipil.
Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat Anatoly Antonov mengkritik pengiriman senjata ini ke Ukraina oleh AS.
"Kekejaman dan sinisme yang dilakukan Washington terkait masalah pengiriman senjata mematikan ke Kyiv sangat mengejutkan," kata kantor berita TASS pada hari Jumat mengutip pernyataan Antonov.
"Sekarang, karena kesalahan AS, akan ada risiko selama bertahun-tahun warga sipil tak berdosa akan diledakkan oleh bom yang gagal meledak."
Ukraina mengatakan telah merebut kembali beberapa desa di Ukraina selatan sejak serangan balasan dimulai pada awal Juni, tetapi kekurangan daya tembak dan perlindungan udara untuk membuat kemajuan lebih cepat.
"Masih terlalu dini untuk menilai bagaimana serangan balasan berjalan satu arah atau yang lain karena kita berada di awal tengah," kata Colin Kahl, wakil menteri pertahanan AS untuk kebijakan, kepada wartawan.
RUSSIA TODAY | REUTERS
Pilihan Editor: Kirim Emoji Jempol Menjawab Permintaan Kontrak, Petani Kanada Didenda Rp1 M