Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Tragedi nonpri benggali

Pembantaian massal atas orang benggali oleh penduduk asli assam di negara bagian india. (ln)

5 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

LEBIH seminggu setelah pembantaian massal atas orang Benggali oleh penduduk asli Assam di negara bagian India itu, polisi dan tentara masih terus mengumpulkan mayat berserak. Angka resmi mengatakan 1.127 orang mati dalam kerusuhan yang berlangsung selama tiga pekan di Assam. Angka tida resmi menyebut lebih dari 3.600 orang mati. Jumlah sebenarnya mungkin tidak akan pernah diketahui. Kerusuhan itu bermula dengan dibantainya 430 orang Muslim asal Benggali dan mencapai puncaknya pekan lalu ketika penduduk asli Assam, yang beragama Hindu menyerbu dan membakar 17 desa orang Benggali. Penduduk desa itu diserang dengan panah, tombak, parang dan senjata api. Sebagian besar korban adalah wanita dan kanak-kanak. Mereka dibacok, dicincang dan dipenggal. Seluruhnya, tidak kurang dari 29 desa Benggali dibakar rata dengan tanah selama tiga minggu kerusuhan itu. Tak terhitung lagi yang luka. Sekitar 50.000 kehilangan tempat tinggal. Pembantaian terbesar terjadi di Nellie, suatu daerah seluas 50 km2, kurang lebih 720 km di sebelah timur-laut Kalkuta. Penduduk asli itu merasa terdesak oleh pendatang dari Benggala Timur. Mereka dinamakan "imigran gelap" yang masuk ke Assam sesudah tahun 1971. Mereka sebenarnya mengungsi dari Pakistan Timur ketika wilayah itu memberontak terhadap pemerintah Islamabad dan mendirikan neeara Bangladesh. Benih perselisihan itu sendiri sudah ditaburkan ketika India masih di bawah kekuasaan Inggris. Sejak 80 tahun lalu penjajah mendatangkan orang Muslim Benggali ke Assam untuk bekerja di perkebunan, membuat jalan dan membangun rel kereta api. Pendatang itu kemudrian menetap dan bekerja di Assam. Mereka giat bekerja mengolah tanah pertanian dan banyak yang bahkan membeli tanah dari penduduk asli yang menikmati hidup adem-ayem saja. sejak kemerdekaannya, India beberapa kali mengalami kerusuhan komunal. Salah satu yang terbesar terjadi tahun 1951. Tetapi kerusuhan di Assam dalam Februari itu adalah yang terbesar sepanjang sejarah India. "Saya sulit menemukan kata untuk menggambarkan tragedi itu," kata Perdana Menteri Ny. Indira Gandhi setelah mengunjungi beberapa daerah. yang dilanda kekejaman orang Hindu Assam. Dan di New Delhi, Lok Sabha (parlemen) menyetujui suatu resolusi "meneutuk pembunuhan kejam dan tindak kekerasan" di Assam itu. Kebencian orang Hindu Assam terhadap Benggali Islam pernah juga muncul tahun 1979, ketika sejumlah mahasiswa militan Assam menuntut supaya pendatang itu diusir. Tetapi tidak ada kesepakatan Persatuan Mahasiswa Assam (AASU) tengan All Assam Gana Sangram Parishad (AAGSP), yakni persatuan rakyat Assam yang Marxis, dan pemerintah pusat di New Delhi meneenai batas waktu pendatang itu dapat disebut warga negara. Kedua organisasi militan itu mengatakan bahwa semua orang Benggali yang datang ke Assam sesudah akhir 1950 harus dianggap orang asing. Tetapi New Delhi tidak dapat memulangkan orang Benggali yang mengungsi ke Assam ketika meletus revolusi Bangradesh karena pertimbangan kemanusiaan. Perselisihan ini dipertajam oleh perbedaan kebudayaan, agama, bahasa dan aliran politik antara penduduk asli Assam dan orang Benggali. Di Assam, orang beragama Hindu cenderung komunis atau pendukung partai oposisi. Pendatang Benggali beragama Islam biasanya mendukung Partai Congress I (Indira). Antara 1951 dan 1971, pemerintah memang memulangkan sekitar 1,9 juta orang Benggali yang dianggap sebagai pendatang gelap. Sisanya masih ada sekitar 2,8 juta yang diakui sebagai warga negara. Tetapi, dalam pemilihan di Assam menunjukkan keanehan. Penduduk berbahasa Benggali itu tercatat jumlahnya meningkat dari 6,3 juta di tahun 1972 menjadi 8,6 juta pada 1979. Penduduk asli Assam yang beroposisi sejak semula menuntut supaya hak orang Benggali untuk memilih dibatalkan. Mereka juga menuduh bahwa pemerintah dengan sengaja membiarkan imigran gelap itu masuk demi memperbanyak suara pendukung Partai Congress I. Akhirnya, perbedaan agama dan kebudayaan serta aliran politik itu mulai meledak (2 Februari) - hampir dua minggu sebelum pemilihan di negara bagian itu dilakukan. Kaum penghasut anti-Benggali berhasil mempengaruhi penduduk asli Assam yang kemudian menyerbu desa-desa imigran itu. Dilip Ganguli melukiskan sebagian dari pemandangan yang mengerikan itu dalam harian South China Morning Post. "Laki-laki itu mendayung pelan ke tengah sungai, membungkuk sedikit dan mencium badan putranya yan sudah membusuk, lalu melepaskannya ke air," tulisnya. "Tanpa menghiraukan hujan gerimis, dia melakukan hal serupa bagi jenasah istrinya dan kedua putrinya. Dalam berdoa bagi keluarganya yang telah dibantai itu, dia terkejut menemukan sebelah lengan yang terlepas masih di dalam perahu. Ini juga dimasukkannya ke air." Siapa yang bertanggung jawab atas kerusuhan itu? Pihak oposisi menuduh bahwa PM Indira Gandhi secara moral bertanggung jawab-karena memaksakan pemilu berlangsung di Assam, sekalipun sudah mengetahui adanya tantapgan besar dari masyarakat di sana. Partai Congress I memang kemudian memenangkan suara di Assam. Tapi sebagian terbesar orang yang berhak memilih tidak pergi ke tabung suara. Penduduk asli Assam memboikot pemilihan itu, sementara sebagian besar orang Benggali tinggal di rumah karena takut ancaman orang Assam. Tetapi Ny. Gandhi menjawab, "Kenapa kami yang harus bertanggung jawab? Senjata berada di tangan kaum penghasut. Kami hanya melaksanakan ketentuan Undang-undang Dasar." Memang Konstitusi India mewajibkan pemerintah pusat melakukan pemilihan umum di Assam segera. Assam tidak ikut dalam pemilu 1980 karena terjadi kerusuhan di sana, dan sejak itu pemerintahan atas wilayah itu langsung dilakukan dari New Delhi. "Tidak satu partai atau kelompokpun berhak menjadikan negara sebagai sandera," kata Ny. Gandhi. Dia mengemukakan bahwa pemerintahnya telah berusaha menjaga keamanan di Assam dengan mengerahkan 50 batalyon tentara, polisi dan para-militer ke negara bagian itu. Beberapa orang korban akibat peluru petugas keamanan itu. Tetapi sekurang-kurangnya dua polisi, termasuk seorang inspektur, mati dicincang orang Assam. Dan mereka tidak hanya membakari rumah orang Benggali. Mereka juga meledakkan rel kereta api dan jembatan untuk merintangi gerakan pasukan keamanan dan pengiriman surat-surat suara. Maka Ny. Gandhi mengatakan kaum militan Assam itu bertanggung jawab. "Mereka boleh saja tidak senang pada pemilihan, tetapi apakah mereka punya hak menghentikannya?" Sekarang, lepas dari siapa yang bertangung jawab, sekitar 50.000 orang Benggali di Assam kini kehilangan tempat tinggal dan harus ditampung di gedung-gedung sekolah. Banyak yang harus tidur beralaskan daun pisang beratap langit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus