Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Trump Usul Warga Gaza Direlokasi ke Negara Arab, Begini Mesir dan Yordania Menolak Keras

Presiden Amerika Serikat Donlad Trump mengusulkan warga Gaza untuk dipindahkan ke negara lain. Banyak yang menolak.

1 Februari 2025 | 13.48 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memegang perintah eksekutif yang ditandatangani tentang AI, di Ruang Oval Gedung Putih, di Washington, AS, 23 Januari 2025. Reuters

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Akhir Januari 2025, dunia dikejutkan dengan usulan kontroversial dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menyarankan agar warga Gaza dipindahkan ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Usulan ini dilontarkan setelah lebih dari 15 bulan pertempuran sengit yang menghancurkan Gaza secara besar-besaran. Trump menyarankan bahwa ratusan ribu warga Gaza dipindahkan untuk “membersihkan” wilayah tersebut, sehingga dapat dibangun kembali tanpa gangguan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari Al Jazeera, Trump pertama kali mengemukakan gagasan itu pada Minggu, 26 Januari 2025. Ia kemudian mengulangi pernyataan tersebut pada Senin, 27 Januari, saat ia menanggapi pertanyaan tentang apakah penduduk Gaza yang tersisa akan mengungsi dalam jangka pendek atau panjang.

Trump menegaskan kembali bahwa ia ingin membuat warga Palestina dari Gaza tinggal di daerah tempat mereka dapat hidup tanpa gangguan, revolusi, dan kekerasan. Namun, ide ini langsung ditanggapi dengan penolakan keras dari banyak pihak, baik negara-negara tetangga maupun organisasi internasional.

Relokasi ke Negara Mana?

Usulan relokasi ini mengarah pada dua negara utama sebagai tujuan pemindahan warga Gaza, yaitu Mesir dan Yordania. Namun, kedua negara ini dengan tegas menolak tawaran tersebut.

Presiden Mesir, Abdel Fattah el-Sisi, menyatakan bahwa Mesir tidak akan menerima pemindahan warga Palestina dari Gaza karena dampak buruk terhadap stabilitas dan keamanan nasional Mesir. Sisi menegaskan bahwa Mesir tidak akan terlibat dalam perpindahan paksa ini, yang ia anggap sebagai ketidakadilan terhadap rakyat Palestina.

Demikian pula Yordania menolak rencana tersebut. Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menegaskan bahwa negara mereka memiliki sikap yang teguh dalam menentang pemindahan paksa warga Gaza.

Dilansir dari The Guardian, populasi Gaza sebelum serangan Oktober 2023 adalah 2,3 juta jiwa. Yordania yang sudah menampung lebih dari 2,7 juta pengungsi Palestina, menegaskan pentingnya bagi rakyat Palestina untuk tetap tinggal di tanah mereka sendiri. Penolakan ini menambah panjang daftar negara yang menentang gagasan Trump tentang relokasi warga Gaza.

Selain Mesir dan Yordania, banyak negara lain, termasuk negara-negara Uni Eropa, juga mengkritik keras usulan ini. Mereka menganggap bahwa pemindahan paksa warga Palestina berpotensi menyebabkan pembersihan etnis, yang jelas melanggar hukum internasional.

Perkembangan Terbaru

Usulan Trump ini mendapat tanggapan negatif dari berbagai pihak, terutama dari kalangan Palestina. Pemimpin Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas, secara tegas menolak setiap upaya untuk memindahkan warga Gaza ke negara lain, dengan menyebutnya sebagai bentuk ketidakadilan.

Hamas yang menguasai Gaza juga menentang keras rencana tersebut, dengan menegaskan bahwa mereka akan menggagalkan upaya tersebut dan memastikan bahwa rakyat Gaza tetap tinggal di tanah mereka.

PBB pun memberikan respons yang sangat tegas terhadap usulan ini. Juru bicara PBB, Stephane Dujarri, menyatakan bahwa PBB menentang keras setiap rencana yang mengarah pada pemindahan paksa warga Palestina.

“Kami akan menentang rencana apa pun yang akan menyebabkan pemindahan paksa penduduk, atau yang akan menyebabkan pembersihan etnis apa pun,” kata Dujarri.

Pihak yang Mendukung

Meskipun banyak pihak menentang, beberapa politisi kanan Israel, seperti Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir, mendukung ide Trump. Mereka melihat pemindahan warga Gaza sebagai cara untuk mengamankan wilayah tersebut dan menggantikan warga Palestina dengan pemukim Israel. Mereka bahkan mengklaim bahwa mereka sedang merancang rencana operasional untuk mewujudkan ide ini.

Namun, banyak kalangan yang menegaskan bahwa rencana ini adalah bentuk pembersihan etnis dan jelas bertentangan dengan hukum internasional. Pemindahan paksa warga Gaza, baik sementara maupun permanen, akan melanggar Konvensi Jenewa yang melarang perpindahan paksa penduduk dalam situasi perang.

Isu ini tetap menjadi sorotan utama dalam pembahasan mengenai masa depan Gaza. Banyak pihak yang menyuarakan bahwa solusi yang lebih adil dan berkelanjutan adalah dengan memberikan hak kepada rakyat Palestina untuk menentukan nasib mereka sendiri dan membangun kembali Gaza di tangan mereka.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus