SEBELAS meriam serentak menggelegar untuk Yasser Arafat. Pemim
pin PLO itu berdiri di geladak kapal AtIantis, siap meninggalkan
Beirut basis perjuangannya selama 12 tahun. Beberapa truk
tentara Prancis sebelumnya mengawal keberangkatan Arafat ke
pelabuhan, sementara para pendukungnya terutama dari pasukan
golongan kiri Libanon mengelu-elukan sepanjang jalan. Mereka
berseru, "Revolusi sampai menang!"
Atlantis membawa Arafat ke Athena, Yunani. Di sana ia disambut
hangat oleh PM Andreas Papandreaou. Kemudian (3 September),
Arafat tiba di Tunis, langsung diterima dalam pelukan Presiden
Habib Bourguiba. Kota Tunis direncanakan sebagai basis
perjuangan PLO yang baru dan Hotel Salwa mungkin menjadi markas
Arafat untuk sementara.
Rombongan PLO terakhir yang keluar dari Beirut berangkat (1
September) dengan kapal Mediterranean Sun menuju Tartus, Suriah.
Dengan ini diperkirakan sudah 15.000 pejuang PLO, PLA dan
tentara Suriah meninggalkan Beirut, 2 hari lebih cepat dari
jadwal yang dirancang Philip Habib. Segera kemudian, Presiden AS
Ronald Reagan membacakan pidato prakarsa perdamaian, terdiri
atas 9 butir yang isinya dinilai kontroversial, khususnya bagi
Israel. Intinya:
þ otonomi penuh bagi penduduk Palestina di Tepi Barat dan Jalut
Gaza.
þ pemilihan umum untuk membentuk pemerintahan sendiri Palestina,
agar terbukti kemampuan bangsa itu mengatur diri sendiri.
þ penghentian pemukiman baru Israel di kedua wilayah tersebut.
þ pengalihan kekuasaan domestik Israel secara tertib dan damai
kepada penduduk Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pemindahan kekuasaan itu tidak boleh mengganggu syarat-syarat
keamanan bagi Israel.
þ AS tidak akan mendukung pembentukan negara Palestina merdeka di
kawasan itu, juga tidak mendukung aneksasi oleh Israel di
kawasan yang sama.
þ AS berteguh dalam prinsip perlu adanya pemerintahan sendiri
bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam kaitan
dengan Yordania ini menciptakan peluang paling baik ke arah
terwujudnya perdamaian di Timur Tengah.
þ konflik Arab-Israel hendaknya diselesaikan lewat perundingan,
termasuk di sini pertukaran wilayah, yang akan dibahas oleh
Yordania dan Israel.
þ kota Yerusalem, harus satu, tidak terpecah-pecah status
akhirnya ditentukan lewat perundingan.
þ dukungan AS terhadap keamanan Israel tetap, tidak berubah.
Rencana perdamaian Reagan itu bukan saja mengejutkan, tapi juga
menimbulkan amarah di kalangan pengambil keputusan di Israel.
Hingga kabinet PM Menachem Begin pekan lalu menolak semua usul
Reagan karena dianggap amat berbahaya bagi Israel. Lebih dari
itu dipastikan Israel tidak akan berunding dengan pihak mana
pun. Sekretaris kabinet, Dan Meridor, menegaskan bahwa rencana
Reagan itu ditolak dengan suara bulat. Pernyataan resmi Israel
itu juga membahas usul Reagan satu persatu dengan kesimpulan:
semua bertentangan dengan persetujuan Camp David (1978),
satu-satunya sarana perdamaian yang diakui Israel.
Pemukiman akan diteruskannya. Otonoml ditafsirkan Israel hanya
berlaku atas penduduk bukan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pengkaitan wilayah itu dengan Yordania dianggap menyerahkannya
pada pemerintahan Palestina. Bahwa Palestina harus mengurus
keamanannya sendiri, oleh Israel ditafsirkan penyerahan Tepi
Barat pada PLO dan ini tak lain berarti "pertumpahan darah ."
PM Begin konon telah menulis surat balasan kepada Presiden
Reagan, sementara para pejabat tinggi Israel menyesalkan sikap
Amerika yang "sama sekali tidak berusaha menghubungi kami lebih
dahulu, sebelum rencana itu diumumkan." Ditandaskan pula bahwa
pemukiman Tepi Barat akan tetap diteruskan oleh Israel karena
itu "hak kami." Dalam waktu dekat justru akan dibuka 3 pos
pemukiman baru di sana.
Menghadapi tangkisan keras Israel, Menharl AS Casper Weinberger
menyatakan bahwa Presiden Reagan tidak akan mudah mengubah
usulnya yang sudah dipersiapkan dengan matang dan seksama. "Saya
tahu Presiden tidak berada pada posisi menyenangkan," kata
Weinberger lagi sehabis pembicaraan dengan Menlu Israel Yitzhak
Shamir.
Mesir ternyata menyambut baik "aspek positif" dalam rencana
perdamaian Reagan yang dikatakan dapat menciptakan momentum ke
arah proses perdamaian. Begitu keputusan kabinet, menyusul
perundingan antara Presiden Husni Mubarak dan Menhan Casper
Weinberger di Kairo. Sebelumnya dari Amman (Yordania) diperoleh
sambutan yang sama dengan catatan: rencana Reagan akan dibahas
dan dirundingkan lebih dahulu dengan Yasser Arafat. Sedangkan
Menlu AS Shultz menyatakan bahwa Raja Hussein dari Yordania
belum memberi kepastian untuk terlibat aktif dalam rencana itu.
Sumber lain berpendapat, Hussein tidak akan bertindak tanpa
dukungan negara-negara Arab.
Arab Saudi dikabarkan sedang mempelajari rencana yang sama,
sementara Tunisia menilainya "selangkah lebih maju". Suriah
menilainya sebagai "permainan baru yang menyesatkan" dan Uni
Soviet menudingnya sebagai "bagian dari rencana lebih besar
untuk memantapkan pengaruh AS di kawasan itu." Sementara itu
Menlu PLO Farouk Kaddoumi berkomentar, "Rencana itu tidak buruk
benar."
Tidak kurang menarik adalah pengumpulan pendapat umum yang
dilakukan koran Jerusalem Post dengan hasil: 40% warga Israel
setuju melepaskan wilayah Tepi Barat. Bersamaan dengan itu,
pemimpin oposisi Shimon Peres memuji usul Reagan, bahkan sedia
berkampanye menentang Begin demi suksesnya rencana perdamaian
itu.
KTT Liga Arab yang dibuka awal pekan ini di Fez, Maroko, dalam
agendanya mencantumkan rencana perdamaian Reagan paling atas,
menyusul rencana perdamaian Fahd, Raja Hassan II dari Maroko dan
Presiden Tunisia Habib Bourguiba. Dari 22 negara anggotanya,
Irak dan Libya tidak hadir, sedangkan Libanon mengirim delegasi
tingkat menteri, berhubung Presiden terpilih Bashir Gamayel baru
akan dilantik 23 September. Seorang pejabat tinggi AS
mengharapkan KTT yang juga dihadiri wakil PLO itu dapat
memberikan dukungan pada Yordania untuk ikut berperan dalam
proses perdamaian.
Sementara itu utusan khusus AS Philip Habib beristirahat di
Prancis sebelum kembali sibuk membicarakan detil yang menyangkut
Libanon. Yang tidak kurang pentingnya, ia menerima Medali
Kemerdekaan, satu penghargaan tertinggi Pemerintah AS yang
diberikan pada penduduk sipil.
DI Beirut pekan lalu terjadi bentrokan kecil-kecilan antara
golongan Islam- Kristen sesudah polisi berusaha menguasai
daerah bekas pendudukan PLO. PM Shafik Wazzan menandaskan
pembatasan persenjataan ketat di Beirut Barat dan Beirut Timur.
Sebelum itu tentara Libanon sudah melarang pasukan sukarela
Islam ataupun pasukan Kristen membawa atau menembakkan senjata,
mengenakan seragam militer, memasang rintangan jalan ataupun
menulis slogan-slogan.
Justru dalam peningkatan keamanan di Beirut itu, seorang kolonel
Prancis mati tertembak peluru sniper ketika ia memeriksa sebuah
gedung PBB. Hari Jumat itu juga, PM Begin dikabarkan telah
mengadakan pertemuan rahasia dengan Bashir Gemayel. Pada
kesempatan itu, menurut Radio Israel, Begin mengkritik Gemayel
yang tidak bersedia meresmikan hubungan persahabatan dengan
Israel.
Kantor Gemayel membatah keras berita dari Israel ini tanpa
keterangan terperinci. Sementara Suriah menunjukkan gelagat
tidak senang akan pendekatan Israel-Gemayel. Bentrokan keras
antara pasukan Israel dan Suriah di Libanon diduga bisa saja
terjadi sewaktu-waktu, meski korban jiwa di kedua pihak akan
besar sekali. Sebegitu jauh nampaknya Israel berusaha menahan
diri, sampai serah terima jabatan Presiden baru berlangsung (23
September) di Libanon.
Presiden terpilih Gemayel akan mengalami posisi penting dan
genting selama 6 tahun masa jabatannya. Dan Israel sejak pagi
sekali sudah berusaha memanfaatkan posisi Gemayel untuk
memantapkan posisi mereka sendiri di kawasan yang rawan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini