Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BADAN Pemeriksa Keuangan akhirnya menyematkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan DKI Jakarta tahun 2017 pada Mei lalu. Persoalan aset Jakarta senilai Rp 10 triliun yang selalu mengganjal beres sudah. Kisruh pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras dan Cengkareng tak lagi menjadi halangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di bawah Gubernur Anies Baswedan, DKI memilih membatalkan transaksi senilai Rp 755 miliar pada 2014 itu karena dianggap oleh BPK terlalu mahal Rp 191 miliar. Meski Yayasan Sumber Waras belum mengembalikan uangnya dan pembatalan belum diproses secara hukum, BPK mencatat pembatalan itu sebagai amal baik dalam audit sehingga terbit status WTP.
"Kami bekerja sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan," kata pelaksana tugas Kepala Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Provinsi DKI Jakarta, Aryo Seto Bomantari, pada Kamis pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengapa Sumber Waras tak menjadi temuan audit 2017?
Kami hanya melihat dari sisi kepatuhan. Di era Gubernur Djarot Saiful Hidayat, DKI menagih kelebihan pembayaran itu sesuai dengan perhitungan kami, tapi Sumber Waras menolak bayar.
Artinya, di audit 2017 tak menjadi masalah meski uangnya belum kembali?
Itu di luar urusan akuntansi. Bagi kami, yang utama adalah pengungkapan dan pelaporannya benar.
Jadi ini yang membedakan predikat WDP dan WTP?
Pelaporan aset merupakan salah satu faktor yang menjadi persoalan dalam empat tahun itu, 20132016.
Apa saja kriteria WTP?
Tidak ada masalah sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan yang material, tidak ada pembatasan lingkup yang material, tidak ada sesuatu yang membatasi pemeriksaan. Kalau semua itu tidak ada, maka WTP. Dasar aturannya ada di UndangUndang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara.
Jadi gampang dong mendapatkan WTP?
Sulit. Banyak yang gagal.
Kenapa pada 2013-2016 DKI selalu mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian (WDP)?
Pada periode itu kami menemukan banyak kejanggalan. Misalnya soal kelengkapan daftar inventaris barang. Padahal ini penting bagi kami selaku auditor. Kalau informasi, barang, dan lokasinya tidak jelas, bagaimana kami bisa menguji keberadaannya?
Berarti persoalan aset itu tuntas di zaman Anies?
Memang masih ada beberapa persoalan, tapi nilainya tidak lagi sesuai dengan materialitas audit. Bagi kami, hal itu tidak bermasalah. Pada 2017, DKI sudah memperbaiki sistem pelaporan sesuai dengan rekomendasi kami. Upaya mereka luar biasa. Daftar inventaris aset saat ini bahkan bisa kita telusuri lewat foto udara.
BPK menyatakan masalah aset ini tidak mempengaruhi WTP. Apa maksudnya?
Kami ingin memberi perhatian lebih kepada kepenatausahaan yang tetap. Terhadap permasalahan yang ada, itu semua harus diperbaiki. Kalau tidak, bisa jadi bola salju lagi.
Padahal banyak aset yang masih bermasalah, seperti tanah Cengkareng....
Tanah Cengkareng muncul karena dicatat di dua satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dari situ saja sudah salah. Tapi, pada 2017, DKI memperbaiki laporan dengan mereklasifikasi aset tersebut ke dalam aset lainlain.
Di Cengkareng masih ada konflik dengan orang yang mengaku pemilik di pengadilan....
Mereka juga mengungkapkan itu dalam laporan keuangan. Proses hukum tak kami pertimbangkan dalam audit. Hasilnya nanti kami pantau.
Kami menemukan masih banyak aset bermasalah, dokumennya tidak asli, dan lainlain. BPK menemukan juga?
Kami melihat dokumen yang menjadi dasar pencatatan. Tentu saja sesuai dengan sampel yang kami temukan. Jika ragu, kami konfirmasi kepada lembaga yang bersangkutan.
Jadi audit tidak memeriksa semua aset?
Dalam petunjuk teknis dan pelaksanaan audit, ada mekanismenya. Sampel dibuat untuk obyek yang paling berisiko. Jadi kami memotret obyek tertentu. Mana yang paling berisiko, itulah yang kami dalami. Termasuk asetaset bermasalah. Jadi tidak diberondong semua, nanti pelurunya habis.
Apa kriteria sampel?
Nilai aset yang besar atau nilai kecil tapi bermasalah. Ada macammacam pertimbangan.
Penentuannya bagaimana?
Sukasuka kami. Kami bebas menentukan sampel yang kami anggap tepat.
Apakah pemerintah melobi selama proses audit?
Tidak ada. Pemerintah DKI kami undang untuk pembahasan, terutama SKPD terkait. Penjelasan mereka kami gali. Kami berdiskusi untuk mengklarifikasi apakah kondisi yang ada sesuai dengan apa yang dilaporkan. Obyek lingkup audit DKI ini sangat besar. Kami mengerahkan ratusan orang yang bekerja dalam tim. Mereka bekerja dua bulan di lapangan dan menyusun laporan. Setiap laporan dikaji ulang oleh jenjang yang lebih tinggi, dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, hingga pembentukan opininya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo