Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Banyak Cara Merebus Infus

Metode overkill bukan satu-satunya teknik membuat infus steril. Cara yang lain juga aman.

23 April 2007 | 00.00 WIB

Banyak Cara Merebus Infus
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Husniah Rubiana Thamrin Akib, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, tampak lelah ketika keluar dari ruang rapat parlemen pada Senin di awal Maret itu. Sepanjang siang ia bagai disidang di sebuah ruang pengadilan oleh anggota Komisi Kesehatan DPR RI. Tuduhan parlemen kepadanya lumayan berat: membiarkan infus Otsuka beredar di pasar.

Menurut komisi ini, infus Otsuka seharusnya diapkir, karena metode sterilisasinya tak sesuai standar yang dianggap aman. Standar itu adalah pemanasan pada suhu 121 derajat Celsius, dengan jangka waktu pemanasan selama 15 menit. Nama metodenya overkill (lewat musnah). Kesucian cairan infus Otsuka dari kuman pun diragukan, bahkan dianggap membahayakan penggunanya.

Rudy Mantik, penasihat pada penyusunan kitab obat (farmakope) Indonesia, menolak mentah-mentah sinyalemen Komisi IX tersebut. Menurut dia, infus bisa disterilisasi dengan aneka cara, ”Yang pen-ting hasil akhirnya sesuai Sterility Assurance Level (SAL),” ujarnya.

Sterility Assurance Level adalah besaran untuk menyatakan peluang adanya satu mikroorganisme hidup dalam suatu unit produk, setelah produk tersebut disterilisasi. Untuk produk infus dan obat-obatan yang disuntikkan ke dalam tubuh, besarnya tidak boleh lebih dari 10 pangkat minus enam. ”Sederhana-nya, pada level ini tidak ada lagi mikroba yang bisa hidup dalam produk tersebut,” ujar Pratiwi Sudarmono, dokter dan ahli mikrobiologi, yang pernah menjadi kandidat austronot ini.

Mengacu pada SAL inilah sebuah produk obat, termasuk infus, disterilisasi. Adapun cara produk itu disucikuman disesuaikan dengan daya tahan jenis bahan baku dan kemasannya. Untuk obat yang dibuat dari senyawa yang tahan panas dan dikemas dengan bahan tahan suhu tinggi umumnya disetrilkan dengan metode overkill. Mikroba paling kebal panas sekalipun akan musnah dengan metode tersebut.

Jika bahan atau kemasan obat tidak tahan panas, sterilisasi dilakukan memakai pendekatan bioburden. Suhu sterilisasi pada metode ini disesuaikan dengan daya tahan panas bahan baku dan kemasannya. Agar sterilitasnya memenuhi nilai SAL, waktu pemanasan diperpanjang. ”Ada rumusnya. Pada intinya, makin tinggi suhu sterilisasi, semakin sedikit wak-tu yang diperlukan. Dan sebaliknya,” ujar Pratiwi.

Jika overkill mematikan mikroba pada akhir pro-ses, pada metode bioburden jumlah mikroba hidup diminimalisasi di sepanjang proses pembuatan obat. Pada setiap tahap produksi, ada ambang jumlah mikroba yang tidak boleh dilewati. Jika batas itu dilanggar, produksi obat dibatalkan.

Pengendalian jumlah mikroba wajib dilakukan pada bioburden. Karena, SAL tak mungkin diperoleh hanya dengan memperpanjang waktu pemanasan. Misalnya, ketika suhu dikonversi dari 121 derajat Celsius ke 102 derajat Celsius, waktu yang diperlukan memanjang dari 15 menit menjadi 400 jam.

Namun, dengan mengendalikan jumlah mikroba sejak awal dan dilakukan di setiap jenjang produksi, sterilisasi infus pada suhu 102 derajat Celsius cukup memerlukan waktu selama 45 menit. Inilah metode bioburden yang dilakukan Otsuka sebelum beralih pada pemanasan 112 derajat Celsius selama 65 menit.

Pada Farmakope Indonesia yang terbit 1995, aturan main ini juga telah dibeber dengan jelas. Kitab obat ini tak menyebutkan bahwa overkill merupakan satu-satunya cara dalam sterilisasi infus. Pemanasan dengan suhu yang lebih rendah dizinkan, asalkan waktu pemanasannya diperpanjang dan memenuhi standar sterilisasi.

Idem ditto dengan petunjuk pembuatan obat terbitan WHO, yang oleh Ribka Tjiptaning, Ketua Komisi Kesehatan DPR, disebut sebagai sumber rujukan permintaan komisinya. ”Metode yang digunakan Otsuka sudah sesuai standar WHO,” kata Stefanus Indrayana, pejabat WHO di Jakarta.

Memang ada juga lembaga yang menyatakan bahwa overkill merupakan metode sterilisasi yang terbaik untuk produk infus, kecuali untuk bahan yang tidak tahan terhadap cara ini, misalnya, protein. Salah satunya adalah badan yang bertugas meng-evaluasi produk-produk medis Eropa (EMEA).

Namun, badan yangmenjadi rujukan pabrik obat di Eropa itu tidak menyangsikan sterilitas produk yang disuci-hama dengan metode di luar overkill. Lantas mengapa Komisi Kesehatan begitu yakin bahwa cuma overkill yang steril?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus