Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Dana Ada, Tangan Tak Sampai

Banyak buruh tak mengenal program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta Jamsostek. Sosialisasinya tak sampai ke lapisan bawah.

18 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lima belas lembar uang plastik itu seperti menyiramkan embun di wajah Saenan yang terbakar oleh panas dan keringat; seulas senyum semringah mendadak terkembang di bibirnya. ?Alhamdulillah, setelah lama berjuang, akhirnya dapat juga,? ujarnya. Berulang-ulang menghitung 15 lembar duit bernilai nominal Rp 100 ribu itu, Saenan sesekali mengipasi tubuhnya yang gerah dengan lembaran berharga itu. Saenan, 22 tahun, adalah buruh pabrik furnitur di Bekasi, Jawa Barat. Uang Rp 1,5 juta yang ia terima pada pekan lalu adalah tunjangan hari tua dari PT Jamsostek?ini singkatan dari Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Satu setengah juta rupiah bukan jumlah yang banyak untuk kehidupan kota yang serba mahal. Toh, ekonomi keluarga Saenan yang sudah berbulan-bulan melorot ke titik nadir agak bernapas sedikit dengan tibanya uang itu. Sudah enam bulan, sejak perusahaan furnitur tempatnya bekerja bangkrut, Saenan tak lagi berupah. Ada sedikit celengan?hasil kerja lima tahun. Tapi uang itu habis dalam waktu singkat untuk ongkos makan keluarga berikut ongkos berunjuk rasa memperjuangkan haknya bersama 650 rekannya?sesama buruh. Apalagi, uang itu masih harus ia sisihkan sebagian sebagai modal usaha: ?Daripada lama nunggu pesangon, lebih baik berdagang,? ujarnya kepada Tempo.

Sembari meladeni percakapan dengan Tempo, Saenan sesekali tercenung dengan pandangan kosong. Keriangannya tiba-tiba lenyap tak berbekas. Ada apa? Rupanya, Saenan memikirkan masa-masa ke depan; puasa sudah tiba dan Lebaran tiba sebentar lagi. ?Apa duit segini cukup untuk berusaha di zaman yang serba mahal?? warga Tambun, Bekasi, itu bertanya. Dalam hitungan Saenan, berjualan kaki lima butuh modal minimal Rp 2 juta. ?Kalau enggak, malah bangkrut.? Maka, Tempo menyarankannya memanfaatkan dana bantuan keuangan pemutusan hubungan kerja (BKPHK) dari program Dana Peningkatan Kesejahteraan Peserta (DPKP) Jamsostek.

Eh, Saenan bengong mendengarnya. Rupanya, DPKP dan BKPHK adalah istilah baru bagi buruh kasar yang telah tiga tahun menjadi anggota Jamsostek itu. ?Emangnya ada program yang kayak begituan (DPKP)?? Selama ini dia hanya tahu bahwa Jamsostek adalah lembaga yang memotong Rp 12.500 dari upah bulanannya sebesar Rp 720 ribu. Potongan tersebut merupakan jaminan sosial untuk kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, dan tunjangan hari tua. ?Bantuan keuangan buat korban PHK dan DPKP lain mah gua baru denger,? kata Saenan dengan logat Betawi yang medok.

Tertarik pada usul itu, dia mencari tahu syarat-syarat program BKPHK. Beberapa hari kemudian, ketika ia dihubungi kembali oleh wartawan mingguan ini, Saelan mengaku ogah mengurusnya. Lho kok? Menurut Saenan, dia puyeng dengan prosedur yang dianggapnya berbelit. Misalnya, harus membawa surat bukti keputusan panitia perselisihan perburuhan daerah atau rekomendasi dari Departemen Tenaga Kerja. Pengajuannya pun secara kolektif melalui kantor Departemen Tenaga Kerja setempat kepada kantor cabang PT Jamsostek. ?Jumlah bantuan juga amat kecil, cuma Rp 350 ribu,? kata Saenan. Jadi, dia memutuskan, daripada capek, ?Mendingan batal aja dah.?

Saenan bukan satu-satunya peserta Jamsostek yang buta mengenai program DPKP. Sebagian besar buruh yang ditanya Tempo juga mengaku tak mengetahui bahwa Jamsostek memiliki program mulia itu. ?Saya baru tahu Jamsostek punya program DPKP,? kata Mochamad Irawan, karyawan satu perusahaan terkenal di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat. Yang dia tahu tentang Jamsostek adalah: ?Tiap tahun dapat selembar surat pemberitahuan saldo dana Jamsostek.?

Dari Karawang, Ketua Koperasi Karyawan PT Indoliberty Textiles, Didin Komaruddin, juga mengaku belum mengenal program DPKP. ?Saya yang setingkat supervisor saja tak tahu ada program itu? kata Didin. Dia yakin Jamsostek telah melakukan sosialisasi DPKP, cuma tak merembes sampai ke tingkat bawah. ?Anggota koperasi karyawan di sini anggota Jamsostek, tapi enggak tahu ada program DPKP,? Didin melanjutkan.

Buktinya, sudah enam tahun berdiri, koperasi karyawan dengan jumlah pekerja mencapai 550 orang itu terseok-seok mencari modal usaha. Setelah pontang-panting meyakinkan sejumlah manajer bank, akhirnya mereka mendapat bantuan kredit dari Bank Bukopin cabang Karawang pada 2004. ?Kredit mengucur setelah seorang dibantu seorang teman di Bukopin pusat,? ujarnya.

Didin tambah kaget bahwa di dalam DPKP Jamsostek terdapat program dana pinjaman koperasi karyawan (PKK). Kalau benar Jamsostek memiliki dana itu, menurut Didin, sudah lama koperasinya mengajukan pinjaman ke Jamsostek. Apalagi suku bunga pinjaman koperasi karyawan lewat Jamsostek lebih menggiurkan, yakni 3 persen per tahun dan flat. Sedangkan di Bank Bukopin, bunganya mencapai 0,7 persen per bulan atau 8,4 persen per tahun. ?Dalam waktu dekat, kami akan mengajukan proposal ke Jamsostek,? kata Didin.

Meski fasilitas itu amat menggoda, Didin mengaku pesimistis bila mengurusnya di tingkat cabang. ?Khawatir dilempar dari satu tangan ke tangan yang lain,? dia memberi alasan. Jadi, dia bertekad mengajukan pinjaman langsung ke kantor pusat Jamsostek di Jakarta. Niat Didin agaknya bakal kandas bila menilik penjelasan Kepala Biro DPKP Jamsostek, Bambang Darmawan. Menurut Bambang, setiap koperasi karyawan diharapkan tak mengajukan pinjaman DPKP ke kantor pusat.

Pasalnya, otoritas penyaluran DPKP sebagian besar didesentralisasi ke wilayah dan cabang. ?Kebijakannya di cabang, enggak perlu ke sini (pusat),? kata Bambang. Dia mencontohkan banyak koperasi karyawan yang telah dibantu. Dan menurut Bambang, ?Mereka berkembang baik.? Kepala Biro itu juga menyatakan, banyak korban PHK telah menerima santunan dari DPKP. Bambang menunjuk contoh: ?Seperti karyawan PT Dirgantara.? Dalam hitungan Bambang, DPKP Jamsostek kini memiliki dana Rp 500 miliar?sekitar Rp 250 miliar dalam bentuk uang segar. Selain untuk koperasi karyawan serta BKPHK, dana ini akan disediakan untuk program kemitraan, bantuan beasiswa, dan pinjaman uang muka perumahan.

Sekretaris Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Bekasi, R. Abdullah, menilai DPKP merupakan salah satu solusi yang baik bagi kesejahteraan pekerja. Namun, dia tak yakin dana tersebut bisa menyentuh para buruh di level bawah. ?Yang menikmati biasanya pada level menengah ke atas,? katanya. Menurut Abdullah, melihat kinerja Jamsostek yang tak optimal sementara ini, dia pesimistis DPKP mencapai sasaran. ?Jangankan DPKP, tunjangan paling mendasar saja seperti kesehatan amat kecil diterima pekerja,? ujarnya.

Dari puluhan juta pekerja di Indonesia, sebagian memang mengetahui dan menikmati program DPKP. ?Namun, jumlahnya amat kecil,? Abdullah melanjutkan. Sebut saja M. Fatta Rizka. Koordinator Sumber Daya Manusia PT Palyja itu sudah mendengar program DPKP untuk koperasi karyawan, beasiswa, dan kredit perumahan. Namun, lagi-lagi, anggota Jamsostek itu belum pernah menikmati dana DPKP. ?Kayak tong kosong nyaring bunyinya? ujarnya dengan masygul.

Rasa masygul ini pula yang mendera Rudi Purnomo, pekerja di PT Waskita Karya-Yasa. Rudi, yang ikut menggarap proyek jalan tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang, rupanya telah mendapat kabar bahwa dana DPKP dibobol segelintir orang yang tak berhak. ?Kabarnya sampai ada yang membobol melalui bank,? kata Rudi kepada Tempo. Kemasygulan pekerja jalan tol ini kian bertambah ketika membaca filosofi DPKP di atas sehelai brosur: ?Menambah kualitas dan kesejahteraan pekerja.?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus