Pengumuman Tender
Yang Seharusnya
Pengumuman tender harus dilakukan secara terbuka seluas-luasnya, agar setiap penerbit bisa menjadi peserta.
Yang Terjadi
Pada periode 1995 sampai 1998, pengumuman tender dilakukan diam-diam oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan, sehingga hanya penerbit "rekan-rekan" yang mengetahuinya. Dua penerbit, Ganeca dan Pustaka Widya Utama, mengaku terlambat memasukkan proposal seleksi karena terlambat mengetahui informasi itu.Barulah periode setelah 1998, pengumuman dilakukan lebih terbuka, bersama datangnya Era Reformasi: pengumuman tender dipasang di sejumlah koran, antara lain Republika dan Suara Karya.Prakualifikasi
Yang Seharusnya
Ada dua persyaratan standar bagi para peserta tender untuk lolos babak prakualifikasi:
Persyaratan Bank Dunia
Punya pengalaman 4 tahun di bidang penerbitan buku-buku pendidikan. Telah menerbitkan minimum 10 judul buku tahun sebelumnya atau 10 buku dalam tahun penawaranPersyaratan Administratif
Menyerahkan contoh buku, proposal, akta notaris, nomor pokok wajib pajak (NPWP), dan SIUP Menyertakan penawaran harga.Yang Terjadi
Tidak ada proses prakualifkasi pada periode 1995-1988. Baru pada periode berikutnya ada prakualifikasi. Namun, pada masa ini pun terjadi sejumlah kejanggalan. Misalnya: Penerbit Multi Adiwiyata (milik Wimpy Ibrahim) menang tender, padahaltidak pernah menerbitkan buku sebelumnya. Wimpy membantah hal ini. Penawaran Harga
Yang Seharusnya
Penawaran harga biasanya diketahui penerbit melalui owner's estimate (OE) milik Depdiknas. OE tiap-tiap buku umumnya sama harganya di toko buku dengan nilai tender per buku sebelumnya.Yang Terjadi
Beberapa pejabat Departemen Pendidikan membocorkan plafon kontrak-yang nilainya lebih rendah dari OE-kepada penerbit kroni, sehingga mereka bisa memasang harga paling rendah untuk memenangi tender.Sejumlah penerbit lain mengaku tertipu karena berpatokan pada OE sebelumnya atau pada harga buku yang beredar di pasaran.Penilaian Materi Buku
Yang Seharusnya
Ini proses terpenting untuk menjamin mutu buku. Penilaian dilakukan oleh Tim Teknis Penilaian terdiri atas tiga orang: pakar disiplin ilmu yang bersangkutan, guru, dan dosen.Proses ini berjalan tertutup guna menghindari kolusi: penilai tidak tahu penerbit mana yang bukunya dinilai dan penerbit tidak tahu bukunya dinilai siapa.Tim penilai menyerahkan komentar dan catatan kepada Depdiknas-tentang penerbit yang lolos ataupun tidak dalam uji materi buku.Yang Terjadi
Ada kebocoran nama-nama tim penilai di kalangan penerbit sehingga terjadi kongkalikong untuk meloloskan buku yang tidak layak.Ada tim penilai yang bekerja serius dan memberikan sejumlah catatan kepada Depdiknas. Tapi, seperti dikeluhkan oleh Syambari Munaf, salah satu anggota Tim Penilai Buku Fisika kepada TEMPO, rekomendasi mereka tidak dihiraukan.Keputusan Pemenang Tender
Yang Seharusnya
Depdiknas dan Bank Dunia menjadi pengawas terakhir jika terjadi penyelewengan dalam proses seleksi.Proses seleksi oleh Pusat Perbukuan dikaji kembali oleh Depdiknas dan Bank Dunia. Depdiknas mengeluarkan surat keputusan (SK) dan Bank Dunia mengeluarkan no objection letter (NOL) untuk penerbit yang lolos.Yang Terjadi
Kekeliruan fatatetap terjadi dalam sejumlah buku, meski telah diotorisasi oleh Depdiknas ataupun Bank Dunia.Data dari Indonesian Corruption Watch menunjukkan, Bank Dunia memang mengeluarkan NOL-tapi tanpa menyebutkan apa saja aspek yang dikaji.Biaya Administrasi
Yang Seharusnya
Dari seluruh nilai proyek, sekitar 5,3% telah disisihkan untuk biaya operasional. Termasuk di situ adalah biaya administrasi sebesar US$ 4,4 juta di pusat dan US$ 10,4 juta di daerah. Depdiknas dan Bank Dunia tak seharusnya mengutip biaya lain lagi dari penerbit.Yang Terjadi
Kepada TEMPO, sejumlah penerbit yang pernah memenangi tender mengaku menyetor dana 10-12% dari nilai tender ke Depdiknas. Rinciannya antara lain: untuk pejabat Depdiknas melalui pimpro (5%), pejabat Pusat Perbukuan (1%), staf Bank Dunia (1%), lain-lain (1%).Rozali Usman dari penerbit Rosda Karya dan Wimpy Ibrahim dari penerbit Multi Adiwiyata disebut-sebut sebagai koordinator pengutipan dana. Uang ditransfer ke sebuah rekening di Bank Niaga Cabang Gajah Mada, Jakarta Pusat. Produksi Buku
Yang Seharusnya
Penerbit bebas menentukan dari perusahaan mana kertas dipakai, asal harganya murah dan memenuhi spesifikasi yang diminta Depdiknas.Yang Terjadi
Sejumlah penerbit mengatakan bahwa Direktur Sarana Pendidikan Depdiknas mengharuskan mereka memakai kertas keluaran PT Pinasti (disebut-sebut sebagai milik kerabat dekat mantan Menteri P&K Wardiman Djojonegoro). Harga kertas di situ lebih tinggi 20% dari harga pasaran.Sumber:
- Investigasi TEMPO
- Investigasi seorang mahasiswa Universitas Indonesia untuk penulisan skripsi.
- Sejumlah dokumen dari ICW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini