Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU jam sebelum kematiannya pada pertengahan Desember 2015, Mulyadi pamit kepada ibunya, Indo Itoing, pergi ke "danau". Membonceng temannya, ia minta beberapa ribu rupiah kepada Indo untuk urunan membeli bensin sepeda motor. Siswa kelas X Sekolah Menengah Kejuruan Geologi Pertambangan Tenggarong, Kalimantan Timur, itu berniat mengerjakan prakarya film dokumenter tentang tambang.
Mengisi waktu sebelum syuting dimulai, Mulyadi dan dua rekannya membuka baju, lalu menceburkan diri ke air. Sejenak mereka berkecipak, berenang ke sana-kemari. Di kolam seluas tiga hektare lebih di Kelurahan Loa Ipuh Darat Kilometer 14, Kutai Kartanegara, itu ketiganya berpencar.
Selepas itu, Mulyadi tak kelihatan lagi di permukaan. Tiga jam kemudian, remaja 15 tahun tersebut ditemukan petugas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah Kutai Kartanegara sudah tak bernyawa di kedalaman 30 meter, tak begitu jauh dari titik terakhir kali dia terlihat. "Jika masih hidup, seharusnya dia kini kelas XI," kata Indo Itoing, mengenang kembali kejadian itu pada Desember 2016.
Menurut Indo, putranya berotak encer. Nilai di sekolahnya bagus-bagus. Putra kedua Indo itu bercita-cita menjadi atlet bola voli, kalau tidak sepak bola. Posturnya memang terhitung tinggi ketimbang anak sebayanya. Di rumahnya, ia pun gemar mengoleksi pernak-pernik sepak bola. Pada hari ia tewas, Mulyadi keluar dari rumah mengenakan jaket Manchester United, klub sepak bola dari Inggris.
"Danau" lokasi Mulyadi tenggelam sesungguhnya bekas lubang tambang batu bara yang tak diuruk lagi, lalu terisi air hujan. Pemiliknya PT Multi Harapan Utama, yang berkantor di Jakarta. Menurut sejumlah warga di sana, void atau lubang bekas tambang itu dibiarkan menganga sejak 2012, setelah PT Multi Harapan Utama tak lagi melakukan penambangan.
Pada hari Mulyadi tewas, kubangan itu dibiarkan tanpa dijaga petugas keamanan. Tak ada pula pagar penghalang dan papan dilarang masuk. Perusahaan baru memasang papan larangan dan pagar sehari kemudian, setelah Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 100/7089/UM-I/XII/2015 tertanggal 18 Desember 2015 perihal penghentian sementara kegiatan produksi batu bara.
Awang membekukan operasi 11 perusahaan tambang batu bara, termasuk PT Multi Harapan Utama, yang bekas tambangnya menyebabkan warga tewas tenggelam. Dalam suratnya, Awang menyebutkan kesebelas perusahaan melanggar aturan karena, antara lain, tidak melakukan "reklamasi" serta "revegetasi"--istilah teknis yang dipakai untuk menyebut pengurukan dan penghijauan kembali. Perusahaan pun dianggap abai karena tidak mengawasi bekas lubang galiannya.
Setahun kemudian, daftar tadi bertambah panjang. Dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, ada 17 perusahaan di Kalimantan Timur yang bekas tambangnya menelan nyawa penduduk. Sepanjang 2011-2016, ke-17 void itu menyebabkan 27 orang tewas. Sebagian besar korban adalah anak-anak dan remaja.
BERDASARKAN data Dinas Pertambangan tahun lalu, ada 1.430 pemegang izin tambang di Kalimantan Timur dengan total luas konsesi 5,134 juta hektare atau 40,3 persen dari luas wilayah Kalimantan Timur yang mencapai 12,737 juta hektare. Izin tambang itu meliputi izin eksplorasi bagi 820 perusahaan dan operasi produksi untuk 610 perusahaan.
Pada 2015, perusahaan mengeruk 237,12 ton batu bara dari perut provinsi itu. Angka tersebut 49,2 persen dari produksi batu bara nasional tahun itu, yang 461,6 juta ton. Produksi diperkirakan terus menurun. Dalam rencana strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, produksi batu bara nasional pada 2019 hanya 400 juta ton.
Menurunnya produksi, antara lain, karena lesunya permintaan dari Cina dan India, dua tujuan ekspor batu bara terbesar. Ini menyebabkan sejumlah perusahaan gulung tikar. Pada 2015, misalnya, ada 125 perusahaan tambang di Kalimantan Timur bangkrut. Di wilayah konsesi, mereka meninggalkan kubangan bekas tambang yang bisa menjadi bom waktu kerusakan lingkungan dan menelan nyawa penduduk.
Ke-17 lubang bekas tambang yang masuk catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sesungguhnya hanya sebagian kecil dari lubang-lubang tambang yang ditinggalkan di sekujur Kalimantan Timur. Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Timur Amrullah, berdasarkan laporan 81 perusahaan kepada instansinya hingga Desember 2016, semuanya ada 314 lubang bekas tambang batu bara.
Temuan Dinas Pertambangan dua kali lipatnya. Hingga Agustus tahun lalu, ada 632 lubang tambang yang telah menjelma menjadi kubangan raksasa. Jumlah itu diperoleh dari pemotretan dari udara lewat satelit Landsat.
Bekas tambang terbanyak tersebar di Kutai Kartanegara, yakni 264 lubang. Di Samarinda ada 164 lubang. Di Kutai Timur ada 86 lubang, Paser 46, Kutai Barat 36, Berau 24, dan Penajam Paser Utara satu lubang.
Angka itu sebenarnya bisa lebih banyak dari yang tercatat. Citra satelit tak bisa menjangkau semua lubang. Sejumlah area konsesi tertutup awan saat dipotret. Selain itu, kata Amrullah, "Masih banyak perusahaan yang belum melaporkan jumlah lubang tambangnya." Dinas Pertambangan juga belum menginspeksi langsung ke lapangan.
DALAM catatan Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur, PT Multi Harapan Utama, yang memiliki konsesi 47.230 hektare, misalnya, meninggalkan 56 lubang yang terserak di Kutai Kartanegara. Jumlah void yang sebenarnya ditengarai jauh lebih banyak. Pada akhir tahun lalu, Tempo menemukan di satu lokasi tambang ada lebih dari satu void, tapi lubang yang tercatat di Dinas Pertambangan hanya satu.
Misalnya, dalam catatan Dinas Pertambangan, di koordinat void nomor 29 terletak, hanya ada satu bekas lubang. Tapi sekitar 200 meter dari titik di Desa Jonggon Jaya, Kutai Kartanegara, ada dua lubang yang telah ditinggalkan. Kedua bekas tambang ini tanpa pagar dan tak ditancapi plang yang menunjukkan nomor void. Menurut Amrullah, lubang yang telah dilaporkan lazimnya diberi petunjuk nomor void.
Sejumlah lubang juga terletak tak jauh dari permukiman. Padahal, menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012, jarak antara tambang dan rumah penduduk harus lebih dari 500 meter. Void nomor 29, misalnya, berjarak sekitar 200 meter. Adapun kolam yang menyebabkan Mulyadi tewas jauhnya sekitar 300 meter dari rumah warga terdekat.
Berdasarkan akta terakhir perusahaan, PT Multi Harapan Utama dimiliki oleh PT Pakarti Putra Sang Fajar dan Private Resources Pty Ltd. Saham PT Pakarti pun tak dimiliki individu, tapi oleh dua perusahaan lain, yakni PT Bhaskara Alam dan PT Riznor Rezwara.
Perusahaan tersebut dihubungkan oleh satu nama: Reza Pribadi. Nama Reza tercatat sebagai komisaris di PT Multi Harapan dan di PT Pakarti. Sedangkan di PT Riznor, dia tertulis sebagai pemilik saham bersama Rizal Risjad. Di perusahaan itu juga Reza menjabat direktur. Posisi serupa dijabat Reza di Private Resources Pty Ltd, perusahaan yang berkantor di Perth, Australia. Reza adalah putra pengusaha Henry Pribadi, pemilik Napan Group.
Tempo telah berupaya meminta konfirmasi ke Presiden Direktur PT Multi Harapan Utama, Boedi Santoso. Tiga kali didatangi ke kantornya di Jalan T.B. Simatupang, Jakarta Selatan, pada Desember dan Januari lalu, Boedi tak bisa ditemui. Seorang perempuan bernama Heni yang mengaku sebagai asisten Boedi mengatakan bosnya tak ada di tempat.
Dua surat permohonan wawancara yang dikirimkan langsung ke kantor perusahaan dan sebuah surat elektronik yang dilayangkan ke alamat yang terpampang di situs web perusahaan juga tidak berbalas.
Contoh lain perusahaan yang bekas tambangnya menelan korban adalah PT Energi Cahaya Industritama dan PT Insani Bara Perkasa. Di bekas tambang PT Energi Cahaya Industritama yang berlokasi di Kelurahan Rawa Makmur, Samarinda, bocah 11 tahun bernama Nadia Zaskia Putri tewas tenggelam pada 8 April 2014.
PT Energi Cahaya Industritama melapor ke Dinas Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur bahwa mereka hanya punya lima void. Tapi, berdasarkan citra satelit, PT Energi Cahaya Industritama diduga meninggalkan 22 lubang. Ditambah dua lubang milik anak perusahaannya, PT Dunia Usaha Maju, yang juga beroperasi di Samarinda, jumlahnya jadi 24 void.
Kepala Teknik Tambang PT Energi Cahaya Industritama, Budi Fachroni, mengakui perusahaannya masih meninggalkan lubang bekas tambang. Tapi, menurut Budi, jumlahnya tak sebanyak itu. Sebelas lubang sudah ditutup dan tiga sedang dalam proses penimbunan. Sedangkan di enam lubang lainnya masih ada aktivitas tambang.
Di perusahaan ini, ada dua pensiunan jenderal polisi bintang dua, yakni Aryanto Sutadi dan Alpiner Sinaga. "Keduanya sebagai direktur utama dan komisaris," kata Budi.
PT Multi Harapan Utama bukan perusahaan dengan bekas tambang terbanyak. Berdasarkan data Dinas Pertambangan, PT Kaltim Prima Coal ditengarai memiliki 71 void di Kabupaten Kutai Timur. Sejauh ini belum ada laporan korban tewas di bekas lubang PT Kaltim Prima Coal.
Tapi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki PT Bumi Resources ini menyatakan hanya memiliki 29 lubang tambang. Menurut General Manager Health, Safety, and Environment PT Kaltim Prima Coal, Imanuel Manege, dari jumlah itu, tinggal 11 lubang yang masih ditambang. Sedangkan di 18 lubang lainnya sudah tak ada penggalian. Delapan di antaranya telah selesai direklamasi. "Kami melakukan penutupan lubang menurut rencana penambangan yang disetujui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara," kata Imanuel.
Sementara semua bekas lubang PT Kaltim Prima Coal ada di bawah satu bendera, lain halnya dengan PT Indo Tambang Raya Megah. Perusahaan ini diduga memiliki 68 void lewat tiga anak perusahaannya, yakni PT Trubaindo (20 lubang), PT Kitadin Embalut (14), dan PT Indomunco Mandiri (34). PT Indo Tambang Raya Megah merupakan anak usaha Banpu Public Company Ltd, perusahaan tambang asal Thailand.
Tri Harjono, Assistant Vice President Corporate Communication and Community Development PT Indo Tambangraya Megah, mengatakan grup usahanya belum menguruk lubang karena tambang-tambang tersebut masih aktif. "Pasti akan ada lubang tambang," kata Tri Harjono. "Namun secara bertahap akan diisi kembali dengan material tanah yang berasal dari pembukaan area tambang berikutnya."
Demikian juga PT Toba Sejahtra, yang 4.999 dari 5.000 lembar sahamnya dimiliki Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. PT Toba Sejahtra tercatat memiliki lima perusahaan tambang di Kalimantan Timur, yakni PT Toba Bara Sejahtra, PT Indomining, PT Kutai Energi, PT Adimitra Baratama Nusantara, dan PT Trisensa Mineral Utama.
Kecuali PT Toba Bara Sejahtra dan PT Indomining, tiga perusahaan lain diduga meninggalkan void yang semuanya berjumlah 15. Rinciannya, PT Kutai Energi 7 lubang, PT Adimitra 5 lubang, dan PT Trisensa 3 lubang.
Luhut membenarkan kepemilikannya di PT Toba Sejahtra. "Saya punya saham, dong. Masak, enggak punya," ujarnya pada Maret lalu. Tapi, kata Luhut, perusahaannya tertib melakukan penutupan lubang setelah tidak lagi menambang. "Kalau perusahaan tidak melakukan reklamasi, enggak mungkin dapat award."
Ada juga penguasaan sejumlah tambang lewat beberapa perusahaan yang tak memiliki afiliasi. Hubungan antarperusahaan terlihat dari orang-orang yang duduk di jajaran direksi.
PT Sinar Kumala Naga, yang ditengarai meninggalkan 15 lubang bekas tambang--tapi hanya melaporkan tiga void ke Dinas Pertambangan--dimiliki oleh keluarga Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari. Ibu Rita, Dayang Kartini, tercatat sebagai pemegang saham terbesar di perusahaan itu sekaligus menjabat komisaris. Ada juga kakak Rita, Silvi Agustina, yang juga menduduki posisi komisaris. Politikus Golkar, Azis Syamsuddin, juga tercatat sebagai komisaris di sana. Dimintai konfirmasi ihwal lubang bekas tambang PT Sinar Kumala Naga, Azis menjawab singkat, "Saya cek dulu."
Dayang Kartini juga tertulis memiliki saham PT Lembu Swana Perkasa, yang memiliki dua lubang tambang tidak aktif, dan PT Beringin Jaya Abadi, yang meninggalkan satu void. Sedangkan Silvi Agustina tercatat sebagai pemilik sekaligus Komisaris Utama PT Alam Jaya Bara, yang menurut Dinas Pertambangan punya tujuh bekas lubang tambang. Semua perusahaan tersebut beroperasi di Kutai Kartanegara.
Tempo meminta konfirmasi kepada perusahaan melalui surat yang dikirimkan ke alamat mereka, tapi tak mendapat tanggapan. Dihubungi lewat nomor telepon dan alamat surat elektronik juga tak direspons.
KEWAJIBAN menguruk dan melakukan penghijauan kembali bekas tambang tercantum dalam Undang-Undang Mineral dan Batu Bara serta dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang. Perusahaan tak bisa berkelit karena rencana reklamasi dan "pascatambang"--istilah baku untuk menyebut pemulihan fungsi lingkungan dan sosial mendekati kondisi sebelum penambangan--harus sudah disiapkan sejak awal, saat mereka mengajukan izin beroperasi.
Meski pelaksanaan reklamasi dan pascatambang masih bertahun-tahun lagi, rencana tersebut harus memuat dengan rinci setiap tahapnya dan mesti disetujui pemerintah. Bersamaan dengan pembuatan rencana tersebut, perusahaan juga wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). "Dokumen pascatambang dan amdal itu menjadi pegangan perusahaan dalam melakukan penambangan dan nanti saat menutup lubang tersebut," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalimantan Timur Riza Indra Riadi.
Menurut aturan, reklamasi dan pascatambang wajib dimulai paling lambat 30 hari setelah tak ada lagi penambangan. Kenyataannya, hingga izin operasi habis, ada perusahaan yang meninggalkan begitu saja bekas tambangnya. Padahal pembayaran jaminan reklamasi dan pascatambang tak menggugurkan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan pemulihan lubang bekas tambang.
Misalnya PT Graha Benua Etam, yang salah satu lubangnya menyebabkan Raihan Saputra, 10 tahun, tewas tenggelam pada 22 Desember 2014. Hingga izinnya habis pada November 2015, perusahaan meninggalkan empat void. Kantornya yang beralamat di Samarinda juga sudah tak ada. Dalam akta, PT Graha Benua Etam dimiliki orang bernama Muslimin dan Muhaimin.
Lain halnya PT Belengkong Mineral Resources, yang memiliki area konsesi di Kutai Barat. Menurut asisten manajer perusahaan tersebut, Thomas Bakker, PT Belengkong meninggalkan delapan bekas tambang. Lubang tak ditutup karena pemilik lahan, yakni warga setempat, meminta lubang tak ditutup karena hendak dimanfaatkan sebagai sumber air dan kolam ikan.
Permohonan perubahan rencana reklamasi itu, kata Thomas, sudah diajukan ke Dinas Pertambangan Kutai Barat dan disetujui. Maka dana jaminan reklamasi yang ditempatkan perusahaan tak dicairkan setelah mereka selesai menambang. "Dana jaminan reklamasi kami tidak ambil karena kami meninggalkan lubang bekas tambang," ujar Thomas.
Dalih seperti itu yang kerap dipakai perusahaan untuk berkelit dari kewajiban menutup lubang. Dengan alasan ada permintaan penduduk agar dijadikan sumber air, misalnya, perusahaan membiarkan lubang bekas tambang tak ditimbun lagi.
Dari penelusuran di Samarinda dan Kutai Kartanegara, beberapa perusahaan hanya memasang pompa dan mendirikan toilet di sejumlah lubang sebagai "bukti" bahwa void itu digunakan oleh penduduk. "Kami takut semua perusahaan akan meninggalkan lubang dengan alasan airnya akan dimanfaatkan warga," kata Riza Indra Riadi.
Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Pengaduan Pengawasan dan Pengenaan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, mengatakan pemerintah daerah tak optimal dalam mengawasi proses reklamasi dan pascatambang, termasuk menagih dana jaminan yang ditunggak perusahaan. Akibatnya, kejadian selalu berulang. "Kami mendorong pemerintah daerah percaya diri menjatuhkan sanksi," ujarnya.
Namun, ketika pemerintah daerah sudah menjatuhkan hukuman, pemerintah pusat yang justru mencabutnya. Misalnya sanksi untuk PT Multi Harapan Utama diminta dibatalkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. "Kepada kami, perusahaan berkomitmen memperbaiki lingkungan," kata Hendrasto, Direktur Teknik dan Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Pada Desember 2016, setahun setelah Mulyadi tewas dan sanksi dicabut atas permintaan pemerintah pusat, lubang-lubang itu masih menganga.
Lingkaran Bandar Emas Hitam
DINAS Pertambangan dan Energi Kalimantan Timur menengarai puluhan perusahaan meninggalkan 632 lubang bekas tambang (void) batu bara di sekujur provinsi itu. Angka ini dua kali lipat dari data yang dilaporkan 81 perusahaan, yakni 314 lubang. Penelusuran Tempo menemukan sejumlah perusahaan memiliki hubungan, dari kepemilikan hingga direkturnya.
PT Multi Harapan Utama
PT Pakarti Putra Sang Fajar
PT Riznor Rezwara (Reza Pribadi, Direktur)
PT Bhaskara Alam
Private Resources Pty Ltd
PT Kaltim Prima Coal
Bhira Investments Limited
Mountain Netherlands Investments B V
PT Bumi Resources TBK
PT Sitrade Coal
PT Indo Tambangraya Megah
PT Kitadin
PT Indominco Mandiri
PT Trubaindo
Banpu Public Company Ltd
PT Gunung Bayan Pratamacoal (Dato Doktor Low Tuck Kwong, Direktur Utama)
PT Firman Ketaun Perkasa (Dato Doktor Low Tuck Kwong, Direktur Utama)
PT Bara Tabang (Dato Doktor Low Tuck Kwong, Direktur Utama; Purnomo Yusgiantoro, Komisaris Utama)
Dato Doktor Low Tuck Kwong
PT Bayan Energy Tbk
PT Bayan Resources
PT Adimitra Baratama Nusantara (Sintong Panjaitan, Komisaris; Hamid Awaluddin,Direktur Utama)
PT Indomining
PT Trisensa Mineral Utama (Suaidi Marasabessy, Direktur)
PT Kutai Energi (Suaidi Marasabessy, Direktur)
PT Toba Bara Sejahtra (Jusman Syafii Djamal, Komisaris Utama)
PT Toba Sejahtra (Jusman Syafii Djamal, Komisaris Utama; Fachrul Razi,Komisaris)
Luhut Pandjaitan
PT Energy Cahaya Industritama (Aryanto Sutadi, Direktur Utama)
PT Dunia Maju (Aryanto Sutadi, Direktur Utama)
PT First Borneo International
PT First Borneo Mining Investama
PT Sinar Kumala Naga (Silvi Agustina, Direktur; Dayang Kartini, Komisaris; Azis Syamsuddin, Komisaris)
PT Lembu Swana Perkasa
PT Beringin Jaya
PT Alam Jaya Bara (Silvi Agustina, Direktur)
Rita Widyasari, Dayang Kartini (Ibu), Silvi Agustina (Kakak)
PT Lanna Harita Indonesia
PT Singlurus Pratama
Pan-United Investment Pte Ltd
PT Harita Mahaka Mining
Lanna Resources Public Co Ltd
Yayasan Keluarga Besar Polri
PT Harita Jayaraya
PT Mahakam Sumber Jaya (Lawrence Barki, Komisaris; Basrief Arief, Komisaris)
PT Santan Batubara (Lawrence Barki, Direktur Utama)
PT Tanito Harum (Lawrence Barki, Direktur Utama)
PT Harum Energy
PT Karunia Bara Perkasa (Lawrence Barki, Direktur Utama)
PT Arzara Baraindo Energitama
PT Kemilau Rindang Abadi
PT Jembayan Muarabara
PT Separi Energy
PT Bukit Baiduri Energi
(Husni Ali, Direktur Utama;
Mathius Salempang,Komisaris)
PT Khotai Makmur Insan Abadi (Husni Ali, Komisaris)
PT Nuansa Cipta Coal Investment
PT MNC Energi
Pemegang Izin Usaha Pertambangan:
Eksplorasi
IUP : 813
P2PKB : 7
Operasi Produksi
IUP : 587
P2PKB : 23
Total luas area konsesi: 5.134.272,51 hektare
Luas wilayah Kalimantan Timur : 12.737.692 hektare
Cadangan batubara : 12,45 miliar ton
Potensi: 42,54 miliar ton
Produksi Batu Bara:
2012 : 226,54 juta ton
2013 : 256,43 juta ton
2014 : 253,35 juta ton
2015 : 237,12 juta ton
Jumlah Lubang Bekas Tambang:
Berau : 24
Kutai Timur : 86
Kutai Barat : 36
Kutai Kertanegara : 264
Samarinda : 175
Penajam Paser Utara : 1
Paser : 46
Total : 632
Lubang-lubang Mematikan
DALAM lima tahun, dari 2011 sampai 2016, sebanyak 17 lubang bekas tambang batu bara di Kalimantan Timur menelan nyawa 27 orang, sebagian besar anak-anak dan remaja. Hampir semua korban tewas tenggelam. Dalam catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, perusahaan tersebut adalah:
PT Kidatin
PT Muliana Jaya
PT Multi Harapan Utama
PT Bukit Baiduri Energi
PT Insani Bara Perkasa
PT Hymco Coal
PT Panca Prima Mining
PT Energi Cahaya Industritama
PT Graha Benua Etam
PT Cahaya Energi Mandiri
PT Lanna Harita Indonesia
PT Transisi Energi Satunama
PT Insani Bara Perkasa
PT Bumi Energi Kaltim
CV Atap Tri Utama
CV Panca Bara Sejahtera
KSU Wijaya Utama
Teks: Anton Septian | Sumber: Dinas Pertambangan Dan Energi Kalimantan Timur, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum Dan HAM
Investigasi
Penanggung jawab: Setri Yasra dan Philipus Parera
Pemimpin proyek: Anton Septian, Tommy Apriando
Penyunting: Setri Yasra, Anton Septian
Penulis: Anton Septian, Tommy Apriando
Penyumbang bahan: Tommy Apriando, Destrianita Kusumastuti, Hussein Abri Yusuf
Periset foto: Ratih Purnama Ningsih
Desain: Djunaedi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo