Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEBUAH sore di akhir Maret lalu. Rumah bercat kuning gading di Jalan Denpasar Jakarta Selatan itu tampak melompong. Sepi, nyaris tanpa kehidupan. Di dalamnya hanya ada seorang sopir, satpam, dan sebuah sedan Mercedes S-240 putih yang mengintip dari celah pintu garasi.
Itulah kediaman Kaharudin Ongko, mantan pemilik Bank Umum Nasional yang tengah terbelit perkara. Tapi si empunya tak ada di rumah. Seorang pedagang rokok yang membuka warung kecil tak jauh dari situ berkisah. Dulu, Ongko memang sering datang ke rumah itu. Lazimnya saat Ongko dan istrinya ada di rumah, anak pemilik warung rokok itu selalu diberi makanan oleh istri Ongko melalui sopir atau pembantunya. Namun sudah beberapa bulan ia mengaku tak melihat lagi keluarga kaya itu. Kata dia, mereka terakhir datang saat merayakan Imlek, Februari lalu. Yang ia dengar dari para pembantu Ongko, tuan mereka "kabarnya lagi ke luar negeri."
Ke luar negeri? Begitulah adanya, kata seorang pengusaha papan atas dan seorang eksekutif di perusahaan Ongko yang minta identitasnya dirahasiakan. Menurut mereka, sekitar seminggu setelah divonis bebas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus BUN, Januari lalu, Ongko sudah tak lagi kelihatan batang hidungnya. Padahal sebelumnya ia masih tiap hari berkantor di PT Ongko Multicorpora, di kompleks ruko miliknya di Blok E 10, Pecenongan, Jakarta. "Tiap kali ditanya, anak Ongko selalu bilang ayahnya lagi ke luar kota," kata salah satu sumber yang lama mengenal Ongko dari dekat.
Pengamatan TEMPO di lapangan juga menunjukkan hasil yang sama. Ongko tua dan Volvo hitam yang selalu setia membawanya kini pergi entah ke mana. Hal serupa diungkapkan seorang pegawai di kantor itu. Menurut dia, sebelum vonis Januari, setiap hari bosnya tak pernah luput masuk kantor. "Sekarang saya tak pernah melihat Pak Ongko lagi," katanya.
Di rumahnya yang lain, di Taman Villa Mas, Jakarta Timur, jejak pengusaha yang berutang Rp 8,34 triliun ke negara ini malah sudah tak berbekas. Lama tak ditinggali, yang ada cuma sampah yang menggunung. Petugas jaga di kompleks mengatakan Ongko tak lagi tinggal di situ. "Sudah lama kosong," ujarnya.
Jika kabar itu benar, kenapa Ongko harus hengkang justru setelah ia divonis bebas? Rupanya ia jeri. Aparat hukum masih kencang mengejarnya di tahap kasasi. Dan jaksa penuntut umum Arnold Angkouw yakin, kali ini terdakwanya tak bakal lolos. Apalagi putusan pengadilan negeri yang membebaskan Ongko telah menuai kecaman dari mana-mana. "Di Mahkamah Agung, dia pasti kena," kata Arnold geram.
Kabar buron itu sejatinya telah diendus aparat. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat sampai pusing dibuatnya. Bukan apa-apa. Soalnya, selain masih menunggak segunung utang ke Republik, Ongko masih resmi dicekal hingga tanggal 26 April depan. Itu pun kemungkinan diperpanjang lagi. Karena itulah, sejak Februari lalu sebuah tim khusus kontan dibentuk. Beranggotakan sembilan jaksa bagian intelijen, kata Kepala Kejaksaan Jakarta Pusat, Salman Maryadi, mereka ditugasi menyisir setiap tempat di mana Ongko biasa terlihat.
Hasilnya memang mencurigakan. Pengintaian di Taman Villa Mas—alamat resmi yang digunakan Ongko dalam berita acara pemeriksaan di kejaksaan—tak berhasil menemukan jejak sang taipan. Sadar kalau buruan mereka sudah lama tak tinggal di situ, mereka mengalihkan operasi ke rumah Ongko yang lain di Jalan Denpasar. Siang malam selama sebulan lebih mereka membuka mata dan telinga. Bahkan sampai menyamar sebagai tamu segala. Tapi para jaksa malah makin kebat-kebit. Sosok Ongko pun tak dipergoki. Demikian juga hasilnya di kantor Ongko di Pecenongan. Nol besar.
Masalahnya ada sejumlah kendala, kata Salman berjuang memberi alasan. Kini operasi mereka amatlah terbatas. Soalnya, sejak Ongko dibebaskan dari dakwaan, jaksa tak lagi punya alasan hukum untuk menggeledah rumah, apalagi memanggilnya secara paksa. Jadi, untuk sementara Salman tak bisa memastikan di mana Ongko berada. "Tak jelas ke mana," ujarnya.
Salman hanya sanggup berharap Ongko tak keluar tapal batas Tanah Air. Ia juga berbesar hati Ongko bakal muncul suka rela jika vonis kasasi turun kelak. Toh, menurut dia, Ongko telah dicekal dan tak bisa lolos melewati meja imigrasi, "kecuali dia menggunakan paspor palsu".
Harapan Salman rupanya ada di awang-awang. Walau sudah dicekal, Ongko ternyata masih memegang paspor asli. Bagaimana bisa?
Slamet Santoso, Kepala Seksi Cegah Tangkal Direktorat Jenderal Imigrasi, mengakui pihaknya gagal mencabut paspor Ongko. Katanya, dia telah melayangkan perintah penarikan paspor setahun lalu. Namun surat malah kembali lagi ke alamat si pengirim karena orang yang dituju tak ada di tempat. Jelas saja. Slamet mengalamatkannya ke Jalan Villa Tanah Mas 42/52 Jakarta Timur, yang digunakan sebagai alamat resmi Ongko tapi sejak lama sudah tak ditinggali. "Pola seperti ini sering dipakai penjahat berdasi seperti Ongko," ujar Slamet masygul.
Salman, Slamet, dan penegak hukum lain memang mesti bersiap diri untuk masygul. Jejak Ongko di Tanah Air makin kabur. Seorang perwira di Badan Intelijen Strategis mengabarkan hasil pemantauannya. Sudah beberapa minggu belakangan ini ia ikut menyisir keberadaan Ongko. Lokasi yang diintai tak hanya di Jakarta. Timnya juga memonitor rumah Ongko di Setia Budi Regency, Jalan Lazuardi Raya, Bandung. Hasilnya sama saja: setelah vonis, Ongko seperti hilang ditelan bumi. Sejak awal tahun, Ongko diketahui hanya sempat sekali menjenguk tempat kediamannya yang nyaman itu. "Padahal biasanya dia selalu pelesir ke sana setiap dua kali seminggu," katanya.
Indikasi paling nyata diungkap pendeta Ongko, Johan Lumoindong. Hubungan Ongko dengan pemimpin jemaat Kelapa Gading Blessing ini amat dekat. Mereka bertemu enam bulan sebelum Ongko dibebaskan pengadilan. Ketika itu Ongko kerap meminta Johan datang berkhotbah dan mendoakannya. Setidaknya, kata Johan kepada TEMPO, empat kali ia diundang Ongko memimpin kebaktian di Hotel Red Top milik sang taipan di Pecenongan.
Suatu waktu, masih kata Pendeta Johan, ia mengundang Ongko untuk menghadiri acara kebaktian kebangkitan rohani. Di situ rencananya Ongko akan mencurahkan kesaksian imannya saat menghadapi perkara yang melilitnya.
Acara dirancang digelar di Grand Ball Room Kelapa Gading Sport, Jakarta Timur, 25 Februari kemarin, dimulai tepat pukul 19.00. Undangan telah disebar, bahkan diiklankan melalui Radio Pelita Kasih. Pengelola radio mengkonfirmasi telah menyiarkan undangan itu. "Memang dulu ada," kata James Atmaja, Kepala Bagian Informasi Radio Pelita Kasih.
Tunggu punya tunggu, Ongko ternyata tak hadir. Namun dua tiga hari kemudian telepon genggam Johan berdering. Tak lain, yang mengontak adalah Ongko. Dan inilah kesaksian Pendeta Johan, "Ternyata Beliau (Ongko—Red.) ada di luar negeri. Dia telanjur meninggalkan Indonesia. Sudah berangkat lebih dulu ke Amerika. Kira-kira seminggu setelah vonis. Mungkin dia merasakan euforia karena selama ini merasa tercekal. Kapan lagi bisa pergi ke tempat anak cucunya di Singapura atau AS. Dia mengucapkan terima kasih kepada saya karena selama ini telah membimbingnya."
Itulah terakhir kali Johan menjalin kontak dengan Ongko. Untuk dicatat, salah satu anak Ongko, Irswanto—kakak Irsanto—memang telah menetap di AS. Di Singapura, menurut seorang direktur BUN dan eksekutif perusahaan Ongko, konglomerat gaek ini pun memiliki sebuah apartemen mahal.
Jadi benar Ongko buron? Atau, paling tidak pernah ke luar negeri meski masih dicekal? Yang jelas, ketika soal ini diributkan media pertengahan Februari lalu, pengacara Ongko, Lucas, telah tegas membantah. Lucas mengatakan, meski mengaku tak tahu pasti ada di mana, kliennya masih berada di Indonesia. "Mungkin di luar kota," katanya seperti dikutip Koran Tempo.
Jadi, janganlah dulu berburuk sangka dengan jawaban Lucas ini. Siapa tahu, setelah berita ini diturunkan, Ongko sontak muncul ke depan khalayak, dan syukur-syukur segera melunasi utangnya ke negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo