Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Malu-malu Mau Kakak Ketua

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko tak berhenti bermanuver untuk merebut Partai Demokrat. Ia disebut-sebut pernah meminta posisi ketua umum kepada Susilo Bambang Yudhoyono setelah tak menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia. Moeldoko pun diduga aktif menggalang dukungan dari pengurus daerah dan kader partai lain. Didukung pasukan pendukung pemerintah di media sosial.

13 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jakarta, Juni 2020. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Moeldoko menemui pengurus Partai Demokrat di rumahnya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

  • Menggunakan pesawat carteran milik pengusaha Haji Isam, Moeldoko hadir di Deli Serdang, Sumatera Utara.

  • Moeldoko disebut pernah meminta posisi ketua umum kepada Susilo Bambang Yudhoyono.

DIGELAR pada Rabu sore, 3 Maret lalu, pertemuan di rumah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Jalan Terusan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, membahas rencana Kongres Luar Biasa Partai Demokrat. Belasan pengurus daerah partai itu mendukung rencana sahibulbait memimpin Demokrat. “Pak Moeldoko menyatakan siap. Dia bilang sudah tahu cara memimpin karena pernah menjadi Panglima TNI,” ujar Rahman Dontili, Ketua Partai Demokrat Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, menceritakan pertemuan yang dihadirinya itu kepada Tempo di sebuah hotel di Jakarta Selatan pada Kamis, 11 Maret lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum menyampaikan kesiapannya, kata Rahman, Moeldoko mendengar keluh-kesah kader Demokrat di daerah. Hadir dalam pertemuan itu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Jhoni Allen Marbun; bekas Wakil Ketua Komisi Pengawas Partai Demokrat, Darmizal; dan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat yang pernah terjerat kasus korupsi, Muhammad Nazaruddin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rahman mengaku ikut mendukung kongres luar biasa karena dijanjikan duit Rp 100 juta. Tiba di Jakarta pada 2 Maret lalu, ia langsung pergi ke apartemen Bellagio Residence, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, markas tim Moeldoko. Di situ, dia menerima pecahan Rp 50 ribu berjumlah Rp 25 juta dalam tas cokelat dari seorang perempuan berinisial MW. Sisanya dijanjikan diserahkan seusai kongres di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Tiba di arena kongres di The Hill Hotel & Resort pada Kamis malam, 4 Maret lalu, Rahman melihat ratusan orang berkerumun, tapi tak ada satu pun peserta yang ia kenal. Sebelas tahun bergabung dengan Partai Demokrat, ia mengklaim bisa mengenali wajah pengurus dari daerah lain. Kejanggalan juga dirasakannya setelah memasuki aula pertemuan yang tak memiliki meja registrasi peserta. Saat pemungutan suara, ruangan tak disterilkan dari mereka yang tak punya hak suara. Siapa pun bisa keluar-masuk saat Jhoni Allen memimpin sidang.

Moeldoko menyampaikan pidato perdana saat Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, 5 Maret 2021. ANTARA/Endi Ahmad

Ketua Partai Demokrat Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara, Gerald Piter Runtuthomas, yang hadir dalam kongres itu, juga menceritakan kejanggalan KLB. Menurut Gerald, peserta kongres mendapat tas berlogo Demokrat yang isinya jaket partai berkelir biru, kartu identitas kongres, serta bundelan dokumen berisi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Demokrat. Padahal belum ada pembahasan apa pun di kongres tersebut.

Dibuka sekitar pukul 14.50, kongres luar biasa berjalan hanya sekitar satu jam. Forum itu menetapkan delapan keputusan. Salah satunya mengangkat Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025. Saat pemungutan suara, Jhoni Allen Marbun bergantian meminta pendukung Moeldoko dan Marzuki Alie, mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, berdiri. Dalam sekejap Jhoni menyebut pendukung Moeldoko lebih banyak. “Tak ada penghitungan jumlah suara karena kami segera diminta duduk lagi,” ujar Rahman Dontili.

Melalui sambungan telepon, Moeldoko menyatakan menerima keputusan kongres tersebut. Ia baru tiba di The Hill Hotel sekitar pukul 21.35 WIB. Mengenakan jas biru Demokrat, ia menyatakan menerima keputusan kongres. “KLB ini konstitusional,” ucapnya. Pendukung Moeldoko, Darmizal, mengaku mengirimkan foto hiruk-pikuk KLB kepada Moeldoko malam sebelum kongres digelar. “Saya bilang, ‘Adik-adik sudah menunggu’,” kata Darmizal, yang mengaku kenal dengan Moeldoko sejak berpangkat letnan kolonel.

Pada hari KLB digelar, Moeldoko ditengarai membeli tiket Garuda Indonesia dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, tujuan Kualanamu, Medan. Dalam manifes yang diperoleh Tempo, Moeldoko dijadwalkan pergi bersama seseorang bernama Taufik Ridha dengan nomor penerbangan GA190 tujuan Medan pada 5 Maret, lalu pulang ke Jakarta menumpang pesawat beregistrasi GA183 dua hari kemudian. Tapi mereka tak pernah hadir di pesawat.

Dalam sejumlah pemberitaan, Taufik pernah mewakili Moeldoko dalam deklarasi pencalonan lulusan terbaik Akademi Militer tahun 1981 itu sebagai calon wakil presiden pada 2018. Taufik membantah mengenal Moeldoko dan berencana pergi ke Medan. “Saya tidak check in di Cengkareng hari itu dan tak mewakili Pak Moeldoko dalam acara apa pun,” ujarnya saat dihubungi pada Jumat, 12 Maret lalu.

Moeldoko ternyata pergi ke Deli Serdang menumpang pesawat sewaan dengan nomor lambung N977JH dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Sejumlah situs penerbangan menyebutkan operator pesawat jenis Cessna itu adalah Jhonlin Air Transport—salah satu anak usaha pebisnis batu bara asal Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam. Situs pemantau aktivitas penerbangan, Flightaware.com, mencatat pesawat N977JH terbang ke Medan pada Jumat, 5 Maret, pukul 16.00 WIB dan menempuh perjalanan selama 124 menit.

Keesokan harinya, Moeldoko meninggalkan Medan pukul 06.12 WIB, juga dengan jet sewaan berlambung N977JH. Pemilik Jhonlin Group, Andi Syamsuddin Arsyad, tak merespons permintaan wawancara hingga Sabtu, 13 Maret lalu. Amran Alimuddin, pengacara yang pernah mewakili Jhonlin Group dalam sebuah sengketa pemberitaan pada 2020, mengaku sudah tidak lagi menjadi penasihat hukum perusahaan itu.

Kepada Tempo pada Rabu, 10 Maret lalu, Moeldoko membantah bermanuver untuk merebut posisi Ketua Umum Partai Demokrat dari Agus Harimurti Yudhoyono, putra mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia pun membantah mengeluarkan duit untuk KLB. Ihwal pesawat yang digunakannya, Moeldoko mengklaim hanya menumpang temannya yang mencarter pesawat menuju Medan. “Saya ikut sekalian,” katanya.

•••

PERSINGGUNGAN Moeldoko dengan Partai Demokrat terbentang sejak beberapa tahun lalu. Tiga kader Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan Moeldoko pernah menemui Susilo Bambang Yudhoyono menjelang kongres partai di Surabaya pada Mei 2015. Waktu itu dia masih menjabat Panglima Tentara Nasional Indonesia dan datang dengan mengenakan seragam dinas. Kepada mantan atasannya itu, Moeldoko menyarankan agar Marzuki Alie diberi kesempatan memimpin partai. Yudhoyono disebut-sebut menolak usul tersebut. Ia pun terpilih secara aklamasi dalam kongres itu.

Marzuki mengaku tak mengetahui pertemuan Moeldoko dengan Yudhoyono. Tapi dia membenarkan sempat bercerita kepada Moeldoko tentang kondisi Partai Demokrat saat itu yang ia anggap tak demokratis. “Saya mencari orang-orang yang dipercaya SBY karena ruang komunikasi tertutup,” ujar Marzuki.

Tiga narasumber yang sama bercerita, tak lama setelah purnatugas sebagai Panglima TNI pada 2015, Moeldoko kembali menemui Yudhoyono. Dia ditengarai menjajaki peluang menjadi ketua umum partai, tapi lagi-lagi ditolak Yudhoyono. “Dia membawa berkas-berkas, mungkin curriculum vitae,” kata Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat Andi Alfian Mallarangeng. Namun Moeldoko membantah jika disebut melobi Yudhoyono untuk menjadi ketua umum. “Saya datang setelah pensiun dan hanya meminta arahan,” ucapnya.

Rencana Moeldoko masuk ke Partai Demokrat terus mengapung. Seorang mantan anggota Fraksi Demokrat di DPR mengaku pernah didekati Jhoni Allen Marbun ketika hendak mengundurkan diri dari partai sekitar tiga tahun lalu. Jhoni meminta kader itu membatalkan keputusan keluar dari partai karena Moeldoko akan segera memimpin Demokrat.

Sempat mentok di Demokrat, Moeldoko menemui mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, menjelang Musyawarah Nasional Golkar di Jakarta pada 2019. Ia ditengarai meminta dukungan Kalla agar bisa maju sebagai calon ketua umum. Kalla membenarkan manuver Moeldoko itu. “Pak Moeldoko memang pernah bertanya tentang Golkar dan saya sampaikan syarat menjadi pengurus,” kata mantan wakil presiden itu kepada Tempo.

Ambisi Moeldoko menguasai Demokrat mencuat pada 1 Februari lalu. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan ada pejabat di lingkaran Istana yang berencana mendongkelnya melalui kongres luar biasa. Indikasinya, pejabat itu bertemu dengan para pengurus tingkat kabupaten/kota dan meminta dukungan untuk memimpin Demokrat. Dua hari kemudian, Moeldoko membantah terlibat dalam konflik internal di Demokrat. “Saya cuma ngopi-ngopi,” ujarnya.

Namun seorang pengacara yang mengetahui model rekrutmen Demokrat kubu Deli Serdang mengatakan Moeldoko aktif menghubungi politikus daerah untuk menjadi pengurus Demokrat. Advokat itu mengaku mendapat cerita dari koleganya yang bukan kader Demokrat bahwa Moeldoko pernah menghubungi lewat aplikasi Telegram dan menawarkan menjadi pengurus daerah.

Polisi pun ditengarai terlibat dalam rencana pemenangan Moeldoko. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono, Benny Kabur Harman, menyebutkan pengurus partai di daerah didatangi intelijen polisi dan diminta mendukung hasil kongres di Deli Serdang. Direktur Eksekutif Partai Demokrat Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Linggo Suryono, mengaku ditelepon intelijen kepolisian pada 8 Maret lalu dan ditanyai data pengurus inti. “Tak ada intimidasi, tapi ada apa kok sampai perlu pendataan,” ucapnya.

Kepala Divisi Humas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Argo Yuwono menyatakan bakal mengecek keterlibatan aparat dan berjanji menghukum anggota yang cawe-cawe dalam kemelut Partai Demokrat. Adapun juru bicara Demokrat versi Deli Serdang, Razman Nasution, meminta agar dugaan keterlibatan polisi tak dikaitkan dengan kubunya.

Di media sosial, dukungan terhadap Moeldoko pun mencuat. Direktur Pusat Studi Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengatakan tema KLB Demokrat sudah ramai di media sosial sepekan sebelum acara dimulai. Ada 181 ribu percakapan menggunakan kata kunci “KLB”. Berdasarkan riset Wijayanto, dukungan terhadap Moeldoko muncul dari akun-akun yang selama ini kerap mendukung kebijakan pemerintah. Mereka menggunakan antara lain tagar #moeldokosavedemokrat. “Terbukti ada propaganda berbasis komputer di seputar konflik Demokrat,” kata Wijayanto.


•••

DITEMANI Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Presiden Joko Widodo menemui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly di Istana Negara pada Senin pagi, 8 Maret lalu. Pertemuan itu membahas kemelut di Partai Demokrat. “Presiden menanyakan bagaimana rencana menyelesaikan konflik Demokrat,” ujar Mahfud kepada Tempo pada Jumat, 12 Maret lalu.

Di hadapan Presiden, Mahfud dan Yasonna menjelaskan bahwa ada sejumlah aturan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik di Demokrat, antara lain Undang-Undang Partai Politik serta Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 34 Tahun 2017 yang mengatur tentang pendaftaran partai politik. Rapat itu pun menyinggung legalitas kongres di Deli Serdang, tapi Presiden tak menyimpulkan apa-apa karena belum menerima laporan yang lengkap.

Mahfud sempat bertanya kepada Jokowi apakah Moeldoko melaporkan soal KLB di Deli Serdang. Presiden menyatakan tak mendapat pemberitahuan apa pun, termasuk dari Moeldoko, yang mendampinginya selama kunjungan kerja di Banten sehari sebelum kongres digelar. Di akhir pertemuan, Presiden Jokowi memerintahkan para menterinya menangani masalah Demokrat sesuai dengan aturan yang berlaku. “Presiden menegaskan agar kami tak memihak kubu mana pun,” tutur bekas Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Pada hari yang sama, Mahfud sempat berjumpa dengan Moeldoko. Seorang pejabat pemerintah yang mengetahui pertemuan itu menyebutkan Mahfud menanyakan alasan Moeldoko tak melapor kepada Presiden. Moeldoko menyatakan kongres luar biasa Partai Demokrat merupakan urusan pribadinya. Pejabat yang sama mengatakan Jokowi sedikitnya dua kali bertemu dengan Moeldoko untuk membahas isu kudeta di Demokrat. Presiden menanyakan kebenaran kabar itu dan mewanti-wanti Moeldoko agar tak turut campur.

Menjelang akhir Februari, tudingan bahwa Moeldoko berniat mengambil alih Demokrat muncul lagi dari Susilo Bambang Yudhoyono. Moeldoko, kata pejabat yang sama, melapor kepada Jokowi. Presiden kemudian meminta bawahannya itu kembali menjelaskan kepada publik. Moeldoko mengklaim tak mengikuti lagi perkembangan internal Partai Demokrat karena sibuk mengurus pernikahan anaknya pada 25 Februari lalu. Dia meminta tak ditekan terus-menerus. “Saya bisa sangat mungkin melakukan langkah-langkah yang saya yakini," ujarnya.

RAYMUNDUS RIKANG, HUSSEIN ABRI DONGORAN, BUDIARTI UTAMI PUTRI, DIKO OKTARA, STEFANUS PRAMONO (JAKARTA), ADINDA ZAHRA (MEDAN)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus