Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Investigasi

Sebuah Kronologi Sosial-Ekonomi

Kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Irian Jaya juga menimbulkan berbagai gejolak sosial.

18 Januari 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

1623, 16 Februari
Kapten Jan Carstensz, seorang pelaut Belanda, melihat puncak gunung tertinggi di Irian, lalu mencatat dalam log book-nya. Inilah catatan pertama orang asing tentang Puncak Carstensz, dan kelak menjadi daerah operasi PT Freeport Indonesia.

1936, 23 November
Ekspedisi Colijn dan Jean Jacquez Dozy, dari Belanda, berhasil mencapai Carstensz. Mereka mengumpulkan contoh batuan.

1936,
Geolog Dr. C. Shouten menyimpulkan, kawasan Carstenz mengandung tembaga dan emas. Sejak itu nama Ertsberg (gunung bijih) dipakai untuk menyebut kawasan tertinggi di New Guinea itu. Ekspedisi napak tilas dilakukan pada Juni 1960, dipimpin Forbes Wilson dan Del Flint--berdasar laporan Colijn--sembari melakukan pemetaan geologi.

1966, Maret
Soeharto dan Orde Baru mulai menggenjot masuk modal asing dengan berbagai deregulasi baru. Prof M. Sadli, mantan Mentamben, mengumumkan, pemberian konsesi kepada Freeport Mc Moran di Irian dengan alasan merekalah satu-satunya yang lebih dulu meminta konsesi di kawasan itu.

Juni
Tim Freeport datang ke Jakarta untuk memprakarsai suatu pembicaraan guna mewujudkan kontrak pertambangan di Ertsberg. Orang yang dipilih sebagai negosiator dan kelak menjadi presiden Freeport Indonesia (FI) adalah Ali Budiardjo, yakni mantan Sekjen Hankam dan Direktur Bappenas tahun 1950-an.

1967, 5 April
Kontrak kerja (KK) I ditandatangani dan membuat Freeport menjadi perusahaan satu-satunya yang ditunjuk untuk menangani kawasan Ertsberg seluas 10 kilometer persegi. KK ini lamanya 30 tahun. Kontrak dinyatakan mulai berlaku saat perusahaan mulai beroperasi. Bulan Desember, eksplorasi Ertsberg dimulai.

1969, Desember
Studi kelayakan proyek selesai dan disetujui. Mei 1970, konstruksi keseluruhan proyek mulai dikerjakan. Teknologi rekayasa FCX di remote area tertinggi di Asia Tenggara ini mengundang decak kagum tersendiri karena tingkat kesulitannya sangat tinggi.

1972, Desember
Pengapalan 10.000 ton tembaga dari tambang Ertsberg dilakukan untuk pertama kalinya ke Jepang.

1973, Maret
Presiden Soeharto meninjau daerah operasi PT FI dan memberikan nama Tembagapura untuk kota baru Freeport.

1974
Sepanjang 1972 sampai 1973 terjadi beberapa perkelahian yang mengakibatkan terbunuhnya karyawan Freeport, hingga memaksa mereka membuat "January agreement" dengan warga desa Wa-Amungme untuk membangun sekolah dan fasilitas umum lain.

1976, Juli
Pemerintah Indonesia mendapat bagian saham sebesar 8,5 persen dari saham Freeport. Angka ini hingga 1998 bertahan di level 10 persen dan royalti satu persen.

1981, April
Ertsberg Timur mulai ditambang dan produksi FI mencapai 16.000 ton per hari sebelum cadangan Grasberg ditemukan.

1988, 28 Januari
Dugaan deposit emas di kawasan Grasberg menunjukkan hasil positif. Freeport Mc Moran Copper and Gold (FCX) akhirnya go public di lantai bursa New York. Menurut Yuli Ismartono--pejabat public relations FI--setiap hari dalam tahun 1998 kira-kira dua juta lembar saham FCX terjual. Dengan tambahan cadangan emas di Grasberg dan cadangan lain, jumlah depositnya diperkirakan 200 juta ton. Dalam laporan studi evaluasi lingkungan (SEL) 160 K yang disetujui pada 1994, total deposit yang ada meningkat hingga dua miliar ton.

1991, 30 Desember
KK I berakhir dan PTFI memperoleh kembali KK II selama 30 tahun. Bagi banyak orang, KK II ini berlangsung tidak transparan, bahkan tertutup. Anehnya, pemerintah yang ditawari untuk memperbesar sahamnya menyatakan tidak berminat, padahal perusahaan ini jelas-jelas menguntungkan. Mulai saat itu, masuklah pengusaha nasional Aburizal Bakrie (Bakrie Grup). "Kami sudah menawarkan, tapi hanya Bakrie yang datang," kata James Moffet, Preskom FI. Belakangan masuk Bob Hasan (Nusamba), yang dikenal sebagai kroni Soeharto, dan Menaker kabinet Soeharto, Abdul Latief (ALatief Corp.).

1995, 22 Agustus-15 September
Komnas HAM melakukan investigasi pelanggaran HAM yang terjadi di daerah Timika dan sekitarnya. Kesimpulan anggota tim: Selama tahun 1993-1995 telah terjadi 6 jenis pelanggaran HAM, yang mengakibatkan 16 penduduk terbunuh dan empat orang masih dinyatakan hilang. Pelanggaran ini dilakukan baik oleh aparat keamanan FI maupun pihak tentara Indonesia.

1996, 17 Januari
Dalam selembar surat jawaban kepada editor American Statesman, Ralph Haurwitz, Atase Penerangan Kedubes Amerika Serikat di Jakarta Craig J. Stromme menyatakan bahwa tidak ditemukan bukti yang dapat dipercaya atas tuduhan pelanggaran HAM oleh Freeport Indonesia di Irian Jaya.

29 April
Gugatan Tom Beanal, Ketua Lembaga Adat Suku Amungme (Lemasa) terdaftar di Pengadilan Louisiana, markas besar FCX, dengan kasus no. 96-1474. Belakangan, gugatan ini ditolak dan pengadilan menyatakan FI tidak terbukti melakukan pelanggaran HAM

29 Juni
Lemasa menolak dana sebesar 1 persen keuntungan FI (US$ 15 juta) yang rencananya diberikan kepada suku-suku di daerah operasi FI. Penolakan juga datang dari gereja setempat.

1997, 30 September
Menteri Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, melalui Bapedal, selesai memeriksa dan menyetujui laporan Amdal Regional untuk perluasan kegiatan penambangan dan peningkatan kapasitas produksi FI hingga 300.000 ton per hari. Tetapi Walhi yang ikut dalam komisi itu menyatakan tidak setuju: "Atmosfer pertemuan itu kental dengan bau politis, sementara banyak anggota komisi sebenarnya tidak setuju dengan perluasan itu tapi tak kuasa menolak," kata Emmy Hafild, Direktur Walhi.

1998, 11 Maret
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dalam pemandangan umumnya pada Sidang Umum MPR 1998, secara terbuka menyebut pembagian keuntungan antara PT Freeport dan pemerintah Indonesia adalah salah satu kontrak yang sangat merugikan negara dan rakyat Indonesia.

5 November
Direktur PT FI, Jim "Bob" Moffett menghadap Kejaksaan Agung untuk menjelaskan dugaan KKN di Freeport, termasuk perpanjangan KK II yang tertutup dan diduga dipenuhi unsur KKN. "Tidak ada KKN di Freeport, dan tidak adil kalau anda menyuruh saya juga mengurusi masalah pembagian keuntungan. Saya bukan orang pemerintahan," kata Jim Moffet dalam jumpa persnya seusai menghadap Kejakgung.

***

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus