INI agaknya adegan bersejarah Presiden Pilipina Marcos, dengan
baju barong dan rambut mengkilap, di depan sidang puncak ASEAN
di Kuala Lumpur pekan lalu menyatakan mencabut klaim Pilipina
atas wilayah Sabah yang kini memang sudah dikuasai Malaysia.
Tepuk tangan pun gemuruh. Waktu itu Marcos berkata, bahwa
"sebagai satu tindakan pengorbanan, dan sebagai tanda
kesungguhan keyakinan kami atas masa depan dan pertumbuhan ASEAN
yang terus maju, saya mengumumkan bahwa Pilipina mengambil
langkah untuk menghilangkan salah satu soal yang dapat
menghambat kemajuan organisasi kita - yakni klaim kami atas
Sabah."
Perdana Menteri Malaysia berseri-seri. Datuk Hussein Onn -
karena perundingan ke arah pencabutan klaim itu belum dilakukan
sebelumnya - mengatakan juga keriangannya. "Betapa sukanya hati
saya . . . Saya percaya perasaan saya dirasakan juga oleh rakyat
Malaysia. Saya ucapkan terimakasih atas tindakan Presiden Marcos
itu. Tindakan itu akan membuat rakyat Sabah berbahagia sekali."
Yang jelas, itu akan membuat Marcos tercatat namanya sebagai
salah satu penunjang yang serius terhadap kerukunan
negara-negara Asia Tenggara dewasa ini. 15 tahun yang lalu,
kerukunan yang sebenarnya sama-sama dibutuhkan itu nyaris
berantakan. Di tahun 1962, Pilipina menyatakan protes ketika
Inggeris menyatakan setuju dengan Federasi Malaya, bahwa
Kalimantan Utara juga Sarawak dan Singapura akan bergabung dalam
Federasi Malaysia. Pernyataan Inggeris itu penting.
Kerajaan Inggeris selama itu (sejak 1946) jadi penerus sejarah
yang dimulai oleh dua orang swasta, Alfred Dent dan Baron
Overbeck. Yang pertama adalah pedagang dan yang kedua adalah
Konsul Jenderal Kehormatan Austria di Hongkong. Di tahun 1878,
mereka dapat hak dari Sultan Sulu untuk menguasai wilayah
Kalimantan Utara. Syarat: asal menyewa. Mereka kemudian
menguruskan dagang mereka kepada British North Borneo Company.
yang mengelola wilayah Sabah sampai 16 luli 1946, ketika
lnggeris memasukkan wilayah itu sebagai bagian dari kerajaan.
Apa Arti "Pajak"?
Tapi sejarah berkembang. Di tahun 1936. Sultan Sulu Jamalul
Kiram wafat tanpa meninggalkan putera. Kemenakan tertuanya,
Mohammad Esmail Kiram, dinobatkan jadi Sultan di tahun 1950. Di
tahun 1957 ia mengumumkan berakhirnya sewa tahun 1878 itu atas
Kalimantan Utara. Dalaun proklamasi bulan Nopember itu
dicantumkan pula "naskah resmi penyerahan kedaulatan dari
kesultanan kepada Republik Pilipina di tahun 1962." Dengan
begitu kedaulatan, pemerintahan dan hak atas Sabah sejak tahun
itu diberikan kepada Manila. Mungkin itulah sebabnya dalam
konstitusi Pilipina soal "wilayah" dikaitkan juga dengan wilayah
Sabah - meskipun tidak eksplisit.
Konflik pun berkecambah di sini. Inggeris menafsirkan penyerahan
Sabah kepada Dent dan Overbeck sebagai bukan sewa. Pilipina
menyanggah dengan mengingatkan bahwa surat perjanjian 1878 --
yang ditulis dalam bahasa Melayu berhuruf Arab -- menyebut kata
"pajak" yang menurut Manila berarti "sewa". Nah, Malaysia yang
meneruska penafsiran Inggeris juga dihadapi oleh Pilipina dengan
argumen yang sama.
Ketika perundingan antara Inggeris dengan Pilipina ternyata tak
kunjung memecahkan soal, sebuah plebisit diadakan di Sabah.
Penduduk diminta memilih ke mana mereka akan bergabung. Di
tahun 1963 itu, rakyat lebih memilih untuk merdeka di dalam
federasi Malaysia. Presiden Pilipina waktu itu, Maca pagal,
menyatakan klaimnya ke Kuala Lumpur. Hubungan diplomatik pun
putus - sementara suasana dengan Indonesia juga diliputi
panasnya "konfrontasi yang baru reda di tahun 1966.
Rusaknya hubungan Manila-Kual Lumpur dicoba diperbaiki di
Kamboja PM Malaysia waktu itu, Tenku Abdu Rahman, bersetuju
dengan Macapaga untuk memulihkan keadaan. Pebruari 1964,
hubungan tingkat konsuler di sambung lagi. Manila menyatakan
bahwa Tenku sudah setuju akan membawa, perkara ini ke Mahkamah
Internasional - meskipun hal ini tak diakui oleh Malaysia.
Ketegangan yang mengkhawatirkan antara kedua negara ini memang
sebenarnya tak pernah terjadi, tapi Asia Tenggara boleh lega
bahwa ketegangan kian menyusut dengan terbentuknya, ASEAN bulan
Agustus 1967.
Maka tak berlebihan agaknya bil kado terpenting ulang tahun
ASEAN ke 10 diberikan oleh Marcos. Tentu saja perkaranya, dari
segi liku-liku hukum tak semudah pidato. Seorang ahli konstitusi
Pilipina dan bekas Senator yang bukan pendukung Presiden,
Jovita Salonga, kepada AP menyatakan bahwa Marcos sebenarnya
"tak melepaskan klaim itu." Sebab untuk itu, Marco harus
mengubah konstitusi Pilipina. Pernyataan Marcos di Kuala Lumpur
hanyalah "statement yang tidak jelas" (ambi guous).
Marcos sendiri nampaknya menyadari masalah yang dihadapi. Sabtu
sore yang lalu ia di Hotel Hilton Kuala Lumpur mengakui kepada
pers bahwa soal Sabah ini "tidak sederhana dan ada banyak
kesulitan." Soal psikologis, konstitusionil dan politis masih
harus disisihkan. Tapi bahwa ia ingin dicatat sebaga pihak yang
tulus, hal itu ditampakkannya dengan meminta Presiden Soehart
jadi "saksi" dalam pembicaraan empat matanya dengan Hussein Onn.
Dan Presiden-lndonesia yang tak ba nyak bicara ini dengan senang
hati setuju - karena Indonesia toh berkepentingan bagi kerukunan
wilayah di sekitarnya, yang 15 tahun yang lalu terken, oleh
suasana panas dan permusuha dengan ongkos yang mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini