Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BAHWA Jakarta memerlukan mass rapid transportation (MRT) untuk mengatasi kemacetannya, semua orang sepaham. Ibu Kota dihuni delapan juta orang, di siang hari ditambah dua juta dengan pekerja yang datang dari provinsi lain. Di Jakarta, tempat 80 persen kegiatan ekonomi berlangsung, berjejal 4,5 juta mobil, lebih dari sejuta di antaranya adalah mobil pribadi, masih di- tambah tiga juta sepeda motor. Sudah begitu, sebagian besar mobil baru yang terjual setiap tahun—jumlahnya 300 sampai 350 ribu—tumplek-blek di Jakarta. Mobil bertambah 6-7 persen setahun, tapi ruas jalan hanya tumbuh 1 persen. Macet pun jadi "makanan" sehari-hari. Akibatnya mahal. Setiap bulan, menurut sebuah penelitian, orang Jakarta kehilangan Rp 45 miliar akibat pemborosan bensin, oli, ban, dan rem. Itu belum terhitung peluang bisnis yang gagal akibat si pembuat kontrak tertahan mandek di jalan. Kalau sudah begitu, siapa bilang Ibu Kota tidak lebih kejam dari ibu tiri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo