Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jajak pendapat (polling) calon presiden dengan media layanan pesan singkat (SMS) melalui telepon seluler ternyata makin marak dan digemari masyarakat, mirip lotre. Ribuan orang rela mengeluarkan uang untuk pengiriman SMS itu.
Bedanya, dalam lotre, si bandar harus keluar ongkos cukup besar untuk hadiah dan membayar para agen. Sedangkan penyelenggara jajak pendapat ini cukup menyediakan media, dan selebihnya semua biaya ditanggung peserta.
Belum jelas motif apa yang membuat masyarakat menjadi keranjingan mengikuti jajak pendapat dengan mengirim SMS. Apakah karena berkaitan dengan jago idamannya, atau sengaja diorganisasi oleh partai tertentu dengan tujuan mengusung calon presidennya agar terlihat populer. Terlepas dari itu, jajak pendapat yang banyak dilakukan oleh stasiun televisi ini dari sisi bisnis cukup menjanjikan keuntungan.
Sebagai contoh, polling yang dilakukan Surya Citra Televisi (SCTV). Hanya dalam lima hari pelaksanaan, jumlah pengirim SMS tercatat hingga hampir 200 ribu orang. Jika rata-rata satu pengiriman SMS berharga normal Rp 300, uang yang terkumpul dari satu putaran program di SCTV saja sudah akan mencapai Rp 60 juta. Padahal ada penyelenggara yang sengaja memasang tarif premium hingga tiga kali lipat lebih dari harga normal untuk kegiatan tersebut.
Ivan Harris Prikurnia, Koordinator Peliputan SCTV, tidak menutupi fakta adanya potensi bisnis besar di balik penyelenggaraan jajak pendapat itu. Tetapi ia membantah jika pihaknya ikut memanfaatkan peluang itu untuk menangguk keuntungan. "Saya tidak tahu jika stasiun lain memasang tarif premium, tapi kami di SCTV menggunakan tarif biasa. Operator selulerlah yang senyum-senyum, karena keuntungan dari tiap SMS yang dikirim masuk kantong mereka," katanya.
Direktur PT Seluler Indosat, Hasnul Suhaimi, mengakui pihaknya memang sangat diuntungkan. Dari total pemasukan mereka per tahun yang mencapai sekitar Rp 5 triliun, 21 persennya disumbang dari SMS. "Program-program seperti polling ini menyumbang porsi 3 persen," ujarnya.
Tapi Hasnul menolak jika operator seluler dianggap menikmati sendiri keuntungan itu. Sebab, dalam kerja sama dengan beberapa stasiun televisi, jelas disepakati mengenai pembagian hasil itu. "Porsinya beda-beda, ada yang 70 banding 30 persen, atau sebaliknya. Terutama untuk yang menggunakan tarif premium," ia menjelaskan.
Indosat sendiri saat ini memiliki lebih dari 120 provider untuk melayani program-program sejenis. Jumlah itu belum termasuk yang terpasang di daerah seperti Medan, Semarang, dan beberapa daerah lain. "Kebanyakan dipakai untuk acara kuis atau infotainment. Untuk polling sendiri tidak signifikan," kata Hasnul.
Tapi mungkin perhitungan operator itu bisa berubah jika melihat rencana yang sudah dibuat para penyelenggara jajak pendapat. Sebagai gambaran, seperti dikatakan Ivan, SCTV berencana membuat 50 putaran polling lagi sampai pemilihan presiden selesai pertengahan tahun ini.
(Y. Tomi Aryanto)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo