B.m. diah bukan teladan?

Saya ingin mengomentari tulisan Ny. S. Santo di rubrik Kontak Pembaca, ''B.M. Diah Bukan Teladan'' (TEMPO, 22 Mei 1993). Menurut saya, seharusnya kita bisa lebih bersikap objektif dan dewasa dalam menilai seorang tokoh. Saya tidak melihat adanya maksud lain dari TEMPO menurunkan tulisan tentang B.M. Diah (Memoar, 17 April 1993). Kalaupun ada kekurangan B.M. Diah seperti yang TEMPO tuliskan itu, tidak berarti kita tidak boleh menonjolkannya sebagai contoh bagi generasi mendatang dan sekarang. Dalam hal ini nilai-nilai positiflah yang harus lebih kita tonjolkan. Seperti Bung Karno, kita sepakat, kekurangannya apalagi bagi penganut paham feminisme tidak menjatuhkan Bung Karno sampai tidak dapat menjadi figur yang bisa dicontoh. Hal ini dikarenakan masyarakat sepakat untuk mengambil nilai-nilai positif saja dari diri Bung Karno. Jika demikian, bukan hanya kepada Bung Karno kita harus bersikap demikian, tetapi juga kepada tokoh lainnya, termasuk B.M. Diah. Kita tidak bisa memvonis seseorang dari satu sudut pandang saja. Tindakan demikian menunjukkan sikap yang belum dewasa dan subjektif. Kekhawatiran rusaknya kelanggengan rumah tangga karena mencontoh sikap seorang tokoh merupakan sikap berlebihan yang tidak perlu. Saya cenderung berpandapat bahwa kekurangan- kekurangan B.M. Diah justru merupakan pelajaran bagi kita dan generasi mendatang bahwa tidak ada manusia yang sempurna, baik dia tokoh ataupun bukan. Kesalahan yang sama tidak perlu dilakukan lagi, bukan dengan cara mengkhawatirkannya secara berlebih-lebihan. ACHMAD ARDIANSYAH Jalan Rereng Suliga 33 Sukaluyu, Bandung 40123