Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Bangsa yang Sungguh Sakit

Angka penderita gangguan jiwa di Indonesia 20 juta orang. Menurut ukuran WHO, jumlah ini sudah masuk rawan kesehatan jiwa.

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fantastis! Sedikitnya, 20 juta rakyat Indonesia terkena gangguan jiwa dalam berbagai tahap. Angka ini disebut oleh para ahli penyakit jiwa dan psikiater dalam forum peringatan kesehatan jiwa sedunia pekan silam di Jakarta. Menurut ukuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jika 10 persen dari populasi mengalami masalah kesehatan jiwa, artinya negara itu sudah harus mendapat perhatian karena termasuk rawan kesehatan jiwa. Jadi, sudah jelas Indonesia akan tergolong dalam kerawanan itu, karena jumlah penduduk kita sudah mencapai 200 juta orang. Jika memang demikian, lengkaplah "prestasi" negara kita setelah sebelumnya masuk dalam peringkat atas dalam bidang korupsi. Harus diakui, para psikiater dan ahli jiwa yang duduk bersama dalam acara peringatan itu menyatakan bahwa 20 juta rakyat Indonesia yang dideteksi menderita kelainan jiwa itu bukanlah penderita sakit jiwa yang parah. Menurut mereka, jumlah penderita skizofrenia, gangguan jiwa berat, "hanya" sekitar 2 juta jiwa atau 1 persen dari jumlah total penduduk kita yang berjumlah 200 juta. Adapun indikator kesehatan jiwa di masa kini dan mendatang bukan hanya masalah klinis seperti prevalensi gangguan jiwa, melainkan berorientasi pada konteks kehidupan sosial. Gangguan jiwa yang lain, seperti depresi atau ketergantungan pada narkotik, dianggap terjadi akibat adanya pemicu stres—yang lazim disebut stressor—seperti impitan ekonomi, suasana kerja yang tidak kondusif, patah hati, senewen menyaksikan kejahatan korupsi pejabat, atau dikejar penagih utang. Gangguan jiwa semacam itulah yang dikhawatirkan terus melonjak seiring dengan kian amburadulnya situasi Negeri. Akhir-akhir ini pemicu stres di Indonesia, menurut para psikiater, semakin bertambah, di antaranya pemutusan hubungan kerja atau kehilangan uang investasi (baca rubrik Kesehatan: Sebuah Indonesia yang Sakit). Adakah yang bisa kita pelajari dari angka-angka yang sungguh memprihatinkan ini? Indonesia, terutama setelah krisis moneter pada 1997, yang telah menciptakan 100 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan, 40 juta pengangguran, tragedi kemanusiaan di Ambon, Poso, Nunukan, dan para pejabat yang sibuk mengamankan harta curiannya, kini disergap oleh satu fakta baru: kita dikelilingi oleh rakyat yang kesehatan jiwanya memprihatinkan. Dan itu hubungannya pada persoalan kualitas hidup. Inilah konsep kesehatan jiwa masa kini dan mendatang, yang menyatakan bahwa konsep kesehatan jiwa bukan lagi bertumpu pada kesehatan fisik, melainkan peningkatan kualitas hidup dan fungsi sosial. Bahkan tolok ukur kesehatan jiwa yang lebih jauh di masa mendatang akan dilihat dari angka kriminalitas, tindak kekerasan massal, masalah anak jalanan, penyalahgunaan zat narkotik, child abuse, yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Dengan tolok ukur dan cara pandang baru itu, kita tak lagi bisa menganggap bahwa kesehatan jiwa 20 juta orang ini hanya merupakan tanggung jawab keluarganya atau psikiater yang menanganinya. Dengan tolok ukur baru itu, Indonesia jelas ada pada posisi yang mengkhawatirkan, dan perhatian pemerintah kini bukan pada problem sosial yang dianggap tanggung jawab keluarga belaka. Kesehatan jiwa mereka—dan rakyat Indonesia lainnya yang masih dianggap sehat—sudah jelas banyak hubungannya dengan situasi sosial, ekonomi (dan politik) yang sungguh sakit di negeri ini. Pengobatannya bukan hanya membutuhkan medikasi kimiawi konvensional atau upaya terapi meditasi gaya Timur—yang kini tengah digandrungi di mana-mana, termasuk Indonesia—tetapi juga membutuhkan keterlibatan komunitas dan masyarakat yang sehat dan saling mendukung. Dan yang paling penting, sesungguhnya, dibutuhkan upaya penanggulangan yang sangat serius dari pemerintah yang sehat dan bersih, yang mampu memberikan rasa aman kepada rakyatnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus