I. Instansi dalam naungan Departemen P&K di daerah, cukup
banyak. Ada Kantor Wilayah, ada Dinas P&K Tingkat I, ada Dinas
P&K Tingkat II, ada Kantor Departemen P&K Tingkat
Kabupaten/Kotamadya, ada Kantor Departemen Kecamatan, penilik
sekolah, dan kepala sekolah sebagai atasan langsung guru.
Dengan demikian atasan seorang guru sekolah dasar cukup banyak.
Ini menimbulkan kesulitan bagi para guru untuk mengurus: kartu
pegawai (KARPEG) kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan
lain-lain.
Contoh: Guru SD yang diangkat terhitung mulai Pebruari 1977,
akan mengusulkan KARPEG untuk memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan, cukup sulit. Karena untuk mendapat Konsideran SK
Pengangkatan, mereka harus mencari ke Kantor Dinas P&K Tingkat I
Mengapa?
Karena surat-surat dinas yang dikirim Dinas P&K Tingkat I
Bengkulu ke sekolah-sekolah yang jaraknya hanya 10 s/d 20 km,
mencapai waktu 10-12 bulan. Ditambah lagi jika guru tersebut
ingin mengurus surat-surat ke Kantor Dinas P&K Prop. Bengkulu
--harus membawa surat pengantar dari kepala sekolah yang
diketahui penilik sekolah (PS). Kalau tidak? Sudah pasti guru
tersebut diusir piket. Entah bagaimana caranya kalau ingin
menemui Kepala Dinas, yang saat ini jabatan tersebut dirangkap
oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Guru Kannwil P&K Prop.
Bengkulu.
Setelah menempuh jalan yang begitu berbelit-belit, salinan SK
tersebut harus diketahui oleh Kepala Dinas P&K Tk. II. Tidak
boleh atasan langsung dalam hal kepala sekolah mengetahui
salinan ita dapat bayangkan kalau yang satu itu dipisahkan oleh
jarak berpuluh-puluh km, dan perhubungan kurang lancar antara
tempat guru tersebut dengan ibukota Propinsi. Tidak mengherankan
kalau seorang guru belum naik tingkatnya dalam waktu 5 tahun.
Pertanyaan kami: Adakah peraturan untuk memasuki sebuah kantor
(urusan dinas tentunya) harus membawa surat pengantar? Dapatkah
peraturan yang disiplin itu memajukan mutu pendidikan,
meningkatkan daya kerja aparat di bawah? Mengapa kenaikan gaji
dan pangkat, Karpeg dan sebagainya demikian sulitnya?
II. Gaji guru-guru SD dalam wilayah II Bengkulu Utara selalu
dipotong:
a. Tabanas Rp 500 per bulan, setiap guru. Memotongnya langsung
di BPD Propinsi Bengkulu, kata atasan yang putusan Anehnya buku
Tabanas tidak pernah diperlihatkan kepada guru bersangkutan.
Bagaimana cara sipenabung mengambil tabungannya? Begaimana pula
a ahli waris dapat menuntut tabungan itu, karena bukti tertulis
yang dipegang si penabung tidak ada! Cara menabung yang demikian
itu hanya terjadi pada guru-guru SD berbeda dengan
instansi-instansi pemerintah lainnya. Kami tak habis pikir,
apakah betul uang itu ditabanaskan.
b. Selain itu dipotong pula sebanyak Rp 50 per bulan per guru
SD. Kegunaan uang itu, kata Bendaharawan gaji Kantor Dinas P&K
Tk. II BU di Argamakmur, adalah untuk ongkos mengambil gaji
guru-guru tersebut di Kota Bengkulu (jarak Argamakmur-Bengkulu
lebih kurang 70 km). Apakah ada peraturan bahwa setiap instansi
dalam wilayah Tk II yang jaraknya jauh dengan ibukota Propinsi,
bendaharawannya memotong gaji karyawannya untuk ongkos?
c. 20 Nopember 1978, Dinas P&k Tk I Bengkulu mengadakan
screening guru SD dalam wilayah Propinsi, di Kota Bengkulu.
Ternyata waktu guru-guru dalam Wilayah Bengkulu Utara yang
mengikuti screening mengambil gaji untuk Desember 1978, gajinya
telah dopotong tanpa kompromi sebesar Rp 2000. Untuk guru-guru
SD wilayah Bengkulu Selatan (Kecamatan Seluma) Rp 1.750. Sedang
untuk guruuru dalam wilayah Kotamadya Bengkulu tidak dipotong
sepeser pun.
Alasan pemotongan gaji, menurut yang punya urusan pada Kantor
Dinas P&K Tk I Bengkulu, untuk biaya screening. Apakah setiap
pegawai negeri sipil yang mengikuti sreening biayanya ditanggung
sendiri? Padahal menurut keterangan salah seorang pegawai
Direktorat Khusus Pemda Tk.I Bengkulu, screening tersebut tidak
dipungut biaya apapun.
Kalau kita jumlahkan, uang tersebut adalah: lebih kurang 150
peserta x Rp 2.000 = Rp 300.000 (Bengkulu Utara). Sedangkan
Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong? Semua ini menjadi tanda
tanya, karena tidak ada selembar surat yang dapat diterima
sebagai pertanggungan jawab pemotongan. Tentunya pemungutan uang
tersebut inskonstitusionil alias pungli.
Tidak kalah pentingnya jika Opstib Pusat dan Daerah dapat
menertibkan sehingga pemotongan gaji tidak terjadi lagi. Dan
kiranya Pemerintah dapat segera memperkecil instansi dalam
lingkungan Departemen P&K, karena menurut hemat kami efisiensi
dinas-dinas tersebut tidak ada.
(Nama dan Alamat pada Redaksi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini