Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Bengkulu Utara: Birokrasi dan ...

Banyaknya instansi yang ada dalam naungan Departemen P & K memberi peluang aparat atasan untuk bertindak semaunya. Para guru di SD Bengkulu Utara terjerat birokrasi dan pemotongan gaji tanpa kompromi. (kom)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

I. Instansi dalam naungan Departemen P&K di daerah, cukup banyak. Ada Kantor Wilayah, ada Dinas P&K Tingkat I, ada Dinas P&K Tingkat II, ada Kantor Departemen P&K Tingkat Kabupaten/Kotamadya, ada Kantor Departemen Kecamatan, penilik sekolah, dan kepala sekolah sebagai atasan langsung guru. Dengan demikian atasan seorang guru sekolah dasar cukup banyak. Ini menimbulkan kesulitan bagi para guru untuk mengurus: kartu pegawai (KARPEG) kenaikan pangkat, kenaikan gaji berkala dan lain-lain. Contoh: Guru SD yang diangkat terhitung mulai Pebruari 1977, akan mengusulkan KARPEG untuk memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, cukup sulit. Karena untuk mendapat Konsideran SK Pengangkatan, mereka harus mencari ke Kantor Dinas P&K Tingkat I Mengapa? Karena surat-surat dinas yang dikirim Dinas P&K Tingkat I Bengkulu ke sekolah-sekolah yang jaraknya hanya 10 s/d 20 km, mencapai waktu 10-12 bulan. Ditambah lagi jika guru tersebut ingin mengurus surat-surat ke Kantor Dinas P&K Prop. Bengkulu --harus membawa surat pengantar dari kepala sekolah yang diketahui penilik sekolah (PS). Kalau tidak? Sudah pasti guru tersebut diusir piket. Entah bagaimana caranya kalau ingin menemui Kepala Dinas, yang saat ini jabatan tersebut dirangkap oleh Kepala Bidang Pendidikan Dasar dan Guru Kannwil P&K Prop. Bengkulu. Setelah menempuh jalan yang begitu berbelit-belit, salinan SK tersebut harus diketahui oleh Kepala Dinas P&K Tk. II. Tidak boleh atasan langsung dalam hal kepala sekolah mengetahui salinan ita dapat bayangkan kalau yang satu itu dipisahkan oleh jarak berpuluh-puluh km, dan perhubungan kurang lancar antara tempat guru tersebut dengan ibukota Propinsi. Tidak mengherankan kalau seorang guru belum naik tingkatnya dalam waktu 5 tahun. Pertanyaan kami: Adakah peraturan untuk memasuki sebuah kantor (urusan dinas tentunya) harus membawa surat pengantar? Dapatkah peraturan yang disiplin itu memajukan mutu pendidikan, meningkatkan daya kerja aparat di bawah? Mengapa kenaikan gaji dan pangkat, Karpeg dan sebagainya demikian sulitnya? II. Gaji guru-guru SD dalam wilayah II Bengkulu Utara selalu dipotong: a. Tabanas Rp 500 per bulan, setiap guru. Memotongnya langsung di BPD Propinsi Bengkulu, kata atasan yang putusan Anehnya buku Tabanas tidak pernah diperlihatkan kepada guru bersangkutan. Bagaimana cara sipenabung mengambil tabungannya? Begaimana pula a ahli waris dapat menuntut tabungan itu, karena bukti tertulis yang dipegang si penabung tidak ada! Cara menabung yang demikian itu hanya terjadi pada guru-guru SD berbeda dengan instansi-instansi pemerintah lainnya. Kami tak habis pikir, apakah betul uang itu ditabanaskan. b. Selain itu dipotong pula sebanyak Rp 50 per bulan per guru SD. Kegunaan uang itu, kata Bendaharawan gaji Kantor Dinas P&K Tk. II BU di Argamakmur, adalah untuk ongkos mengambil gaji guru-guru tersebut di Kota Bengkulu (jarak Argamakmur-Bengkulu lebih kurang 70 km). Apakah ada peraturan bahwa setiap instansi dalam wilayah Tk II yang jaraknya jauh dengan ibukota Propinsi, bendaharawannya memotong gaji karyawannya untuk ongkos? c. 20 Nopember 1978, Dinas P&k Tk I Bengkulu mengadakan screening guru SD dalam wilayah Propinsi, di Kota Bengkulu. Ternyata waktu guru-guru dalam Wilayah Bengkulu Utara yang mengikuti screening mengambil gaji untuk Desember 1978, gajinya telah dopotong tanpa kompromi sebesar Rp 2000. Untuk guru-guru SD wilayah Bengkulu Selatan (Kecamatan Seluma) Rp 1.750. Sedang untuk guruuru dalam wilayah Kotamadya Bengkulu tidak dipotong sepeser pun. Alasan pemotongan gaji, menurut yang punya urusan pada Kantor Dinas P&K Tk I Bengkulu, untuk biaya screening. Apakah setiap pegawai negeri sipil yang mengikuti sreening biayanya ditanggung sendiri? Padahal menurut keterangan salah seorang pegawai Direktorat Khusus Pemda Tk.I Bengkulu, screening tersebut tidak dipungut biaya apapun. Kalau kita jumlahkan, uang tersebut adalah: lebih kurang 150 peserta x Rp 2.000 = Rp 300.000 (Bengkulu Utara). Sedangkan Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong? Semua ini menjadi tanda tanya, karena tidak ada selembar surat yang dapat diterima sebagai pertanggungan jawab pemotongan. Tentunya pemungutan uang tersebut inskonstitusionil alias pungli. Tidak kalah pentingnya jika Opstib Pusat dan Daerah dapat menertibkan sehingga pemotongan gaji tidak terjadi lagi. Dan kiranya Pemerintah dapat segera memperkecil instansi dalam lingkungan Departemen P&K, karena menurut hemat kami efisiensi dinas-dinas tersebut tidak ada. (Nama dan Alamat pada Redaksi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus