ADA yang sekedar ngoceh ada pula yang mau bunuh diri. Ini reaksi
penduduk di Rimbo Siteba Kabupaten Padang Pariaman. Sehubungan
dengan rencana Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk
membebaskan 20 hektar tanah di kawasan tersebut untuk proyek
Perumnas.
Proyek itu akan meliputi 2000 unit rumah. Pembangunannya akan
dimulai tahun anggaran 1978/1979 ini. Tanah yang dimaksud memang
tanah negara. Namun sejak beberapa tahun dihuni dan digarap
sejumlah penduduk.
Bermula adalah seorang wanita bernama Oei Soean Soei Nio
memiliki tanah di sana seluas 114,7 hektar. Di akhir 1950-an
oleh satu ketentuan Undang-undang nyonya ini dipaksa untuk hanya
memanfaatkan 10 hektarnya saja. Sebagian besar sisanya (104,7
hektar) dikuasai negara.
Tahun 1961 Kodam III 17 Agustus meminta tanah sisa tadi untuk
keperluan instalasi militer. Dikabulkan tentu saja. Tapi
beberapa waktu lamanya yang disebut instalasi militer itu tidak
kunjung kelihatan. Serta merta sejumlah orang menempati dan
menggarapnya. Dan Kodam tidak marah.
Malah ketika di 1974 Kodam mengadakan inventarisasi tanah itu
kembali 11,5 hektar di antaranya direlakan untuk digarap
penduduk secara resmi. Sementara pemerintah daerah yang
menyatakan perlu untuk proyek Perumnas diberi jatah 20 hektar.
Tapi lantaran rencana pembangunannya tidak terdengar segera akan
dilaksanakan, rakyat pun menyerbu tanah ini.
Tahun 1974 jumlah mereka diketahui hanya 356 kepala keluarga.
Tapi menjelang rencana proyek Perumnas akan dilaksanakan tahun
anggaran terakhir ini sudah mencapai 675.
Semula Pemerintah hanya akan memberi ganti rugi kepada jumlah
yang diketahui 4 tahun lalu. Tapi lantaran ada protes dari
penduduk lain akhirnya di putuskan semuanya akan diberi
gantrugi.
Nah seperti dikatakan Nazaruddin, seorang di antaranya, jumlah
ganti rugi dinilai penduduk sebagai tidak wajar - di samping
mereka juga menganggap perlu adanya penampungan. Misalnya rumah
Nazar sendiri. Sementara ia menganggapnya bernilai Rp 500 ribu,
pemerintah menaksir hanya Rp 85 ribu. Itulah sebabnya Nazar
belum bersedia beranjak dari tempatnya sekarang.
Surat Kaleng
Yulidar, seorang penduduk yang lain tidak keberatan untuk
hijrah. Tapi sebclumnya ia panik. Pemerintah menyodorkan ganti
rugi Rp 5.400 untuk rumahnya yang dikatakannya berharga Rp 100
ribu. Maka seutas tali pun digantungkannya di atap rumahnya.
Yulidar nekat membebaskan diri secara konyol dari kepanikan
tersebut dengan cara mencoba menggantung diri. Emmy seorang
tetangganya mendadak muncul. Yulidar selamat.
Kecuali soal ganti rugi yang dianggap tidak wajar, penduduk pun
bertahan karena ada kabar selentingan di antara mereka sebagian
kapling di kawasan itu sebagai dimiliki oknum-oknum pejabat. Dan
kabar itu sampai di kantor gubernur dalam bentuk surat kaleng.
Hanya disebutkan tak kurang dari 12 kapling sebagai milik drs
Kamar Hayat dan Alju Sofyan dari Direktorat Agraria Propinsi
Sumatera Barat.
"Ini tidak adil, kami sudah di sini sejak bertahun-tahun," ucap
Nazar. Namun tak kurang dari Gubernur Azwar Anas sendiri
membantah kabar tersebut. "Bagaimana mungkin ada pejabat sipil
mempunyai tanah di sana, yang punya saja Kodam," Azwar berkata.
Namun kabar selentingan di kalangan penduduk tak hanya menyebut
Kamal dan Alju sebagai memiliki tanah di Rimbo Siteba. Tetapi
juga di tempat lain. Tak pasti di mana. Kepada Muchlis Sulin
dari TEMPO Kamal berkata: "Sebagai warga negara saya toh berhak
memiliki tanah, asal saja tidak melebihi ketentuan."
Tentu saja. Barangkali itulah sebabnya dua pekan lalu panitia
pembebasan tanah untuk proyek Perumnas di Padang Pariaman ini
menghimbau Kodam lagi agar diberi 5 hektar tanah untuk menampung
semua penduduk yang bakal tergusur. Kodam setuju. "Untuk
partisipasi Kodam bagi pengembangan Kota Padang," ujar seorang
pejabat terasnya. Dikatakan begitu karena kawasan Rimbo Siteba
kebetuian memang hanya berjarak 5 kilometer saja dari kota yan
dimaksud. Tapi apakah itu berarti nilai ganti rugi sebagaimana
yang disebut-sebut Nazar dan Yulidar sebagai tidak wajar itu
tidak akan ditinjau kembali, panitia belum mengeluarkan sesuatu
pernyataan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini