Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Ribut-ribut Rimbo Siteba

Pemda Sum-Bar akan membebaskan tanah negara yang dihuni & digarap penduduk seluas 20 hektar di Rimbo Siteba, kab. Padang Pariaman, untuk proyek perumnas. Penduduk protes karena ganti rugi tidak wajar. (dh)

27 Januari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA yang sekedar ngoceh ada pula yang mau bunuh diri. Ini reaksi penduduk di Rimbo Siteba Kabupaten Padang Pariaman. Sehubungan dengan rencana Pemerintah Daerah Sumatera Barat untuk membebaskan 20 hektar tanah di kawasan tersebut untuk proyek Perumnas. Proyek itu akan meliputi 2000 unit rumah. Pembangunannya akan dimulai tahun anggaran 1978/1979 ini. Tanah yang dimaksud memang tanah negara. Namun sejak beberapa tahun dihuni dan digarap sejumlah penduduk. Bermula adalah seorang wanita bernama Oei Soean Soei Nio memiliki tanah di sana seluas 114,7 hektar. Di akhir 1950-an oleh satu ketentuan Undang-undang nyonya ini dipaksa untuk hanya memanfaatkan 10 hektarnya saja. Sebagian besar sisanya (104,7 hektar) dikuasai negara. Tahun 1961 Kodam III 17 Agustus meminta tanah sisa tadi untuk keperluan instalasi militer. Dikabulkan tentu saja. Tapi beberapa waktu lamanya yang disebut instalasi militer itu tidak kunjung kelihatan. Serta merta sejumlah orang menempati dan menggarapnya. Dan Kodam tidak marah. Malah ketika di 1974 Kodam mengadakan inventarisasi tanah itu kembali 11,5 hektar di antaranya direlakan untuk digarap penduduk secara resmi. Sementara pemerintah daerah yang menyatakan perlu untuk proyek Perumnas diberi jatah 20 hektar. Tapi lantaran rencana pembangunannya tidak terdengar segera akan dilaksanakan, rakyat pun menyerbu tanah ini. Tahun 1974 jumlah mereka diketahui hanya 356 kepala keluarga. Tapi menjelang rencana proyek Perumnas akan dilaksanakan tahun anggaran terakhir ini sudah mencapai 675. Semula Pemerintah hanya akan memberi ganti rugi kepada jumlah yang diketahui 4 tahun lalu. Tapi lantaran ada protes dari penduduk lain akhirnya di putuskan semuanya akan diberi gantrugi. Nah seperti dikatakan Nazaruddin, seorang di antaranya, jumlah ganti rugi dinilai penduduk sebagai tidak wajar - di samping mereka juga menganggap perlu adanya penampungan. Misalnya rumah Nazar sendiri. Sementara ia menganggapnya bernilai Rp 500 ribu, pemerintah menaksir hanya Rp 85 ribu. Itulah sebabnya Nazar belum bersedia beranjak dari tempatnya sekarang. Surat Kaleng Yulidar, seorang penduduk yang lain tidak keberatan untuk hijrah. Tapi sebclumnya ia panik. Pemerintah menyodorkan ganti rugi Rp 5.400 untuk rumahnya yang dikatakannya berharga Rp 100 ribu. Maka seutas tali pun digantungkannya di atap rumahnya. Yulidar nekat membebaskan diri secara konyol dari kepanikan tersebut dengan cara mencoba menggantung diri. Emmy seorang tetangganya mendadak muncul. Yulidar selamat. Kecuali soal ganti rugi yang dianggap tidak wajar, penduduk pun bertahan karena ada kabar selentingan di antara mereka sebagian kapling di kawasan itu sebagai dimiliki oknum-oknum pejabat. Dan kabar itu sampai di kantor gubernur dalam bentuk surat kaleng. Hanya disebutkan tak kurang dari 12 kapling sebagai milik drs Kamar Hayat dan Alju Sofyan dari Direktorat Agraria Propinsi Sumatera Barat. "Ini tidak adil, kami sudah di sini sejak bertahun-tahun," ucap Nazar. Namun tak kurang dari Gubernur Azwar Anas sendiri membantah kabar tersebut. "Bagaimana mungkin ada pejabat sipil mempunyai tanah di sana, yang punya saja Kodam," Azwar berkata. Namun kabar selentingan di kalangan penduduk tak hanya menyebut Kamal dan Alju sebagai memiliki tanah di Rimbo Siteba. Tetapi juga di tempat lain. Tak pasti di mana. Kepada Muchlis Sulin dari TEMPO Kamal berkata: "Sebagai warga negara saya toh berhak memiliki tanah, asal saja tidak melebihi ketentuan." Tentu saja. Barangkali itulah sebabnya dua pekan lalu panitia pembebasan tanah untuk proyek Perumnas di Padang Pariaman ini menghimbau Kodam lagi agar diberi 5 hektar tanah untuk menampung semua penduduk yang bakal tergusur. Kodam setuju. "Untuk partisipasi Kodam bagi pengembangan Kota Padang," ujar seorang pejabat terasnya. Dikatakan begitu karena kawasan Rimbo Siteba kebetuian memang hanya berjarak 5 kilometer saja dari kota yan dimaksud. Tapi apakah itu berarti nilai ganti rugi sebagaimana yang disebut-sebut Nazar dan Yulidar sebagai tidak wajar itu tidak akan ditinjau kembali, panitia belum mengeluarkan sesuatu pernyataan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus