Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Berburu Pajak di ’Kebun Koruptor’

Pemerintah perlu membenahi sistem pajak. Buru saja para koruptor.

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Negara demokrasi yang sehat hidup dari pajak rakyatnya. Bila pendapat ini benar, demokrasi di Indonesia masih jauh dari bugar. Soalnya, rasio penerimaan pajak terhadap pendapatan domestik bruto di negeri maju biasanya sekitar 40 persen, sedangkan di Indonesia masih sepertiganya.

Keadaan ini memang sedang dibenahi oleh pemerintah, tapi seharusnya bisa lebih baik lagi. Rencana penerimaan pajak Rp 592 triliun dalam anggaran pendapatan dan belanja negara tahun ini, yang berarti 20 persen di atas tahun lalu, sebenarnya dapat digenjot lebih tinggi. Dua tahun lalu pun, Direktur Jenderal Pajak (ketika itu) Hadi Purnomo telah menyatakan potensi pajak yang masih dapat digarap bernilai Rp 840 triliun. Jumlah itu semestinya sekarang lebih tinggi lagi.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana membuat potensi segunung itu menjadi penerimaan sebenarnya? Banyak cara yang dapat dilakukan, tapi yang tak boleh dilupakan adalah tetap mengedepankan asas keadilan. Soal keadilan ini perlu diutarakan karena di masa lalu upaya peningkatan penerimaan pajak biasanya difokuskan pada wajib pajak yang besar saja.

Cara ”berburu di kebun binatang” ini secara bisnis masuk akal karena selama ini hampir separuh pendapatan pajak penghasilan diperoleh dari 50 wajib pajak terbesar saja. Namun, mengingat sistem pajak seharusnya juga menjadi alat penegak keadilan, taktik ini perlu segera diperbaiki.

Untunglah, Rancangan Undang-Undang Pajak yang direncanakan berlaku tahun depan memang mendorong ke arah ini. Penurunan tarif maksimal pajak badan dan peningkatan tingkat pendapatan tak kena pajak akan memaksa aparat pajak memperluas wilayah perburuan mereka. Ini, harus diakui, bukan soal mudah bagi Direktur Jenderal Darmin Nasution. Soalnya, kompetensi teknis anak buahnya memang kurang memadai untuk ”berburu di hutan”. Bayangkan, tak sampai sepuluh persen awak pajak memiliki kemampuan sebagai auditor, padahal di negara maju proporsinya biasanya sekitar 70 persen.

Meningkatkan kemampuan teknis pegawai pajak tentu membutuhkan waktu padahal kebutuhan atas peningkatan penerimaan diperlukan tahun ini juga. Sebab, bila Rancangan Undang-Undang Pajak yang sedang disusun saat ini diloloskan Dewan Perwakilan Rakyat, penerimaan dari wajib pajak yang sama akan terancam turun puluhan triliun rupiah. Lantas apa yang harus dilakukan?

Majalah ini mengusulkan agar Darmin Nasution segera mengarahkan para pemburunya ke ”kebun koruptor” yang kini membiak di berbagai rumah tahanan dan penjara negara. Para pejabat dan pengusaha bermasalah itu tentu mudah ditemui dan, cukup dengan membandingkan surat dakwaan dengan laporan pajak mereka sebelumnya, akan segera ditemukan sumber pendapatan baru yang berlimpah rupiah.

Coba saja periksa pembayaran pajak tahun lalu seorang pengusaha yang kini ditahan dengan tuduhan menyuap aparat hukum dengan nilai lebih dari Rp 6 miliar. Informasi yang sampai ke majalah ini menyatakan jumlah pajak penghasilan yang dibayar hanya Rp 45 juta. Bila ketidakadilan seperti ini dibiarkan, apa kata dunia nanti....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus