Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Rapuhnya Jaminan Kebebasan Beragama

Surat keputusan bersama “pembekuan” Ahmadiyah menabrak konstitusi. Pemerintah semestinya tak bisa didikte.

16 Juni 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NEGARA tidak boleh kalah oleh perilaku kekerasan,” kata Presiden Yudhoyono. Publik membayangkan satu sikap tegas. Apalagi pernyataan itu dikemukakan dengan raut muka marah, lantaran polisi lamban mencegah kekerasan oleh Front Pembela Islam dan gerombolan pendukungnya di lapangan Monas, Jakarta, belum lama ini. Polisi kemudian memang bertindak menangkap sejumlah aktivis organisasi yang diduga menjadi biang keributan. Pemerintah menunjukkan diri sebagai kekuatan yang tak bisa didikte.

Semua itu redup setelah terbit surat keputusan bersama tentang ”pembekuan” Ahmadiyah. Susah untuk tidak mengaitkan keputusan ini dengan tekanan sekelompok orang. Surat diumumkan tak lama setelah Rizieq, Munarman yang panglima front, serta sejumlah tokoh Islam mendesak pemerintah untuk menghukum jemaah Ahmadiyah.

Keputusan itu menunjukkan pemerintah diskriminatif. Surat keputusan tersebut bukan hanya membatasi hak jemaah Ahmadiyah, melainkan juga mengancam warga negara agar tidak menafsirkan ajaran di luar doktrin yang selama ini diyakini kebenarannya oleh arus utama gerakan Islam. Pemerintah menutup ruang bagi setiap perbedaan. Kemerdekaan berpikir warga? Wassalam. Kebenaran tafsir atas agama sudah dimonopoli penguasa.

Padahal surat keputusan bersama bukan produk hukum yang mengikat dan karena itu tidak menuntut kepatuhan publik. Peraturan ini tidak dikenal dalam tata perundang-undangan Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Jadi tak ada alasan bagi pihak yang keyakinannya berseberangan dengan jemaah Ahmadiyah untuk memaksakan kehendaknya. Tak ada yang boleh memaksa Ahmadiyah menyerahkan buku, selebaran, dan tayangan dakwah mereka. Pemerintah harus menjamin agar surat keputusan ini tak dijadikan alasan pembenar bagi siapa pun untuk berbuat anarki.

Pemerintah tampaknya lupa. Selain dijamin konstitusi, kebebasan beragama memiliki perlindungan hukum internasional, sebagaimana tecermin dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Bahkan kebebasan berganti keyakinan pun dijamin oleh Deklarasi.

Indonesia telah meratifikasi Deklarasi tersebut. Selain itu, Indonesia turut meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik. Dengan begitu, pemerintah terikat untuk menjamin hak setiap orang atas kebebasan berpikir, berkeyakinan, dan beragama serta perlindungan atas pelaksanaan hak-hak tersebut.

Atas dasar semua aturan hukum itu, Ahmadiyah berhak mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penodaan Agama. Aturan lawas Orde Lama yang menjadi dasar hukum terbitnya surat keputusan bersama tiga menteri ini diyakini menabrak konstitusi. Kalau Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965, otomatis produk hukum yang dikeluarkan atas dasar undang-undang itu gugur. Pengikut Ahmadiyah selanjutnya berhak mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung untuk mencabut surat keputusan bersama tanpa dasar hukum itu.

Pemerintah, termasuk pemimpin tertingginya, tidak boleh berpaling dari amanat konstitusi untuk melindungi kebebasan beragama dan berkeyakinan warganya dengan segala risiko. Pemerintah, juga presiden, boleh tidak populer di mata arus utama organisasi agama apa pun di Tanah Air, asalkan gejala bergesernya negara demokrasi menjadi teokrasi segera diakhiri. Indonesia wajib diatur dengan hukum nasional, bukan hukum agama.

Ketegasan seorang pemimpin dibutuhkan untuk memastikannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus