Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marginalia

Bukan Semuanya Wali

Manusia memang bukan semuanya wali. Tapi sejarah mengajarkan, bahwa keadaan tak sempurna sebagai alasan untuk mempertahankan kerakusan. Keadaan tak sempurna justru untuk kesediaan ditegur, mengerti dosa.

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

IA masih terhitung keturunan Kaisar Charlemagne. Ia punya hubungan keluarga --lewat darah ataupun pernikahan -- dengan hampir seluruh raja di Eropa. Louis Mountbatten memang nampaknya sudah terlahir untuk menduduki jabatan tinggi. Ketika di musim gugur tahun 1943 ia ditawari oleh Perdana Menteri Churchill untuk menjadi Panglima Tertinggi Sekutu di Asia Tenggara, ia minta waktu 24 jam buat berfikir. "Kenapa," kata Churchill. "Apakah tuan mengira tak akan dapat melakukannya?" "Bukan," jawab Mountbatten. "Saya menderita kelemahan sejak lahir, yakni selalu menyangka saya bisa melakukan apa saja." Toh sangkaan semacam itu sering terbukti. Di balik kegemarannya berpesta dan main polo, Mountbatten sebenarnya seorang perwira yang serius, dan keras dalam bekerja. Juga ketika saudara sepupunya, Raja George VI, menunjuknya jadi Wakil Raja Inggeris (Viceroy) untuk India. Waktu ia berumur 21 ia memang pernah berkunjung ke negeri jajahan itu, di mana ia disambut dengan kemegahan yang tak tepermanai dibawa bepergian dalam kereta api putih, diajak berburu harimau, ikut berkendara gajah di malam purnama, dan hadir pada pelbagai resepsi serba elegan yang disajikan oleh pangeran-pangeran Hindi. Maka dalam buku hariannya di bulan Nopember 1921 Mountbatten muda pun mencatat: "India adalah negeri paling menakjubkan, dan Viceroy adalah jabatan yang paling menakjubkan di dunia." Paling menakjubkan? Tapi tahun 1947 bukanlah tahun 1921. India sedang di ambang kemerdekaannya. Tanah jajahan itu mau lepas dari tahta Inggeris. Sejarah pun mempertemukan Mountbatten dengan seorang tua berumur 77 tahun yang pendek dan gundul: Gandhi. Keduanya dengan segera jadi lambang dari dua sisi India menjelang Agustus 1947. Setidaknya, merekalah tokoh utama dari buku Freedom At Midnight, karya Larry Gollins dan Dominique Lapierre. Gandhi tentu saja bukan Lord Mountbatten yang berseragam necis. Ketika Januari 1947 Mountbatten berbincang dengan Raja George VI di ruang dalam Istana Buckingham, Gandhi mengunjungi desa-desa di Noakhali, diiringi kemenakanannya, Manu -- yang membawa alat pintal sederhana, Bhagavad Gita, Qur'an, dan buku tentang Jesus. Ia tengah mencoba mendamaikan orangorang Islam yang tengah bentrok berdarah dengan orang Hindu. Itu tidak berarti antara sang Vicero dengan pemimpin India itu tak ada semacam persintuhan hangat. Di bulan Juli, di suatu siang, pak tua itu masuk ke ruang studi Mountbatten. Orang yang pernah dipenjarakan Inggeris itu menawarkan suatu kehormatan kepada sang wakil penjajah: Gandhi mengundang Mountbatten untuk jadi Gubernur Jenderal bagi India, setelah kemerdekaan yang sedang disetujui bersama diproklamasikan. Mountbatten, yang menghormati Gandhi, terharu. Hampir terbit airmatanya. Ia mengucapkan terimakasih. Namun Gandhi, menambahkan, bahwa untuk itu Istana Viceroy, dengan taman-taman Moghulnya, dengan segala kemewahannya, harus ditinggalkan. Semua benda itu merupakan penghinaan bagi rakyat jelata India yang melarat. Tinggallah di rumah bersahaja, kata Gandhi. Kita tahu kemudian bahwa Mountbatten memang bukan Gandhi. Kita juga tahu bahwa banyak orang bukan Gandhi. Seperti dikatakan oleh pengarang Freedom at Midnight, cita-cita Gandhi tentang cara hidup adalah sebuah cita-cita yang sempurna untuk manusia-manusia yang tak sempurna. Manusia memang bukan semuanya wali. Tapi mungkin sejarah juga mengajari kita, bahwa keadaan tak sempurna bukanlah dasar untuk terus-menerus menghalalkan kerakusan. Keadaan tak sempurna itu justru alasan untuk kesediaan ditegur, untuk mengerti rasa malu dan rasa dosa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus