Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pelita Tanpa Bulan Purnama

Dalam pidato kenegaraan 17-08-1978, presiden berbicara banyak tentang "pemerataan pembangunan", mengenai pendidikan, stabilitas nasional & persiapan perbaikan atas peraturan perundang-undangan pemilu. (nas)

26 Agustus 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH pidato kenegaraan 17 Agustus yang jatuh di pertengahan puasa. Berbeda dengan tahun lalu, yang jatuh di awal Puasa, kali ini tak banyak kisah sukses ekonomi diulangi Presiden. Membawakan pidatonya selama 2 jam pada 16 Agustus malam, Presiden banyak bicara soal "pemerataan pembangunan." Namun ia mengisyaratkan bahwa tahap Pelita III yang akan dimulai awal April tahun depan akan terasa berat. "Lima tahun mendatang ini sungguh merupakan kurun waktu yang sangat menentukan . . . ", katanya. Dan di akhir pidatonya yang 58 halaman itu, Presiden mengakui bahwa "masa depan itu jelas bukan seindah malam bulan purnama." Tapi "tetap masa perjoangan mengarungi lautan pembangunan." Menurut Presiden, "lautan pembangunan" yang akan dikarungi dalam 5 tahun mendatang itu diperkirakan akan mencapai laju pertumbuhan 6,5%. Perkiraan ini lebih kecil dari Pelita II yang mencanangkan laju pertumbuhan 7,5% sampai 9%, meskipun yang nyatanya dicapai sekitar 6-7%. Tapi dengan tingkat pertumbuhan yang oleh banyak ekonom dianggap lebih realistis, Presiden juga berharap bisa menekan laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% menjadi 2%. Toh dengan KB yang diperkirakan akan lebih berhasil itu, tak urung mulut yang harus dikasih makan makin banyak juga: dari 137 juta orang sekarang menjadi 151 juta di awal 1984. Memberi gambaran pendahuluan Repelita III, Indonesia tampaknya harus hidup dengan dana yang makin terbatas. Penerimaan dari minyak, yang selama ini menjadi taruhan dari penerimaan negara (55%), menurut Presiden "tidak akan mengalami banyak perobahan, berhubung situasi pasaran minyak dan keadaan ekonomi dunia." Maka selain ingin melakukan penghematan konsumsi minyak di dalam negeri yang meningkat 15% dalam setahun, yang akan ditembak adalah meningkatkan penghasilan dari sektor non-minyak dan penerimaan dari pajak (lihat: Dengan Minyak Yang Merosot). Wong Cilik Tapi yang menarik di tengah keterbatasan sumber dan waktu itu adalah hasrat pemerintah untuk membagi kue nasional ini agar lebih adil alias lebih merata. Tampaknya kritik-kritik yang muncul selama 10 tahun ini mendapat tanggapan yang lebih serius. Ada disebut oleh Presiden, "perasaan-perasaan rakyat yang menghendaki agar pembangunan ini memperoleh kedalaman-kedalaman, dan tidak hanya menyentuh permukaannya saja." Maka bidang pertanian rakyat, perumahan, pendidikan, kesehatan dan usaha-usaha yang mampu memberi lowongan kerja pada wong cilik, baik dari pemerintah maupun dengan lebih melibatkan sektor swasta -- dengan tekanan pada golongan ekonomi lemah yang juga disebut pribumi itu -- menurut Presiden akan lebih diberi tempat. Khusus tentang pendidikan, diharapkannya pada akhir Repelita III semua anak berusia 7-12 tahun akan tertampung di sekolah dasar. "Insya Allah -- untuk pertama kali sejak Indonesia merdeka idam-idaman ini dapat terwujud." Tapi Presiden tidak menegaskan apakah itu berarti dimulainya wajib belajar. Diperkenalkannya pula "Program Kejar", yang khusus diarahkan untuk mereka yang di luar sekolah, dengan memberi pengetahuan dasar, cara berfikir dan ketrampilan, tanpa harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari. "Di desa-desa program kejar ini dikaitkan dengan program pemberantasan butahuruf gaya baru." Tentu saja semua itu dipandang bisa dilakukan dalam suasana yang dirasa aman bagi pemerintah: adanya stabilitas nasional. " . . . dalam stabilitas nasional ini maka stabilitas pemerintahan merupakan unsur penting. Pemerintah yang tergoncang, Pemerlntah yang terombang-ambing, Pemerintah yang lemah, pasti tak akan mampu membina masyarakat yang baik," kata Presiden. Masalah stabilitas itu demikian pentingnya sehingga pagi-pagi, pemerintah sudah malakukan persiapan untuk Pemilu di tahun 1982 yang "lebih tertib, lancar dan aman". Dengan mengembangkan "sopan-santun politik yang baik, untuk mencegah ekses-ekses dan suasana yang tegang dan panas" itu, Pemerintah juga sedang melakukan persiapan lain: " . . . perbaikan-perbaikan atas peraturan perundang-undangan Pemilihan Umum yang sekarang kita miliki, dengan mengambil pelajaran dari Pemilihan Umum yang sebelumnya telah kita laksanakan." Di bidang luar negeri, Presiden menaruh keprihatinan akan usaha perdamaian yang dirintis Presiden Anwar Sadat, yang dinilainya "masih harap-harap cemas" dan "akhir-akhir ini nampaknya mendekati jalan buntu". Juga timbulnya kembali ketegangan-ketegangan di kawasan Indocina, dilihat sebagai mempengaruhi perkembangan di Asia Tenggara. Presiden juga merasa prihatin karena gerakan non-blok, di mana Indonesia sebagai salah satu pendirinya, "kini sedang mengalami masa-masa yang cukup sulit, karena timbulnya gejala keretakan dan benih-benih perpecahan..." Presiden tak menyinggung apa pun tentang hal yang pernah dikemukakannya ketika membawakan pidato pertanggungjawabannya dalam SU MPR Maret lalu: usaha merintis hubungan dengan RRC. Tapi dikemukakan bahwa pemeliharaan stabilitas regional Asia Tenggara, melalui kerjasama ASEAN merupakan pusat perhatian politik luar negeri Indonesia. Melihat ASEAN sebagai "tiang politik luar negeri kita" dan "benteng utama kesejahteraan dan ketenteraman kita", Presiden menilai pertumbuhan ASEAN kini tiba pada tahap konsolidasi, dengan memperbanyak kerjasama di segala bidang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus