Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Putu Setia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
@mpujayaprema
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika merujuk ke kamus bahasa Indonesia, buron adalah orang yang sedang dikejar polisi. Adapun di kamus bahasa-bahasa daerah, buron merujuk ke binatang, yaitu binatang yang biasa diburu.
Apa pun obyeknya, manusia atau binatang, buron harus pandai-pandai ngumpet. Tapi hal ini tak berlaku untuk Joko Tjandra. Dia sudah berstatus buron sejak vonisnya diperkuat Mahkamah Agung dengan pidana 2 tahun penjara pada pertengahan Juni 2009. Ia terbukti bersalah melakukan korupsi dalam perkara cessie Bank Bali.
Dikabarkan bahwa dia kabur ke Papua Nugini. Tapi dia bisa masuk ke Indonesia lagi dengan aman. Joko bahkan mencari kartu tanda penduduk baru di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta. Pada hari yang sama dia mendaftarkan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Petugas kelurahan, panitera pengadilan, dan orang-orang yang banyak berseliweran di kedua instansi itu tak ada yang mengenal Joko Tjandra, padahal dia buron.
Cuma ada yang malu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Prof Mahfud, Md. “Malu kalau negara ini dipermainkan oleh Joko Tjandra,” kata Mahfud. Lalu Mahfud berniat menghidupkan kembali tim pemburu koruptor, sebuah tim pemburu yang pernah dibentuk pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Bagaimana dengan kejaksaan yang tugasnya mengeksekusi terpidana? Jaksa Agung ST. Burhanuddin mengakui kecolongan. "Kami memang ada kelemahan. Jujur, ini kelemahan intelijen kami," kata Burhanuddin. Jaksa Agung juga heran seperti halnya keheranan berjuta-juta penduduk di negeri ini, kenapa Joko Tjandra bisa masuk ke Indonesia tidak kena pencekalan?
Yang tenang-tenang saja adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, termasuk jajaran Imigrasi yang dibawahinya. Pak Menteri lagi bungah karena berhasil membawa pulang buron yang lain, Maria Pauline Lumowa. Maria ini pembobol Bank BNI sebesar Rp 1,7 triliun pada 2002. Menteri Yasonna sendiri yang menjemput Maria ke Serbia untuk dibawa ke Indonesia. Jadi, memang pantas rasa puasnya masih lebih besar ketimbang rasa malu seperti Mahfud.
Namun yang paling merasa tenang tentu buron lain, misalnya Edy Tansil. Masih ingat dia? Pembobol Bank Bapindo ini divonis 20 tahun penjara dan mendekam di LP Cipinang. Pada Sabtu, 4 Mei 1996, Edy minta izin berobat ke RS Harapan Kita. Sejak itu dia tak diketahui di mana berada. Ada dugaan dia sudah aman berusaha di Cina, tapi dengan cara apa dia kabur? Jangan-jangan Edy Tansil masih berada di negeri ini. Orang sudah melupakannya.
Joko Tjandra dan Edy Tansil itu buron lama. Polisi sebagai sang pemburu mungkin sudah capek mengejar. Ada buron baru yang juga sulit ditangkap. Dia Harun Masiku, bukan pembobol bank, melainkan diduga otak penyuapan yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Penyidik KPK sudah mengejar Harun Masiku sewaktu dia berada di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian. Tapi Harun hilang di sana. Sampai kini kader PDI Perjuangan itu tak jelas keberadaannya. Yang menarik ada pernyataan dari Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman. Dia meyakini bahwa Harun Masiku telah meninggal selama pelarian. Tak disebutkan apakah terpapar Covid-19, yang pasti pernyataan ini memberi kesan, ayo lupakan Harun Masiku.
Para buron tampaknya semakin cerdik. Seharusnya para pemburu lebih cerdik lagi menyusun siasat dan melibatkan antar-instansi. Arti kata buron dalam kamus bahasa Indonesia diubah saja. Buron itu tak hanya dikejar oleh polisi, tapi juga oleh seluruh aparat hukum. Bahkan masyarakat wajib membantu memburu buron. *