Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BARA yang terpendam di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi akhirnya meletik juga. Pemicunya tiada lain daripada orang-orang di sekitar Menteri Marwan Jafar jua. Sejak diangkat sebagai anggota staf khusus, mereka sibuk memanfaatkan berbagai "peluang". Tak tahan dengan tingkah-polah ini, sebagian pegawai karier angkat suara.
Staf khusus menteri menjadi biang masalah karena kerap cawe-cawe dalam urusan di luar tugasnya. Mereka diduga ikut mengatur seleksi pegawai baru, mutasi dan promosi pejabat, sampai penjatahan proyek. Dalam pengangkatan sekitar 50 ribu petugas pendamping pemanfaatan dana desa, misalnya, staf khusus ditengarai memuluskan jalan untuk kader Partai Kebangkitan Bangsa—partai asal Marwan.
Awalnya, sepak terjang staf khusus Marwan hanya menjadi bahan gunjingan di kalangan pegawai karier Kementerian Desa. Lama-kelamaan upaya "politisasi birokrasi" itu memantik amarah. Sekelompok pegawai karier yang "tersingkir" bersiap-siap menggugat surat keputusan mutasi massal yang diteken Marwan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Menurut mereka, perombakan kepegawaian itu mengabaikan prinsip meritokrasi serta sarat konflik kepentingan.
Pengangkatan staf khusus menteri sejatinya bukan ahwal terlarang. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 membolehkan setiap menteri mengangkat maksimal tiga anggota staf khusus. Dengan gaji dan fasilitas setara pejabat eselon Ib, anggota staf khusus bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada menteri. Tapi peraturan itu menekankan tugas staf khusus harus jelas dan spesifik, sesuai dengan penugasan menteri, dan tidak tumpang-tindih dengan perangkat kementerian lain.
Masalahnya, banyak anggota staf khusus yang memakai jurus aji mumpung. Mereka melakukan apa saja, termasuk pekerjaan yang terbilang kotor. Jauh sebelum karut-marut di Kementerian Desa ini, pada Juni 2011, misalnya, staf khusus Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan disorot ramai-ramai. Mereka ditengarai memungut "uang sedekah" Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar dari pengusaha yang mengurus izin pinjam-pakai kawasan hutan. Sebelumnya, staf khusus Menteri Pertanian Suswono pun digunjingkan terlibat jual-beli kuota impor daging sapi.
Perseteruan staf khusus Menteri Marwan dengan pegawai karier bukan hal sepele. Bila berlarut-larut, mesin birokrasi Kementerian Desa bisa ngadat. Padahal tugas Kementerian Desa lumayan berat. Kementerian ini harus memajukan 20 ribu lebih desa tertinggal serta mempersempit kesenjangan kota-desa yang masih menganga lebar. Tahun ini, misalnya, Kementerian Desa menyalurkan dana bantuan desa sekitar Rp 46,9 triliun. Tanpa pengawalan ketat, dana Rp 800 juta per desa itu bisa menjadi bancakan koruptor lokal.
Katakanlah selama ini para anggota staf khusus itu mencatut nama Marwan. Pak Menteri harus segera menghentikan perbuatan tak produktif anggota staf khususnya. Sebelum "kanker" menjalar ke mana-mana, anggota staf khusus yang tak bisa dikendalikan sebaiknya diamputasi. Lain cerita bila Menteri Marwan pun menjadi bagian dari keruwetan ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi juga perlu mengawasi pergerakan orang-orang di sekeliling menteri, termasuk hubungan mereka dengan partai induk semangnya. Sejumlah kasus yang dibongkar KPK menunjukkan proyek kementerian kerap menjadi rebutan untuk mendanai kegiatan partai serta memuaskan keserakahan pengurusnya. Sudah saatnya korupsi jaringan "kartel politik" itu diakhiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo