Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Citra itu mahal

Manusia tak lagi sekedar membeli barang, tapi membeli merek, karena mutu produk berbeda berdasarkan merek. Setiap merek mempunyai citranya sendiri dan citra itu mahal. (ki)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANUSIA modern tidak lagi sekadar membeli barang. Mereka tidak sekadar membeli sepatu, tapi membeli Florsheim, Stemar, atau Bata. Mereka membeli merk. Sukses Unilever bukanlah karena ia membuat deterjen, sabun, dan pasta gigi, tetapi karena ibu-ibu suka membeli Rinso, Lux, dan Pepsodent. Kita memang sudah memasuki budaya branded product. Semua barang harus ada merknya. Orang sekarang bahkan berani memakai baju "terbalik", yaitu baju yang merknya di luar. Semua baju Prancis kini - palsu atau tidak - justru menaruh merknya di luar. Orang membedakan mutu produk berdasarkan merk. Garam pun sekarang dikemas dalam kemasan bermerk. Beras bermutu juga memakai merk. Artinya, setiap merk mempunyai citranya sendiri. Ini bukan sekadar permainan kata-kata. Perbedaan antara produk dan merk sangatlah fundamental. Produk adalah sesuatu yang dibuat di pabrik. Sedangkan merk adalah sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Sebuah produk dapat ditiru oleh pesaing, tetapi merk? Sebuah produk dapat menjadi kedaluwarsa, tetapi merk yang baik bisa bertahan lama. Schweppes sudah lebih dari 100 tahun. Coca-Cola sudah 99 tahun. Sudah berkali-kali produknya mengalami perubahan, tetapi tidak merknya. Secara konvensional, orang sering berpikir ke dua arah bila bermaksud meningkatkan usaha, yaitu: pembaruan teknologi atau pembaruan pasar. Kalau semua deodoran muncul dalam bentuk stik, teknologi memperbaruinya dengan bentuk rol. Kalau semua minyak wangi hanya untuk wanita, maka pasarnya dikembangkan untuk juga mencakup kaum pria. Ada juga pendekatan lain yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan usahanya. Pendekatan itu didasarkan pada keputusan apakah perusahaan. mengharapkan pertumbuhannya dari merk yang sekarang, atau Justru memperkenalkan merk baru. Tetapi, tidak semua jenis usaha dapat memperkenalkan merk baru. Coca-Cola baru saja melakukan kampanye besar-besaran di Amerika Serikat untuk memperkenalkan produknya dengan rasa baru: Coca-Cola New Formula! Sekalipun risetnya sudah melibatkan 190.000 orang, tcrnyata hasilnya tak sepenuhnya memuaskan. Konsumen protes dan minta agar formula lama di edarkan kembali. Coca-Cola tak berani kehilangan pasarnya. Formula lama lalu dipasarkan kembali di bawah label Coca-Cola Classic. Merknya, mereka tak berani mengganti. Hanya menambah. A going brand has a firm base in its existing reputation and in people's direct experience of it, kata Stephen King, direktur riset J. Walter Thompson. Orang Jakarta tahu membedakan President Taxi dengan Blue Bird karena mereka sudah mengalami perbedaannya. Karena itu, kalau ada merk yang "rusak", orang cenderung membuangnya sama sekali. Memperbaiki merk yang "rusak" mungkin akan lebih mahal daripada membuat merk yang baru. Ada juga merk yang membuat pasar tidak dapat berkembang lebih jauh sehingga memerlukan serangkaian modifikasi. Awal bulan ini kita melihat dua contoh sekaligus. Garuda menjadi Garuda Indonesia dan Bank Duta Ekonomi menjadi Bank Duta. Yang satu menambah, yang lain mengurangi. Keduanya sama-sama mengalami pembaruan logo. Keduanya pun digarap oleh desainer asing. Garuda oleh Landor, Bank Duta oleh Allied. Garuda Indonesia dan Bank Duta sebenarnya sudah boleh puas dengan kedudukannya selama ini. Sekalipun kursi penerbangan domestik GI hanya terisi 50/O--55%, Garuda sudah membuat untung di sektor ini. Bank Duta pun sudah menduduki kedudukan ketiga di deretan bank umum swasta nasional. Tetapi, Garuda tentu ingin pula mendapat bagian kue yang lumayan disektor internasional. Karena itu, nama Garuda saja tidak cukup. Soalnya, orang asing tidak tahu garuda itu binatang apa. "Perubahan ini merupakan komunikasi visual manajemen Garuda Indonesia untuk menyatakan adanya perubahan positif," kata R.A.J. Lumenta, direktur utama Garuda Indonesia. Bank Duta, yang baru saja pindah ke gedung baru bertingkat 22, pun memerlukan pengembangan pasar. Ternyata, ada masalah "internasional" juga dalam "merk" lama Bank Duta Ekonomi. Coba terjemahkan Duta Ekonomi ke dalam bahasa Inggris. Ternyata, memang tak ada istilah Inggrisnya yang tepat. Karena itu, lebih baik disebut Bank Duta. Lebih singkat, dan karena itu orang tak perlu meningkat menjadi BD. Ini memang taktik dan cara sah yang sudah diuji kebenarannya. First National City Bank jadi Citibank. Western International Hotel jadi Westin. Ada perubahan citra yang juga mewujud dalam bentuk penyelesaian grafis dan hal-hal lain. Dan kegiatan ini memang tidak murah. Garuda Indonesia saja harus membayar 1,1 juta dolar untuk itu. Bondan Winarno

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus