Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengimbau Bunga

Bank-bank pemerintah sangat likuid, SPBU diturunkan lagi dan pecahan minimumnya diperkecil. Untuk mempengaruhi penurunan suku bunga. (eb)

17 Agustus 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

USAHA Bank Indonesia mempengaruhi suku bunga deposito dan pinJaman cukup gencar dilakukan. Tingkat diskonto Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), misalnya, diturunkan lagi dari 18% jadi 17%. Penyesuaian ini merupakan usaha penurunan ketiga kalinya, sesudah Juli lalu tingkat diskontonya diturunkan dari 19,5% jadi 18%, dan Mei sebelumnya turun dari 20,5% jadi 19,5%. Mulai pekan lalu, pecahan minimum SBPU yang semula hanya Rp 50 juta diperluas menjadi minimum Rp 25 juta. Dengan memperkecil pecahan surat berharga ini, perusahaan dengan skala usaha kecil sekalipun, jika memerlukan rupiah, bisa menjual surat pernyataan piutangnya itu (SBPU) baik kepada bank maupun lembaga keuangan bukan bank. Jangka waktu perdagangan surat berharga itu diperpanjang dari tiga bulan jadi enam bulan supaya uang yang beredar tidak cepat tersedot kembali ke sistem perbankan. Secara teoretis, jika dunia usaha sudah bisa memenuhi sebagian kebutuhan modal kerjanya dari menjual SBPU, tekanan terhadap kebutuhan kredit dari bank tidak akan terlampau besar. Karena itu, bank perlu menurunkan bunga kreditnya, yang kini masih tinggi antara 18% dan 26%. Nyatanya, suku bunga pinjaman itu masih belum bergerak turun. Kata seorang bankir pemerintah, penurunan suku bunga kredit tidak akan cepat terjadi karena sebagian besar dana yang diperoleh berasal dari deposito yang harganya mahal: antara 16% dan 20%. Bersamaan dengan penurunan tingkat diskonto SBPU itu, mulai pekan lalu, bank diperbolekkan juga menggunakan dana antarbank sampai 15% dari dana pihak ketiga dalam rupiah (deposito, giro, dan tabungan). Padahal, sejak krisis likuiditas perbankan swasta meledak September 1984, pemakaian dana antarbank ini dibatasi maksimum 7,5% dari dana pihak ketiga sejak itu. Kelonggaran itu tampaknya diberikan mengingat suplai rupiah ke pasar uang diduga akan tetap terjaga. Bank pemerintah sebagai penyedia rupiah kini mempunyai cukup dana, yang mengendap selama seminggu dari setoran pajak maupun bea masuk, untuk diputarkan sebelum akhirnya masuk ke kantung bank sentral. Jadi, masuk akal kalau Subekti Ismaun, direktur Bapindo, menyebut, "Bank-bank (pemerintah) kini sangat likuid." Toh, dalam situasi seperti itu suku bunga kredit tetap tinggi. "Seharusnya para bankir realistis dengan situasi ekonomi sekarang, pemasarannya tidak mudah, kok pasang bunga tinggi untuk deposito," katanya. TENTU saja, tidak semua bank kini posisinya sangat likuid. Sebab, sejumlah bank swasta masih ada yang perlu menyedot banyak dana dengan menawarkan bunga deposito sampai 23%-24%. Kata Omar Abdalla, direktur utama Bank Bumi Daya, rasanya tidak mungkin jika dana semahal itu hanya diparkir. Dengan kata lain, "Beberapa bank sesungguhnya masih bisa memutarkan uang yang diperolehnya dengan biaya tinggi itu untuk keperluan jangka pendek," ujar Omar dalam suatu kesempatan di Jawa Tengah. Di masa sebelum September 1984 itu, kebutuhan jangka pendek untuk sektor perdagangan ini banyak dibiayai dari dana pasar uang antarbank. Laju permintaan pembiayaan ketika itu naik mencolok dari bulan ke bulan. Sialnya, hal ini tidak diimbangi dengan suplai rupiah cukup dari dana masyarakat maupun dana antarbank. Sekarang bank sentral memperbolehkan mereka memperbesar pemakaian dana antarbank. Suku bunga pinjaman untuk yang menginap semalam di pasar itu, yang di bawah 10% selama tiga bulan terakhir ini, diharapkan bisa mempengaruhi suku bunga pinjaman jangka pendek pada nasabah. Jadi, jelas, kata seorang pejabat Bank Duta, paket kebijaksanaan BI itu dilakukan untuk menekan kegiatan ekonomi berbiaya tinggi, yang diakibatkan oleh mahalnya biaya dana. "Bank-bank swasta juga sudah mulai mengerem dengan tidak menaikkan suku bunga pinjaman lagi," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus