SELAMA menginap di hotel yang megah, besar dan hiruk-pikuk itu,
persoalan bahasa tidak terlintas dalam hati saya. Bahasa
Inggris, habis perkara. Udaranya amat nyaman, segala penjuru
menampakkan hutan perawan, ada kereta kabel dan ada danau buatan
tempat bersampansampan. Ke lapangan terbang bisa naik
helikopter. Mau apa lagi.
Memang tidak terbayangkan pertemuan semacam ini dibikin di
tempat seperti ini. Alasan satu-satunya: for a change supaya
bervariasi. Dari hari ke hari persoalannya memikat. soal usulan
proyek penelitian, soal pembinaan peneliti muda pada universitas
terpencil, soal mengungkit mutu penelitian sosial, soal
membangkitkan kepekaan terhadap masalah sosial.
Tempat pertemuan pun menarik dan sejuk walau tidak bisa disebut
luhur: markas pejudian yang tersohor di seluruh negeri, yang
mampu menyedot wisatawan mengadu nasib atau para ahli yang
membutuhkan variasi.
Untuk tingkat 3 sengaja dipasang lambang C pada lift, bermakna
Casino. Dan, astagfirullah di ruangan yang luas beratus manusia
sibuk dengan dirinya sendiri, terlupa hari esok dan hari
kemarin, asyik dicekam detik-detik yang memainkan nasib. Di sini
casino di sana blackjack, french bull dan tai sai di ruangan
mirip bioskop bercokol penggemar keno, lalu berlusin jackpot
berderet bergemuruh di pelbagai tempat. Bagi kelas kakap
tersedia ruangan khusus, Casino de Genting International Room,
di mana minuman disajikan cuma-cuma dan suasana lebih terhormat.
Banyaknya perempuan, aduhai, pertanda status mereka sudah
membaik agaknya.
Bandar blackjack gadis-gadis manis, dengan jari jemari begitu
cekatan memainkan kartu. Mereka memiliki inteligensi dan
ketrampilan tinggi, sudah matang dilatih untuk profesi itu.
Dalam suasana yang begitu tegang dan kepulan asap rokok tiada
hentinya, kehadiran mereka, bandar upahan berwajah ayu tenang
itu, semacam rahmat. Tiada yang tersenyum, tiada yang bergurau,
seperti dunia mau kiamat malam itu juga. Inilah tempat strategis
mencari jalan pintas ke kemakmuran atau keremukan atau
terguncang-guncang antara keduanya.
***
Koper siap diperiksa alat elektronis, ditimbang, tiket dirobek,
check in rampung jam 6 pagi. Ketika mondar-mandir di lapangan
terbang (Kualalumpur) yang masih lengang, tiba tiba saya
terpikir soal bahasa itu. Aneh rasanya. Datang dan pergi terus
omong Inggris, bukan bahasa saudara serumpun Melayu. Lewat
perundingan dan tawar-menawar, ejaan bahasa sudah disamakan.
Mengapa tidak omong? Di balik eJaan yang sama itu ada apa?
Balai Bertolak Antara bangsa- Penukar Wang Dibenarkan - Waktu
Urusan - Waktu Rehat - Jabatan Penerbangan Awam - Perkhidmatan
Keselamatan Awam Malaysia.
Boeing 737 ke Penang lepas landas tepat pada waktunya jam 07.15.
Koran pagi diedarkan: New Sunday Times berbahasa Inggris dan
Nanyang Siang Pan Malaysia bertulisan Tionghoa. Koran bahasa
Malaysia yang saya cari-cari, setahu apa, tidak ada diedarkan.
Sayang seribu sayang, keinginan menguji bahasa Melayu saya
terpaksa batal rupanya.
Mujurlah New Sunday Times di sana sini memuat iklan berbahasa
Melayu yang sekaligus saya manfaatkan jadi bahan praktikum
sambil terbang. Bahasa saudara serumpun yang betul-betul
mengasyikkan. Bahasa yang mengingatkan saya kepada bapak-bapak
Madong Lubis almarhum, Sabaruddin Ahmad, Bakry Siregar,
guru-guru saya untuk bahasa dan sastra Indonesia di SMP dan SMA
dahulu. Pak Madong yang mudah senyum dan bisa kocak, Pak Bakry
yang kaya humor khas, Pak Sabaruddin yang komunikatif dan
produktif. Terpaksa saya mengingat mereka karena tidak mengerti
isi bacaan.
O ya, saya juga mempelajari buku tatabahasa Sutan Takdir
Alisyahbana di SMA. Kecuali itu, beberapa minggu yang lalu sudah
saya baca buku Badudu, Membina Bahasa Indonesia Baku. Semuanya
itu, aduhai, tidak membantu untuk memahami bahasa saudara
serumpun ini. Di balik ejaan yang sama itu, menunggu hal yang
cukup runyam.
Ijazah Sarjana Muda Kepujian dari Universiti-Universiti yang
diiktiraf oleh Kerajaan - tawaran adalah dipelawa bagi
kelayakan-kelayakan di perenggan (a) - Sijd Pelajaran Vokesyenal
Malaysia - menaip salinan trengkas itu sederas 20 psrn - semasa
waktu pejabat - pada peringkat peperiksaan tersebut -
calon-calon yang berjaya ditapis sahaja akan dipanggil untuk
ditemuduga - Bahagian Kakitangan - Pegawai Banci - Hari Banci 11
Jun 1980.
**
Kita bisa bersyukur Menteri Penerangan Malaysia Dato Mohamad
Rahmat berkenan mengunjungi negeri ini dengan istri beliau,
disertai Setia Usaha Parlemen Dato Haji Embon bin Yahya, Setia
Usaha Politik Encik Syam dan Dirjen Radio & Talevishen Dato
Abdullah Mohamed.
Tadi malam saya sungguh merasa lega mendengar ucapan Menteri
Penerangan Dato Mohamad Rahmat melalui TVRI, disusul oleh ucapan
Menteri Penerangan Ali Moertopo. Di dalam rencana kerjasama
kedua negara, tidak lupa ditekankan usaha ke arah penyamaan
bahasa Malaysia dan Indonesia.
Mana tau, kalau ada rezeki dan umur panjang, satu waktu kelak
masih bisa mengunjungi Malaysia (bukan Genting Highland) dan
lebih berani omong dengan saudara serumpun serta lebih mafhum
lagi isi koran mereka. Waktu itu nanti insya Allah sudah keluar
buku Membina bahasa Indonesia Malaysia baku dan khalayak
(Indonesia) sudah mengerti bahwa Pegawai Banci tidak lebih
daripada Petugas Sensus yang normal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini