Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Diskusi menghilangkan kebingungan

Khomeini memfatwakan agar penulis ayat-ayat setan, salman rushdie, dibunuh. fatwa khomeini itu membingungkan orang awam yang pro dan kontra. sebaiknyapolemik ini didiskusikan agar umat tak bingung.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ada baiknya bila karya Salman Rushdie, The Satanic Verses (Ayat-ayat Setan), yang menggegerkan dunia Islam itu dipolemikkan. Meski buku itu belum dibaca. Bagi saya, orang awam, setelah mengamati perbedaan pendapat atas buku itu di antara para intelektual muslim di negara kita, hal itu menarik untuk diperhatikan. Sebab, ada di antara mereka yang notabene bukan golongan awam lagi, ternyata tak memberikan pandangan atau sikap yang tegas alias persoalannya dibuat mengambang atau membingungkan. Terutama dalam hal menghadapi pandangan Khomeini. Bila kita hanya mengandalkan rasio, kita memang sulit menghadapi tokoh Revolusi Iran itu. Padahal Khomeini memvonis hukuman mati bagi Salman Rushdie, karena pengarang kelahiran India itu telah berimajinasi bebas tanpa batas. Sehingga, karya imajinasinya itu dianggap memfitnah dan menghina kesucian Islam dan Nabi Muhammad saw. Sikap Khomeini itu memang tak sepenuhnya bisa diterima. Namun, haruskah hal itu menimbulkan perbedaan pendapat, sehingga kita harus membaca buku itu dulu sebelum menentukan sikap? Bahkan ada gagasan usil (imajinasi bebas?), bagaimana reaksi Imam Khomeini setelah membaca buku Darmogandul atau Gatoloco, (TEMPO, 25 Februari 1989, Laporan utama) yang lebih kontroversial itu. Alternatif itu memang tak ada salahnya. Namun, bisakah hal itu menuntaskan masalah heboh buku itu di masyarakat? Sebab, orang awam tak mudah diharuskan memikirkan tetek-bengek, apakah buku Ayat-Ayat Setan itu membahayakan umat atau tidak. Itu bagaikan mengharuskan masyarakat awam mengaji buku Karl Marx, Lenin, Mao atau Adik Baru. Padahal, semua itu substansinya karya hasil imajinasi juga. Lagi pula, kalau orang awam diharuskan juga memikirkan hal itu, apa pula tugas kaum pemikir, pakar sastra, intelektual, yang memang sudah menjadi bidang garapannya? Namun, memang sulit juga mengomentari fatwa Khomeini bahwa siapa yang terbunuh dalam menjalankan tugas membunuh Salman Rushdie akan masuk surga. Ini barangkali harus dipandang sebagai semangat membela agama Islam. Sebab, bila ditinjau dari segi hukum Islam (qishash), hal itu masih perlu dipertanyakan. Apalagi masyarakat dunia mengetahui bagaimana bencinya Imam Khomeini terhadap kapitalis maupun paham sebangsanya (sekularisme dan komunisme). Atau fatwa itu sekadar mencari legitimasi bahwa Khomeini memang tokoh yang mempunyai tanggung jawab moral terhadap umat Islam secara universal, meskipun itu hanya mewakili golongan Syiah. TEMPO mungkin bisa membuka diskusi yang melibatkan Imam Khomeini. Itu antara lain untuk membuktikan bahwa keintelektualan Khomeini ternyata tak lebih dari para intelektual kita. Dan diskusi itu mungkin bisa menghilangkan kebingungan umat.MUHAMMAD SALMAN Fakultas Teknik Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus