Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Vonis frans limasnax: menguji ...

Vonis terhadap frans limasnax tertuduh penyelundupan mengundang banyak komentar terutama dari para pejabat. komentar-komentar itu dapat menggoyahkan dan mempengaruhi rasa adil dan keyakinan hakim.

25 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kasus tindak pidana penyelundupan yang dituduhkan kepada terdakwa Frans Limasnax baru saja diputus Pengadilan Negeri Jakarta Utara (TEMPO, 18 Maret 1989, Hukum). Putusan itu ternyata mengundang banyak komentar. Terutama dari para pejabat lembaga legislatif dan eksekutif. Yang perlu dikaji dari perkara pidana itu adalah sampai berapa jauh kita mau menegakkan prinsip peradilan yang bebas dan mandiri (independentand impartial judiciary). Dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, khususnya pasal 1 Bab I, Ketentuan Umum, termaktub ketentuan berikut: "Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia." Dan pasal 4 (3) Bab 1, Ketentuan Umum, mengatur: "Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh fihak-fihak lain di luar Kekuasaan Kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang tersebut dalam UUD." Komentar-komentar yang dilontarkan para pejabat legislatif dan eksekutif di media massa patut disesalkan. Sebab, adil atau tidaknya putusan pengadilan belum final mengingat jaksa penuntut umum masih mempunyai upaya hukum lain untuk menolak dan membantah putusan pengadilan. Yakni, banding pada tingkat pemeriksaan perkara di Pengadilan Tinggi Jakarta serta kasasi di tingkat Mahkamah Agung. Upaya terakhir ini ditempuh andai kata putusan Pengadilan Tinggi Jakarta belum dianggap adil dan benar. Pada saat itu jaksa penuntut umum dapat mengemukakan semua argumentasi, fakta dan dasar hukum untuk menolak putusan pengadilan serta mengegolkan tuntutan pidananya. Komentar-komentar seperti itu bisa mempengaruhi dan menggoyahkan rasa adil dan keyakinan hakim. Apalagi dibuat oleh orang yang berpengaruh. Pada hakikatnya, hakim harus memberikan keputusan dalam suatu perkara semata-mata berdasarkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Itu terlepas dari pengaruh luar atau bebas dari campur tangan luar (terutama dari lembaga ekstra yudisiil, yaitu lembaga yudikatif dan eksekutif). Putusan hakim harus mencerminkan rasa keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Putusan hakim harus didasarkan bukti-bukti cukup yang meyakinkan hakim. Bahwa seseorang (terdakwa) telah bersalah atas perbuatan yang terjadi yang dituduhkan atas dirinya (pasal 6 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 dan pasal 183 KUHAP). Hakim dalam jabatannya telah disumpah. Karena itu, ia bertanggung jawab menurut agamanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada UUD 1945, Pancasila, undang-undang, dan negara RI. Tanggung jawab hakim berat, karena menyangkut tanggung jawab kepada Tuhan (pasal 29 UU Nomor 14 Tahun 1970). sebab, hakim diangkat dengan sumpah kepada Tuhan Yang Maha Esa.FRANS HENDRA WINARTA, S.H.(Anggota) CIJL (Centre for the Independence of Judges and Lawyers) Kelapa Gading Boulevard TB2/24Kelapa Gading Permai Jakarta 14240

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus