Sungguh menarik apa yang diungkapkan oleh keheningan nurani Saudara Totok Wibowo tentang semakin mengendurnya ukuran-ukuran moralitas di kalangan umat dewasa ini (TEMPO, 27 Juli 1991, Komentar). Dalam kenyataannya, ukuran-ukuran moralitas kita memang semakin kendur. Memang, sebelum itu, moral telah mengalami perubahan jauh. Sejak era teosentris pada Abad Pertengahan "direvolusi" oleh era antroposentris pada abad modern, ilmu pengetahuan semakin berkembang jauh. Teknologi sebagai "anak raksasanya" semakin merajalela di dunia ini. Menurut Prof. T. Jacob, "Dalam dunia modern, telah terjadi teknologisasi kehidupan dan penghidupan." Teknologi semakin terpisah dari ilmu pengetahuan sosial, etika agama, hukum, dan humaniora. Manusia makin dilihat terfragmentasi. Sementara itu, mesin makin dominan dalam kehidupan manusia. Kini, "semua"-nya bisa dibuat oleh manusia. Sesuatu yang dahulu tak terbayangkan kini menjadi kenyataan. Sesuatu yang secara asasi bertentangan tetapi dengan sangat manisnya bisa disatukan dalam satu wadah: iklan. Lewat iklan, teknologi sebagai "subyek hidup" telah menemukan sarana ampuhnya. Kalau keadaan sudah demikian, yang menjadi taruhan adalah eksistensi manusia. Bila ada orang yang sanggup mempertahankan kekhasan eksistensinya, itu adalah sebuah prestasi. Betapa tidak. Tidak jarang orang sudah tidak bebas berhadapan dengan barang (TEMPO, 10 Agustus 1991, Perilaku). Pada saat seperti ini, iklan berperan pula sebagai pelindung bagi subyek manusia yang tak mampu bertahan pada kekhasan identitas aslinya. Akibatnya, tak mengherankan bila dalam fenomena kecil saja ditemukan orang yang tak serasi dengan pakaian yang dikenakannya. Itu hanya karena dia tergila-gila pada iklan yang diperankan oleh seorang bintang film, penyanyi, foto model, dan lain-lain. Lebih "gila" lagi, ketika orang merasa ketakutan bila tanpa mengikuti arus iklan dicap tidak modern. Dengan semakin membanjirnya barang-barang, kita tampaknya semakin bebas dalam memilih. Namun, kita sesungguhnya semakin tidak bebas dalam memilih. Kita semakin digiring ke lautan massa yang arahnya telah tersusun rapi dalam iklan pada setiap segi kehidupan. Iklan memberi kita harapan, mimpi, petunjuk, pelindung, dan akan "memangsa" kedirian kita, pada saatnya. Nah, Saudara Totok Wibowo, "kenakalan" media massa, film, atau yang lainnya tidak lepas dari maksud-maksud iklan ini karena secara global, dunia telah menjadi pelebaran pasar, tidak sebagai pelebaran masjid sebagaimana yang diharapkan oleh kalangan umat Islam. GIYONO Jalan Dumung CT. VIII/119 Karanggayam Yogyakarta 55281
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini