Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSEKUTUAN jahat antara pengusaha dan pejabat pemerintahan serta badan usaha milik negara seperti tak mengenal kata surut. Kasus korupsi Siman Bahar kembali mengungkap bahwa aturan ekspor-impor serta ketentuan perpajakan begitu mudah diakali dan dimanipulasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siman Bahar alias Bong Kin Phin bukan pengusaha biasa. Di kampung halamannya di Kalimantan Barat, dia dijuluki Crazy Rich Pontianak. Bisnisnya membentang dari pergudangan dan dermaga bongkar-muat barang hingga perhotelan dan pengolahan emas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bisnis pengolahan emas Siman kini menjadi sorotan. Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Keuangan, serta Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ramai-ramai “mengeroyok” Siman. Mereka mencurigai kejanggalan transaksi bisnis emas Siman yang nilainya sudah mencapai Rp 189 triliun.
KPK mengusut dugaan korupsi dalam kerja sama pengolahan anoda logam (dore kadar emas rendah) antara PT Loco Montrado milik Siman dan PT Aneka Tambang (Antam). KPK mencurigai Siman berkolusi dengan pejabat Antam sehingga perusahaannya mendapat kontrak pemurnian anoda logam menjadi emas.
KPK menaruh curiga lantaran perusahaan Siman tak punya pengalaman yang setara dengan Antam dalam pengolahan anoda logam serta tak memiliki sertifikat internasional. Selain itu, KPK menemukan pelbagai kejanggalan dalam dokumen kontrak antara Antam dan perusahaan Siman. Misalnya, kontrak tak mencantumkan kajian awal serta jumlah pengiriman anoda logam. Semua itu menunjukkan betapa amburadulnya tata kelola PT Antam sebagai perusahaan milik negara.
Pada 2017, KPK sudah menetapkan Siman sebagai tersangka. Namun upaya KPK menerungku Siman saat itu gagal total. Sebab, Siman melawan dengan mengajukan gugatan praperadilan mengenai statusnya sebagai tersangka. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Siman sehingga dia melenggang bebas. KPK melanjutkan pengusutan dan kembali menetapkan Siman sebagai tersangka dalam kasus yang sama pada Juli lalu.
Pada saat bersamaan, Siman menjadi target penyelidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Siman diduga memanipulasi dokumen sehingga dapat mengimpor emas tanpa dikenai pajak. Di atas kertas, Siman melaporkan emas yang dia impor diolah menjadi perhiasan untuk diekspor kembali. Kenyataannya, perhiasan itu dijual di pasar dalam negeri.
Belakangan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan juga menemukan bahwa sejumlah perusahaan Siman diduga memanipulasi laporan pajak. Akibatnya, perusahaan Siman tidak membayar pajak dan dendanya bernilai ratusan miliar rupiah.
Sekian lama Siman mengelabui Antam, Bea-Cukai, dan kantor pajak. Lalu ke mana para penegak hukum dan pejabat pengawasan di Kementerian Keuangan selama ini? Mereka seperti baru siuman setelah tipu-tipu Siman menyebabkan kerugian negara yang demikian besar.
Selicin-licinnya Siman Bahar, dia tak mungkin menjalankan kejahatannya sendirian. Karena itu, bila benar serius membongkar kasus ini, para penegak hukum seharusnya tidak hanya membidik seorang Siman. Semua pejabat dan aparat yang membekingi kejahatannya mesti dijerat dan diseret ke pengadilan.*
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Tipu-tipu Emas ala Siman"