Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan

Teknologi kecerdasan buatan, seperti ChatGPT, dapat bermanfaat atau malah menyesatkan. Penggunaannya perlu dikontrol.

11 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Etika Penggunaan Kecerdasan Buatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Teknologi kecerdasan buatan memiliki sisi positif dan negatif sekaligus.

  • ChatGPT, misalnya, dapat digunakan untuk menyebarkan informasi sesat.

  • Perlu pengawasan dan sikap bijak dalam penggunaannya.

Jusuf Irianto
Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi merupakan instrumen yang seharusnya memudahkan manusia mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhannya. Teknologi kecerdasan buatan (AI), seperti ChatGPT, misalnya, dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan secara lebih cepat asalkan digunakan dengan bijak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saat ini sedang populer chatbot, salah satu jenis AI, untuk mendapatkan data atau informasi yang lebih mudah sesuai dengan kebutuhan, sekaligus menarik perhatian pengguna. Chatbot juga digunakan masyarakat umum, akademikus, hingga pengusaha.

Di dunia bisnis, chatbot dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan dengan lebih cepat. Perusahaan mampu menyelesaikan setiap masalah sekaligus memberikan pengalaman impresif bagi pelanggan. Pengalaman yang menyenangkan akan membangun loyalitas pelanggan terhadap produk perusahaan.

Teknologi chatbot berkembang dengan fungsi lebih canggih. Chatbot, misalnya, dapat digunakan untuk meringkas seluruh bab dari suatu buku teks atau mengulas esai. Guru bahasa Inggris menggunakannya untuk mengajarkan kosakata dan struktur kalimat yang lebih efektif.

Di luar itu, chatbot digunakan pendidik untuk meningkatkan mutu pembelajaran melalui fitur yang lebih menarik, seperti pengecekan ejaan di Quillbot. Platform ini membantu pengguna mengidentifikasi kesalahan tata bahasa dan ejaan, bahkan memberikan saran penyuntingan struktur kalimat.

Namun pengguna harus menyadari bahwa saran chatbot ada kemungkinan tak sesuai dengan konteks penulisan. Karena itu, hasilnya bisa salah. Dalam kasus ini, pengguna harus memiliki pengetahuan dasar tentang pembuatan konten untuk menghindari kekeliruan saran yang dihasilkan chatbot.

Akhir-akhir ini hangat dibicarakan mengenai ChatGPT, yang dikembangkan oleh OpenAI. Perusahaan ini mengklaim ChatGPT dapat diakses publik setiap saat dengan respons lebih cepat meski padat pengguna. Selain itu, ia menyediakan akses prioritas yang memuat beberapa fitur khusus. Sejak dirilis menjelang akhir 2022 lalu, jumlah pengguna ChatGPT terus meningkat. Penggunanya berasal dari berbagai kalangan di seluruh dunia.

Seiring jumlah pengguna yang kian masif, kewaspadaan perlu dibangun guna mengantisipasi berbagai risiko yang bakal sangat merugikan. Meski bermanfaat untuk mengembangkan berbagai sektor, ada sisi gelap teknologi AI yang perlu diantisipasi.

Kesalahan atau bahkan kejahatan bisa terjadi karena teknologi AI mengandung berbagai kelemahan. Misalnya, informasi yang dihasilkannya tak dapat dipastikan kebenarannya. Karena itu, akurasi informasi yang dihasilkannya pun diragukan. George Bernard Shaw, pemenang Nobel Sastra 1925, mengingatkan agar setiap pengetahuan (informasi) yang salah harus selalu diwaspadai karena ternyata lebih berbahaya daripada ketidaktahuan.

Di antara sisi gelap chatbot yang membahayakan adalah distorsi konten, terutama di media sosial dengan pengguna yang kadang terpolarisasi. Pada kondisi tertentu, informasi hasil chatbot digunakan untuk fraud atau kejahatan yang merugikan pihak lawan.

Di masa pemilihan calon presiden, misalnya, ada penyebaran informasi sesat (disinformasi) melalui media sosial secara intensif. Informasi sesat ini cepat menyebar dan merusak reputasi serta elektabilitas individu korbannya.

Selain informasi sesat, penggunaan chatbot membuka peluang informasi atau ulasan palsu dari suatu produk. Ulasan penawaran barang atau jasa itu ternyata berbeda dari yang diterima pembeli.

Sisi gelap lain adalah munculnya ancaman yang lebih serius. Pelaku kejahatan di dunia maya berpeluang menggunakan chatbot guna mengakses jaringan komputer tertentu secara ilegal. Tujuannya untuk menghancurkan sistem komputer sasaran melalui peretasan dan penipuan (phising). Peretasan merupakan penyusupan ke jaringan komputer yang bertujuan merusak sistem. Adapun phising adalah kejahatan digital dengan penipuan yang menyasar data korban melalui e-mail atau media sosial.

Karena itu, pengguna teknologi AI haruslah bijaksana. Data atau informasi harus diketahui sumbernya. Sumber informasi harus dipastikan valid, reliable, dan akurat. Selain itu, data harus dapat diverifikasi ulang ke situs atau wahana lain yang kredibel.

Kredibilitas sumber data sangat penting berdasarkan karakter informasi yang disajikan. Informasi palsu atau hoaks yang dihasilkan chatbot condong bertema (berpola) konsisten atau sama dengan sumber yang tak jelas.

Selain bijak, etika harus dijunjung tinggi saat menggunakan AI. Teknologi dimaksudkan untuk mencapai tujuan secara lebih mudah tapi tanpa mengabaikan etika. Pemerintah dengan dukungan masyarakat harus memperkuat penegakan etika dalam penggunaan AI.

Pemerintah pun perlu berinisiatif untuk menghindari jatuhnya korban lebih banyak akibat sisi gelap AI. Caranya bisa dengan mengembangkan teknologi yang melindungi pengguna. Teknologi ini berfungsi memverifikasi konten yang telah/sedang diakses. Data/informasi hasil chatbot itu diperiksa cermat menggunakan detektor berteknologi AI.

Jadi, sisi gelap AI dilawan dengan AI pula. Contohnya, alat pendeteksi ChatGPT yang dibuat Stanford University dengan akurasi mencapai 95 persen. Alat ini berfungsi untuk mendeteksi suatu karya dibuat sendiri atau menggunakan ChatGPT. Detektor konten berteknologi AI bisa jadi merupakan cara terbaik untuk melawan informasi sesat yang dihasilkan chatbot.

Tatkala teknologi sengaja terus dikembangkan untuk memenuhi hasrat atau kebutuhan manusia secara lebih mudah, pada saat yang sama harus dipikirkan pula cara mengantisipasi setiap dampak negatif yang ditimbulkannya. Sisi positif teknologi, berupa sejumlah manfaatnya, akan lebih bermakna jika diikuti dengan menimbang setiap dampak buruk yang bakal merugikan. Artinya, penggunaan AI haruslah bijaksana.


PENGUMUMAN

Redaksi menerima tulisan opini dari luar dengan syarat: panjang sekitar 5.000 karakter (termasuk spasi) atau 600 kata dan tidak sedang dikirim ke media lain. Kirim tulisan ke e-mail: [email protected] disertai dengan nomor kontak dan CV ringkas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Jusuf Irianto

Jusuf Irianto

Guru Besar Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus