Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Tokoh Tempo 2024: Perlawanan Masyarakat Sipil

Terjepit pelbagai impitan, gerakan masyarakat sipil sepanjang 2024 memberi banyak harapan. Perlu lebih solid dan terarah.

29 Desember 2024 | 08.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mereka yang Mengikhtiarkan Demokrasi Indonesia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Sepanjang 2024, gerakan masyarakat sipil menumbuhkan harapan demokrasi Indonesia belum mati.

  • Di tengah represi aparatur hukum dan disinformasi pendengung kekuasaan, masyarakat sipil mencoba melawan penyelewengan kekuasaan.

  • Perlu lebih solid karena pada 2025 perlawanan lebih berat.

INDONESIA belum ambruk. Kendati penguasa bertubi-tubi merekayasa hukum, melanggar etika, memakai segala cara memberangus demokrasi, membungkam suara kritis secara represif, kita masih punya kelompok masyarakat sipil yang gigih menahan Republik agar tak jatuh ke dalam anomi. Mereka membawa harapan: Indonesia masih layak diperjuangkan sebagai negeri yang bermartabat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Edisi khusus mingguan ini menampilkan mereka yang bergerak dan bersuara. Kami tak memilih person seperti edisi tokoh di setiap pengujung tahun. Kami memilih kelompok gerakan yang melawan kesewenang-wenangan penguasa dalam pelbagai sektor: dosen, masyarakat adat, selebritas, komunitas lokal, mahasiswa. Dengan segala keterbatasan, di tengah kepungan disinformasi yang disebarkan para pendengung dan represi aparatur hukum, mereka menyuarakan pentingnya supremasi hukum, demokrasi, dan keadilan sosial.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satunya adalah gerakan 22 Agustus 2024 yang menggagalkan usaha culas anggota Dewan Perwakilan Rakyat menganulir putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Dilakukan tak terencana, aksi mereka bisa mencegah persekongkolan jahat politikus. Demonstrasi besar di Jakarta dan banyak daerah sukses menggagalkan DPR membuat undang-undang dalam semalam.

Putusan MK pada 20 Agustus itu menganulir otokrasi berkedok demokrasi. Hakim konstitusi mengubah ambang batas suara partai dari 20 persen menjadi 7,5 persen. MK juga menolak gugatan usia kepala daerah minimal 30 tahun saat pelantikan. DPR mencoba menghadangnya dengan membuat undang-undang baru.

Putusan hakim konstitusi mengubah skenario politik koalisi besar pendukung Joko Widodo dan Prabowo Subianto menguasai pemerintahan daerah lewat pilkada. Di Jakarta, PDI Perjuangan yang dikucilkan dari koalisi pemerintah bisa mengajukan calon gubernur sendiri yang disambut pemilih dengan menumbangkan kandidat yang diusung penguasa. Skenario calon tunggal Koalisi Indonesia Maju buyar oleh putusan MK itu.

Namun gerakan perlawanan itu masih sporadis, terpencar dalam banyak isu dengan narasi tak solid. Mereka tak memiliki pemimpin dan tak punya skenario ajek. Mereka terpisah dari publik yang terbelah oleh pembentukan opini di media sosial oleh agen-agen kekuasaan yang memutarbalikkan fakta dan menyerang mereka yang mencoba menjadi pelopor perlawanan. Publik bingung mencerna narasi yang berseliweran dari kedua belah pihak.

Film Dirty Vote yang beredar di YouTube mengungkap skenario culas mengakali pemilihan presiden pada Februari lalu telah ditonton hampir 10 juta orang. Namun film itu tak berhasil membendung kemenangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Operasi masif aparatur negara dan bantuan sosial menjelang pemilihan oleh Presiden Jokowi, ayah Gibran, lebih menggiurkan pemilih ketimbang fakta yang diungkap film berdurasi dua jam itu. Narasi Dirty Vote baru mengusik publik dalam gerakan 22 Agustus.

Sukses demonstrasi “Peringatan Darurat” mungkin karena persekongkolan DPR itu tak menguntungkan Prabowo Subianto secara langsung. Undang-Undang Pilkada yang hendak dibuat DPR memberi kesempatan kepada Jokowi dan keluarganya terus berkuasa. Dinasti politik itu bagaimanapun mengusik Prabowo. Posisinya akan selalu terancam: jika sesuatu yang buruk terjadi, sebagai presiden ia bisa segera digantikan wakilnya. Masuk akal jika Prabowo memerintahkan politikus Partai Gerindra dan koalisi partai pendukungnya tak mengesahkan undang-undang tersebut.

Di tahun 2025 dan setelahnya, gerakan masyarakat sipil makin tak mudah. Belum genap 100 hari memerintah, Prabowo membuat banyak langkah yang bertentangan dengan akal sehat. Dari membuka kerja sama dengan Tiongkok di Laut Natuna Utara yang mengancam kedaulatan, berencana mengampuni koruptor, sampai ingin menganulir pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam Paradoks Indonesia dan Solusinya, buku pamflet pemikiran Prabowo yang terbit pada 2022, terungkap dua resepnya memimpin Indonesia: meniru Cina dalam membangkitkan ekonomi melalui kapitalisme negara dan mengembalikan pemilihan presiden ke Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Jika tak solid, termasuk dalam merumuskan tujuan dan skenario perjuangan, efektivitas gerakan masyarakat sipil akan mudah diombang-ambingkan kepentingan elite: jika menguntungkan elite, mereka akan berhasil; jika merugikan, mereka membentur tembok. Sampai di sini, kelompok masyarakat sipil harus pintar membaca keadaan. Di tangan mereka, demokrasi dan cita-cita reformasi kita dipertaruhkan.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus