Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Hostile Takeover

Dunia bisnis Indonesia harus waspada terhadap hostile takeover. Dalam akuisisi internal, asas supermayoritas harus diterapkan secara konsisten.

8 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MINGGU lalu, dunia bisnis Indonesia disuguhi dua berita besar. Yakni, voting di RULBPS Indocement dalam kasus akuisisi intern dan tampilnya Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo menggantikan William Soeryadjaya sebagai Preskom Astra. Yang menarik adalah pernyataan Sumitro bahwa ia bersedia terjun membela teman lama karena ingin mencegah hostile takeover terhadap Astra. Dengan terungkapnya istilah hostile takeover, betapapun kurang tepatnya dalam kasus Astra, saya ingin mengingatkan Pemerintah dan Bapepam bahwa masa depan dunia bisnis di Indonesia tidak akan sepi dari hostile takeover yang riil dan harus diwaspadai. Karena itu, dalam masalah akuisisi internal, yang melibatkan pihak yang berkonflik kepentingan, saya tetap berpendapat bahwa asas supermayoritas harus diterapkan secara konsisten. Di negara-negara Barat, berhubung emiten memang secara sukarela menjual sahamnya sehingga porsi pemilik dan pendiri seperti keluarga Rockefeller turun secara drastis hanya tinggal .014 10% saham, semua pihak praktis menjadi minoritas. Yang dilakukan oleh Ivan Boesky dan Carl Icahn adalah penguasaan blok saham 5-10% secara diam-diam. Kemudian para corporate raider mengultimatum manajemen untuk mengambil alih perusahaan sekaligus menawarkan pembelian saham dari pemegang saham lain dengan harga tinggi. Semuanya akan dibiayai dengan obligasi gombal (junk bond), yang dipopulerkan oleh Michael Milken dari Drexel Burnham Lambert. Junk bond ini menawarkan suku bunga tinggi mirip Suti Kelola dan YKAM. Sebagian kecil memang secara acak mampu berprestasi, artinya obligasi dan modal ventura yang dikeluarkan untuk membiayai bintang lapangan tenar seperti Apple, Nike, Federal Express, People's Express, sukses dalam melahirkan perusahaan yang sehat, kuat, dan besar dari nol. Masyarakat investor yang berani mempertaruhkan dananya melalui sistem venture capital terhadap gagasan Steve Jobs (Apple) juga memperoleh capital gain dan dividen yang tinggi. Tapi sebagian besar junk bond tetap saja berkualitas gombal. Yang pernah sukses sementara seperti People's Express juga bisa bangkrut karena tidak sanggup membiayai bunga tinggi. Yang mendasar, para penjarah perusahaan itu tidak membenahi pabrik atau produksi sektor riil, melainkan asyik merekayasa laporan keuangan, memanipulasi proses akuntansi, dan menciptakan sekuritas gombal untuk menutupi ketidakmampuan mereka di sektor riil. Pengalaman saya ketika RULBPS Indocement, voting dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama memang pemegang saham mayoritas tidak ikut, dan hanya dilakukan oleh minoritas. Tapi setelah itu dilakukan voting kedua, saat pemegang saham mayoritas juga bersuara tapi asasnya tetap simple majority. Di sini saya melihat kejanggalan, sebab seandainya pemegang saham minoritas memenangkan voting tahap pertama, dalam tahap kedua semua suara minoritas itu juga tidak berguna karena asas simple majority. Setelah Indocement berhasil mengegolkan akuisisi internal melalui simple majority, sebetulnya sudah terlambat bagi Pemerintah dan tidak ada gunanya jika Pemerintah ingin menegakkan regulasi yang menciptakan tirani minoritas. Saya cemas sekali, jika aturan ini dibuat, Pemerintah dan masyarakat yang beritikad baik akan terkesiap karena aturan itu justru akan membuat konglomerat terjun ke bursa melakukan hostile takeover terhadap emiten lemah, kecil, dan menengah. Dengan aturan keblinger tentang tirani minoritas, konglomerat yang telah menikmati agio dan akuisisi internal justru akan diuntungkan, sebab akan segera bisa menyapu bersih seluruh emiten hanya dengan menguasai saham minoritas dalam tingkat harga bearish market sekarang. Komposisi pemilikan publik di BEJ sekarang ini memang masih didominasi oleh pendiri dan pemilik lama yang menguasai mayoritas saham dengan rincian sebagai berikut: Sekarang ini kita sudah tergilas oleh praktek diktator simple mayority selama dua tahun proses akuisisi internal tanpa perlindungan terhadap minoritas. Dalam mengoreksi kesalahan itu, kita sedang menuju kepada ekstrem yang lain, yaitu asas tirani minoritas yang akan mengundang kerawanan baru bagi seluruh emiten yang akan menjadi target hostile takeover tanpa perlindungan apa pun. Karena itu, kita harus tetap bijaksana dan tidak panik. Asas supermayoritas dengan ketentuan wajib beli kembali (buy back clause) merupakan jalan tengah, sekaligus pisau bermata dua untuk mencegah diktator mayoritas (dalam pola akuisisi internal), sekaligus menangkal hostile takeover oleh tirani minoritas. Dalam diskusi di depan Jakarta's Lawyers Club 29 Juli lalu, saya secara bergurau menyatakan bahwa sebetulnya kita tidak perlu sarjana hukum untuk berdebat ingin menciptakan hukum dan aturan orisinal, dan tidak mau berguru dari Wall Street, sedangkan emiten bergerak memakai pola Wall Street tercanggih dan mutakhir. Yang diperlukan adalah penerjemah yang canggih untuk segera menerjemahkan seluruh hukum mutakhir Wall Street. Seperti kata Direktur NYSE dalam peringatan 200 tahun Wall Street, We are the most open stock market yet we are also the most regulated. Sebab, justru regulasi ketat tapi rasional dan balans itu yang menjamin kredibilitas dan bonafiditas bursa, dan bukan regulasi yang dikeluarkan karena kepanikan dan bersifat reaktif emosional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus