Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Politik saddam, politik bush

Para penguasa dalam mempertahankan kekuasaannya adalah dengan mengobarkan permusuhan, konfrontasi atau konflik dengan pihak luar. analisa konfrontasi irak-amerika serikat.

8 Agustus 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DALAM bukunya, The Ruler's Imperative (1969), W. Howard Wriggins menawarkan delapan "resep" bagi para penguasa yang ingin mempertahankan atau memupuk kekuasaannya. Yaitu, dengan memanfaatkan kepribadian (karisma) yang dimiliki seorang pemimpin, membentuk organisasi (parpol, klik, polisi, birokrasi, gerakan), mengembangkan suatu jenis ideologi, memberikan hadiah atau imbalan kepada mereka yang dipercayai dan mudah dipengaruhi, mengintimidasi lawan maupun kawan yang diragukan kesetiaannya, membangun perekonomian, memperluas partisipasi politik, serta memanfaatkan politik luar negeri. Dalam kategori terakhir ini termasuk di dalamnya "mencari musuh bersama". Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu cara yang dipakai seorang penguasa untuk mempertahankan kekuasaannya adalah dengan mengobarkan permusuhan, konfrontasi, atau konflik dengan pihak luar. Dengan kata lain, "musuh bersama" eksternal memang diperlukan sebagai salah satu cara guna mempertahankan atau meningkatkan basis kekuasaan internal. "Politik cari musuh" ini pada umumnya dipakai oleh para penguasa yang tidak yakin pada kekuatan basis kekuasaannya sendiri, atau yang merasa bahwa basis kekuasaan yang dimilikinya sudah mulai rapuh sehingga tidak memiliki alternatif, kecuali menciptakan musuh bersama. Begitulah, baik Presiden Irak Saddam Hussein maupun Presiden AS George Bush samasama membutuhkan suasana konfrontasi, atau minimal mempertahankan kondisi konfrontasi pada tingkat tertentu guna mempertahankan kekuasaan mereka. Menurut pengumpulan pendapat yang diadakan sejumlah media massa terkemuka di AS, popularitas Bush semakin merosot dan berada di bawah kandidat Partai Demokrat, Bill Clinton. "Duet generasi baru" Clinton Albert Gore sering disebut-sebut sebagai "pasangan terbaik" yang pernah dimiliki kubu Demokrat, yang akan mampu mendobrak dominasi Partai Republik dalam 12 tahun terakhir. Saddam Hussein sudah dua kali menjerumuskan negaranya dalam perang besar. Ditambah dengan tindakan-tindakan represinya terhadap kalangan oposisi. Ia sebenarnya semakin kehilangan kepercayaan terhadap basis kekuasaannya. Mungkin benar jika ada yang mengatakan Saddam masih "dicintai" rakyatnya. Tapi, "kecintaan" rakyat Irak terhadap Saddam tampaknya lebih disebabkan ketakutan mereka terhadap sang pemimpinnya itu. Kebanyakan warga Irak (barangkali juga sebagian besar orang Arab dan umat Islam) bisa jadi tidak suka melihat kekejaman yang dilakukan Saddam, baik terhadap orang-orang Kurdi, Syiah, maupun Kuwait. Tapi, mereka jelas tidak senang jika melihat penguasa Amerikalah yang justru berusaha menjatuhkan Saddam. Negara-negara besar macam AS (juga Inggris dan Prancis) tampaknya tak pernah mau belajar dari "sejarah" bahwa figur-figur seperti Saddam, Qadhafi, Nasser, atau Ayatullah Khomeini adalah para pemimpin dunia ketiga dari "jenis" yang jika semakin ditekan dari luar justru akan semakin kuat di dalam. Dan Saddam rupanya cukup (bahkan sangat) lihai dalam mencari peluang guna melancarkan konfrontasi terhadap AS, khususnya terhadap Bush. Pertama, Saddam berusaha memanfaatkan kesibukan PBB menghadapi konflik berkepanjangan di Bosnia Hercegovina, serta ketidakakuran hubungan antara para anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali. Belum lama ini, misalnya, Ghali menolak melaksanakan keputusan DK PBB dalam hal pengumpulan dan pengawasan senjata berat di seluruh Bosnia. Di samping itu, oleh sebagian besar anggota DK PBB, Ghali dipandang sebagai terlalu "berpihak" pada dunia ketiga. Hampir bisa dipastikan, Ghali, yang "orang Timur Tengah" itu, akan mengambil sikap berbeda dengan pendahulunya (Perez de Cuellar), jika terjadi konfrontasi antara anggota tetap DK PBB dan Irak. Kedua, Saddam berusaha memanfaatkan suasana politik domestik AS yang untuk saat ini kurang menguntungkan Bush. Saddam tampaknya berambisi menyamai "rekor" Ayatullah Khomeini, yang berhasil mempermalukan seorang presiden dari sebuah negara super power. Dulu, Jimmy Carter gagal menjadi presiden AS kedua kalinya, antara lain karena "ulah" Ayatullah Khomeini (dalam kasus menyaderaan 50 diplomat AS di Teheran, 1979-1981). Kini, mungkinkah "ulah" Saddam juga akan menggagalkan terpilihnya kembali Bush? Jika berhasil, "rekor" Saddam bisa melebihi sang Ayatullah, karena AS kini bukan hanya sebuah negara super power, melainkan satu-satunya "penguasa dunia". Namun, benarkah AS tidak mampu menjatuhkan Saddam? Sebagai sebuah superpower, AS semestinya mampu berbuat apa saja. Bahkan, jika mau, AS dapat melakukannya pada saat Saddam "babak belur" seusai Perang Teluk II. Persoalannya, AS lebih cenderung memilih "Saddam tanpa gigi" ketimbang "Irak tanpa Saddam". Paling kurang, ada dua alasan yang bisa memperkuat asumsi ini. Pertama, kendati Menlu Baker dilaporkan mengadakan pertemuan dengan enam pemimpinkoalisi kelompok anti Saddam (termasuk di dalamnya kelompok Kurdi dan Syiah), 30 Juli lalu di Washington, tapi pada hakikatnya AS tidak menghendaki jika yang muncul sebagai penguasa Irak berasal dari kalangan Kurdi maupun Syiah. Padahal, merekalah kelompok oposisi terkuat di Irak saat ini. Soalnya, jika Kurdi yang naik, sama artinya dengan memberi angin kepada para pejuang Kurdi di Turki anggota NATO dan salah satu sekutu terpenting AS di Timur Tengah. Jika Syiah yang naik, sama artinya dengan memberikan peluang kepada Iran untuk mengendalikan kawasan Teluk Parsi, hal yang juga tidak diinginkan AS. Kedua, mengutip pendapat Dr. Javad Larrijani (staf ahli Menlu Iran Ali Akbar Velayati), AS masih membutuhkan Saddam sebagai monster bagi rezimrezim Arab monarki di Teluk Parsi, agar mereka tetap berlindung pada AS. Jika sang monster sudah tidak ada, otomatis sang "pelindung" pun tidak diperlukan lagi. Jadi, bila Bush kini kembali terlibat konfrontasi dengan Saddam, itu memang diperlukan, baik oleh Bush maupun Saddam demi kelanggengan kekuasaan mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus