Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kabinet: Harapan dan Kenyataan

19 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUSILO Bambang Yudhoyono adalah presiden terpilih dengan modal yang sangat kuat setelah memenangi pemilihan dalam satu putaran dengan menambang suara 60 persen lebih. Partai Demokrat yang mengusungnya memperoleh kursi terbanyak di Senayan. Dengan peta politik seperti itu, mestinya Yudhoyono memilih anggota kabinet dengan lebih tenang, tanpa meladeni tuntutan jatah partai politik. Di periode terakhir kepemimpinan ini, Yudhoyono perlu meninggalkan warisan yang berarti berupa Indonesia yang lebih baik, maka kinerja pemerintahan menjadi prioritas nomor satu. Kabinet harus diisi orang-orang yang kompeten, berkapabilitas tinggi, dengan rekam jejak terpuji, dan ditempatkan di posisi yang tepat.

Yudhoyono membutuhkan zakenkabinet, sebuah kabinet yang diisi kalangan profesional—tak peduli dari birokrasi, partai, atau mana saja—yang tidak hanya akan memudahkan kerja pemerintahan, tapi juga membentuk nilai positif bagi publik. Yudhoyono akan dicatat sebagai presiden yang berani melaksanakan prinsip the right man in the right place. Prinsip pertama dan utama kabinet hanyalah meritokrasi. Yang dibela kalangan profesional adalah kepentingan rakyat, bukan partai atau kelompok tertentu.

Tidak mustahil membentuk kabinet seperti itu. Yudhoyono tinggal berperan seperti dirigen orkestra. Ia menentukan lagu yang akan dimainkan, membuat partitur, dan memilih pemain terbaik dalam memainkan lagu yang ditentukan. Setiap anggota orkestra mesti dipastikan bermain sesuai dengan partitur, taat pada perintah dirigen, dan memainkan alat yang dikuasainya dengan teknik tinggi. Sebuah mahakarya sedang dimainkan.

Ketika ”lagu” pemberantasan korupsi dimainkan, tentulah hanya mereka dengan reputasi bersih korupsi yang layak masuk kabinet. Integritas menjadi ukuran mutlak. Bila dalam persoalan integritas ini sang calon cacat, namanya harus secepatnya dicoret, meskipun kemampuan yang dimiliki hebat. Kalau orang seperti ini telanjur masuk kabinet, kelak Yudhoyono harus berani memecatnya begitu korupsi masa lalunya terbongkar. Kabinet yang bersih dan sehat harus selalu dipertahankan.

Kemampuan bekerja sama dalam tim juga perlu dipertimbangkan. Tentu bukan berarti tak boleh berbeda pendapat. Anggota kabinet justru harus mempunyai kemampuan menerima keragaman dan berkonflik dengan sehat. Setelah itu, baru persoalan perwakilan dapat dinilai. Citra nonpartisan dibutuhkan oleh pemangku jabatan tertentu agar keputusan mereka tak dicurigai bermotif kepentingan partai. Bila ada perwakilan partai yang belum mendapat posisi menteri, itu bukan masalah. Tidak perlu sibuk mengada-adakan posisi yang sesungguhnya tak dibutuhkan dalam kabinet. Masih banyak posisi di luar Istana yang bisa diisi, misalnya duta besar.

Jangan sampai Presiden lebih sibuk memperhitungkan representasi politik dari partai-partai yang mendukungnya saat pemilihan presiden maupun anggota parlemen—seperti yang terkesan menjelang penyusunan kabinet kali ini. Partai-partai pendukung bahkan telah mendapatkan jatah kursi di kabinet sebagai bagian dari kesepakatan politik yang diteken para ketua partai anggota koalisi. Padahal mestinya prinsip representasi politik dari partai-partai di kabinet tidak menjadi pertimbangan utama dalam menyusun kabinet. Praktek dagang sapi hanya akan mencederai prinsip profesionalitas dalam menentukan susunan kabinet.

Kecenderungan menghimpun semua kekuatan politik dan mengusungnya ke Istana justru berpotensi besar menciptakan suatu kartel kekuasaan. Praktek semacam ini akan menyebabkan prinsip checks and balances porak-poranda. Pemerintah yang berjalan tanpa kekuatan pengimbang akan terjerumus menjadi pemerintah yang tak sensitif pada suara yang berbeda, menganggap kritik sesuatu yang bising dan tak perlu didengar.

Merangkul hampir semua partai politik berpotensi membuat Presiden masuk jeratan kepentingan jangka pendek. Bila susunan kabinet yang terbentuk tetap didasarkan pada kepentingan koalisi partai, tentu pencapaian target kinerja tak akan maksimal. Tiap-tiap partai akan mengajukan calon yang dianggap mampu mencapai target pemerintahan, juga mampu melayani kepentingan partai.

Kabinet harus disusun untuk mencapai target, termasuk menuntaskan agenda reformasi. Dalam hal penegakan hukum dan pembasmian korupsi, misalnya, menteri di bidang itu mesti ditargetkan mengangkat Indonesia yang sekarang terpuruk di peringkat keenam negara paling korup di dunia di mata para pengusaha internasional. Kabinet mendatang mesti diisi orang-orang yang mampu menjaga agar Indonesia melangkah mantap ke jajaran negara yang semakin maju, bukan terlempar masuk kelompok negara gagal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus