Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Kecepatan Dan Kesamarataan

Penduduk Jakarta semakin kaya, kendaraan pun bertambah jumlahnya untuk mempercepat waktu sampai di tujuan. Timbul masalah pengamanan di jalan dan masalah kesamarataan pun perlu diperhatikan.

21 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG dosen yang baru pulang dari luar negeri pernah mengeluh: "Saya bukannya tidak mau naik biskota. Tetapi hampir setiap kali naik, saya kecopetan di sana." Mungkin ungkapan ini terlalu dilebih-lebihkan, tetapi tidak mustahil pula ada benarnya sebab perasaan tersebut dicetuskan pada awal tahun 1970-an. Lain halnya dengan cerita seorang teman. Ini terjadi di awal tahun 1979. Dia selalu datang ke kantor dengan Bajaj. Agak mengherankan, lantaran rumahnya cukup jauh dari Salemba dan tidak terjangkau operasi kendaraan roda tiga. "Saya menumpang mobil kakak dan turun di depan RSCM. Lalu ambil bajaj ke sini." Bukan main. Kalau tak salah jarak RSCM-Salemba tidak lebih dari 200 meter. Kesan yang tersembunyi dari dua pengalaman berbeda di atas tetap sama. Penilaian yang tinggi terhadap kegunaan (utility) waktu. Keinginan untuk memiliki mobil pribadi. Orang Jakarta: Makin Kaya Menurut tulisan yang berbeda dalam majalah Widyapura No. 1 dan 2 Tahun ke II 1978-1979, terlihat gambaran umum dari banyaknya kendaraan dan tingkat pendapatan di wilayah DKI Jakarta. Ternyata semenjak periode 1968-1976 jumlah kendaraan bermotor di Jakarta secara keseluruhan telah meningkat dengan 309,36%. Sedangkan peningkatan jumlah sepeda motor sebesar 3g3,93%, mobil penumpang 235,03% dan untuk otobis 272,49%. Peningkatan jumlah kendaraan ini rupanya diikuti pula dengan bertambahnya jumlah tabrakan/kecelakaan dengan sebesar 555,42% selama periode 1968-1976. Dari kecelakaan yang telah terjadi tersebut, tercatat 351,34% peningkatan mereka yang mati, sedang yang luka berat telah meningkat dengan 675,20% selama kurun waktu enam tahun tersebut. Jumlah kendaraan yang meningkat secara mengesankan itu tidak bisa terlepas dari peningkatan tingkat pendapatan. Dari data yang dikemukakan dalam laporan IBRD, dan dikutip oleh Widyapura, ternyata penduduk Jakarta semakin menjadi kaya. Bila pada tahun 1973 hanya terdapat 14,8% dari seluruh penduduk Jakarta yang berpenghasilan di atas Rp 35.000 per bulan, angka tersebut meningkat menjadi 39% pada tahun 1976. Sementara bagi kelompok penghasilan Rp 20.000 sampai Rp 35.000 terdapat peningkatan dari 27% di tahun 1973 menjadi 37% pada tahun 1976. Sebagai akibatnya sudah tentu kelompok berpenghasilan rendah di bawah Rp 20.000 per bulan menjadi mengecil. Jumlah kelompok ini, sebanyak 58,2% dari seluruh penduduk Jakarta di tahun 1973, telah berkurang dan menjadi hanya 24,4% pada tahun 1976. Jelas bahwa peningkatan yang mengesankan telah terjadi pada "golongan atas" dengan 24,2% sedangkan "golongan menengah" hanya naik dengan 10%. Sementara itu medan pendapatan telah meningkat dari Rp 21.000 menjadi Rp 30.000 atau sebesar 142,86% selama jangka waktu yang hanya tiga tahun tersebut. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan akan mempercepat pencapaian suatu tujuan yang berarti pula penghematan waktu. Namun pada tingkat kecepatan tertentu tidak samarata dan juga akan meningkat. Demikian pendapat Ivan Illich dalam bukunya Energy & Equity. Kegunaan batas (marginai utility) bagi sekelompok orang akan diimbangi dengan ketidakgunaan batas (marginal disutility) dari mayoritas penduduk. Karena pada tingkat kecepatan kritis ini tidak mungkin orang bisa menghemat waktu tanpa memaksa orang lain kehilangan waktunya. Jadi jelas bahwa sekali masyarakat memberikan nilai pada waktu, kesamarataan dan kecepatan alat-alat pengangkutan akan berhubungan secara terbalik (inversely correlated). Menurut Ivan Illich, penduduk Amerika Serikat menghabiskan 1.600 jam setiap tahunnya hanya untuk kegiatan mobil mereka. Termasuk di dalamnya kegiatan memarkir mobil dan menemukannya kembali, mengurus pajak serta membayar tilang, dan masih banyak lagi. Dan ternyata pembiayaan untuk mobil ini telah memakan sebesar 28% dari total budget. Sebab itu, pendeta radikal ini menganjurkan penggunaan sepeda sebagai alat pengangkutan. Harga sepeda cukup murah sehingga terbeli oleh rakyat miskin. Selain itu sepeda tidak memerlukan adanya jalan-jalan yang lebar serta modern. Menurut bukunya, 18 buah sepeda muat dalam satu tempat parkir mobil. Bahkan 30 buah sepeda bisa dikendarai sekaligus di jalan yang hanya cukup digunakan oleh satu truk. Sementara itu enersi pun dapat dihemat, Kalau untuk setiap kilometer seorang pejalan kaki memerlukan 0,75 kalori, seorang pengendara sepeda cukup mengkonsumir seperlimanya, atau hanya 0,15 kalori. Titik-titik Pertemuan Kecepatan pencapaian tujuan yang tercermin dari bertambahnya jumlah alat angkutan, selain menimbulkan masalah pengamanan di jalan, ternyata juga mengusik soal kesamarataan. Terlebih lagi kalau alat-alat pengangkutan tersebut telah menguasai kehidupan sosial, menentukan kelas-kelas dalam masyarakat. Status sosial telah diperlambangkan dengan jejeran mobil mewah di halaman sekolah-sekolah menengah di Jakarta, sebagai salah satu contohnya. Lalu timbul gagasan, mengapa tidak dilakukan car-pooling semacam pengadaan bus-bus mini untuk para pelajar, sehingga jurang pendapatan tidak terlihat nyata. Beberapa sekolah yang diusahakan oleh bangsa asing dan juga sekolah-sekolah internasional banyak yang menempuh cara terakhir ini. Selain mengurangi kemacetan, juga mencoba menghilangkan perbedaan golongan pendapatan. Tetapi masih mengganggu pertanyaan: siapa nanti yang akan membayar gaji sopir dan biaya-biaya pemeliharaan kendaraan? Kalau sudah sampai sini, kembali terngiang satu tanya tanpa jawab yang selalu mengusik di kala tidur: kapan akan tiba masanya para orang kaya bersedia menyisihkan sebagian hartanya untuk kebahagiaan sekelompok saudara sebangsanya yang masih hidup menderita?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus