DARI suatu penelitian jasa angkutan kereta api penumpang utama
yang dilakukan oleh pihak PJKA selama periode akhir Desember
1980 sampai dengan awal Maret l9Sl didapat berbagai keterangan
yang cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. Penelitian ini
menyebutkan bahwa 67% pemakai jasa NKA adalah kaum lelaki dan
berusia sekitar 2130 tahun (42%). Kalau ditilik dari usia, maka
penumpang KA lebih banyak masih duduk di bangku sekolah atau
kuliah. Kalaupun sudah bekerja baru menduduki posisi bawah.
Kenyataan ini dikuatkan dengan data bahwa 45% pemakai jasa KA
terdiri dari-pelajar SLTA. Celakanya, penelitian ini juga
mengungkapkan bahwa 34% penumpang KA tersebut merupakan golongan
penganggur alias tidak bekerja. Jadi, kalaupun banyak disinyalir
"penumpang gelap", hendaknya mohon dimaklumi.
Lebih menarik lagi mengenai alasan pemakaian jasa perhubungan
yang satu ini. Sebanyak 44% memilih naik kereta api dengan
alasan keselamatan. Selain keselamatan, faktor lain yang perlu
diperhatikan bagi perusahaan pemberi jasa seperti PJKA ini
adalah kenyamanan.
Dari penelitian tersebut ternyata 37% dari responden pria dan
25,5% dari responden wanita menyatakan jam berangkat KA yang
paling nyaman antara pukul 2 siang sampai 12 tengah malam.
Sudah pasti hal ini juga berhubungan erat dengan keamanan
stasiun. Sekitar 46% dari responden menyatakan keamanan stasiun
saat ini rata-rata baik.
Sebagai perusahaan milik pemerintah yang mempunyai kekuatan
monopoli dalam pelayanan kereta api, secara teoritis PJKA tidak
akan luput dari berbagai masalah yang timbul akibat kekuatan
yang dimilikinya. Konon, kebijaksanaan pemerintah untuk
mengambil alih atau menguasai suatu perusahaan yang mempunyai
natural monopoly sering menimbulkan penentuan biaya yang kurang
berprinsip pada efisiensi, hasil atau pendapatan yang kurang
sesuai mengingat bentuk pasarnya dan pelayanan yang seringkali
kurang memuaskan. Bertolak dari teori di atas penelitian PJKA
ini juga mencari jawab atas sarana KA yang ada.
Mengenai sarana kamar kecil, kipas angin, lampu dan semacamnya
itu, 46% dari responden menyatakan sarana tersebut mendekati
baik. Sedangkan pelayanan dan keadaan restorasi dinilai baik
oleh 46% responden.
Bentuk pelayanan yang lain adalah kemudahan mendapatkan karcis.
Dari penelitian ini didapat kesan bahwa 25% responden
mengusulkan penambahan loket-loket. Ini berarti loket-loket yang
ada masih belum dapat memenuhi arus permintaan. Bersamaan dengan
itu penertiban calo dan kuli di stasiun juga diusulkan oleh 31%
responden.
Berbeda dengan perkereta-apian di Jepang, PJKA belum memikirkan
perlunya membangun penginapan di sekitar stasiun. Apabila arus
kereta api semakin banyak dan jalur lalu lintas KA tetap ramai
selama 24 jam, peranan penginapan di dekat stasiun menjadi
penting artinya. Hal ini yang dirasa diperlukan menurut jawaban
dari 46% responden.
Selain penginapan tersebut, tempat penitipan barang di stasiun
juga diperlukan. Paling tidak keinginan ini dicetuskan oleh
51,5% dari seluruh responden Kedua keinginan ini telah
menunjukkan bahwa kereta api semakin menjadi penting artinya
sebagai sarana pengangkutan. Tapi toh, dari pengamatan selama
ini PJKA selalu dirundung rugi.
Mana mungkin perusahaan yang memegang monopoli bisa merugi? Ini
tidak sesuai menurut teori. Namun, mesti diingat bahwa selain
terkenal sebagai high cost economy, anehnya negara kita juga
terlihat sebagai highly subsidized economy. Bahan keperluan
pokok disubsidi sampai dengan pengangkutan yang merupakan jasa
pelayanan masyarakat juga terkena anugerah subsidi. Jadi,
semuanya bisa didapat secara murah.
Dalam soal rugi merugi ini PJKA tidak sendirian. Nenek buyutnya
dari Belanda, NS, juga merugi. British Railways juga begitu.
Apalagi DB dari Jerman dan SNCF dari Prancis. Bahkan Japan
National Railways juga menderita kerugian.
Cuma bedanya di Jepang kerugian ini terlihat kalau dihitung
secara total. Sementara Shinkasen, bullet train, yang melaju
dengan kecepatan 210 km per jam tampaknya selalu memperoleh
laba.
MEMANG ada beberapa perusahaan kereta api yang dapat mengeruk
keuntungan. Seperti CPCS dari Kanaf dan atau Australian
National Railways, misalnya. Tetapi biasanya mereka itu
mempunyai jenis pelayanan khusus. CPCS lebih banyak mengangkut
batubara dan ANR yang khusus mengangkut biji besi.
Itu sebabnya PJKA juga mulai menggalakkan pengangkutan barang
tambang melalui kereta api. Bahkan, sebenarnya nantinya
pengangkutan bahan-bahan bangunan seperti pasir misalnya, juga
dapat dilakukan dengan kereta api. Tinggal sekarang kesiapan
dari pihak PJKA sendiri. Melalui perbaikan dalam pelayanan dan
usaha efisiensi dalam pembiayaan, angkutan kereta api masih
memiliki prospek yang cerah. Melihat data penumpang yang hanya
20,7 juta pada tahun 1977 dan melonjak menjadi 39,9 juta
penumpang di awal 1982, peningkatan pendapatan masih bisa
diharapkan.
Mungkin memang ada diversification of services ke arah
pengangkutan barang. Apalagi kalau mengingat jumlah barang yang
berhasil diangkut dengan kereta api sebanyak 3,9 juta ton pada
tahun 1977 dan hanya meningkat menjadi 4,3 juta ton di awal
1982. Mungkin persoalannya bukan hanya diperlukan suatu
political will atau tekad politik, untuk menangani masalah ini.
Tetapi juga harus ada semacam tekad kemanusiaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini