Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Gagasan Soehoed Di Mata Bankir

Tanggapan para bankir (wakil dirut panin bank, mu'min ali gunawan, dirut bni '46, somala wiria) atas gagasan menteri soehoed tentang restrukturisasi industri tekstil. (eb)

18 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

APA kata para bankir tentang gagasan restrukturisasi industri tekstil yang belum lama berselang dilontarkan Menteri Perindustrian A.R. Soehoed? Menteri yang jangkung itu berpendapat kinilah waktunya melakukan perubahan susunan modal, memperbaiki tata niaga, dan mengganti teknologi industri tekstil yang sudah ketinggalan aman tersebut. Lebih-lebih karena negara-negara industri yang sekarang tengah dipepet oleh resesi ekonomi sedang bersaing keras untuk menawarkan mesin-mesinnya dengan harga murah. Memang ditinjau dari segi pemanfaatan kesempatan, kinilah saat yang paling tepat untuk membeli teknologi dari negara-negara maju. Contohnya kontrak pembangunan kilang minyak di Plaju, seharga US$ 1 milyar lebih, yang barubaru ini ditandatangani pemerintah dengan 3 swasta Jepang. Selain Jepang dianggap telah membantingharga kontraknya, persyaratan-persyaratan pengembalian kredit dan bunganya yang 7% setahun, dianggap rendah. Tapi Wakil Dirut Panin Bank, Mu'min Ali Gunawan nampaknya punya catatan tentang gagasan restrukturisasi yang pasti akan menelan dana besar. "Saya berpendapat itu belum relevan saat ini," kata Wakil Dirut Panin Bank tersebut kepada TEMPO pekan lalu. Menurut bankir swasta Indonesia yang terbesar, di samping Bank Central Asia, mengendurnya pasaran tekstil sekarang lebih banyak disebabkan daya beli konsumen yang lemah. "Jadi bukan oleh perubahan selera konsumen," katanya. Adalah Menteri Soehoed yang menilai merosotnya permintaan tekstil di pasaran dalam dan luar negeri, sebagai akibat kurang tanggapnya industriindustri tekstil kita melayani selera konsumen masa kini. Namun bankir Mu'min, yang juga memiliki pabrik pe minulan PT Maligi di Cimanggis, Bogor,dengan 60 ribu mata pinul, merasa lebih tepat kalau masalahnya diatasi secara makro: memperbaiki taraf hidup rakyat. "Bisa saja kualitas itu kita perbaiki, tapi kalau tak ada yang mau beli, untuk apa," katanya. Sebagai penyedia dana, seorang pejabat Bank Bumi Daya (BBD) juga punya pendapat yang serupa dengan orang Panin Bank udi. Bankir pemerinuh yang kini menempati gedung mentereng di sudut Jalan Imam Bonjol, Jakarta itu, masih sangsi apakah pelaksanaan restrukturisasi itu kelak akan memperoleh gemanya di kalangan konsumen lapisan bawah. Sang bankir juga masih sangsi kalau penyakit resesi yang melilit dunia itu akan bisa sembuh pada awal tahun 1983. Maka dia menunjuk pada sektor yang sudah banyak disebut orang daerahdaerah penghasil komoditi ekspor, seperti Lampung, Sum-Sel, Sum-Ut dan lain-lain. "Di saat lesunya ekspor karet, kopi, lada, dan lain-lain, apa memang sudah waktunya masyarakat memakai tekstil berkualitas tinggi, " katanya. "Kalaupun ada, itu cuma segelintir masyarakat yang marnpu, yang biasanya membeli tekstil impor yang mahal." Mungkin yang dirisaukan para bankir adalah kemampuan industri-industri tekstil kecil yang banyak jumlahnya itu, untuk mencicil uung-uungnya. Itu diakui oleh Dirut Bank Negara Indonesia 1946, H. Somala Wiria. "Karena perusahaan mungkin tidak efisien, dan struktur modal kurang baik, yang kecil-kecil itulah kini yang paling terpukul," kata Dirut Somala. Bank pemerintah yang dipimpinnya memang terkenal sebagai penyedia kredit terbesar untuk kalangan industri tekstil. Karena terbatasnya waktu, sampai awal pekan ini, Dirut BNI '46 belum bisa menyediakan data-data, berapa kira-kira jumlah pengusaha yang dilayani banknya, telah meminta penangguhan untuk mencicil uungnya. Tapi yang tercatat di BBD, dari 90 pengusaha tekstil yang mendapat kredit, ternyata baru 5 pengusaha (2%) yang meminu penundaan pembayaran utang. Kredit yang telah diberikan kepada lima pengusaha tekstil itu seluruhnya Rp 720 juu. Suatu jumlah yang tak begitu besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus