Saya gembira sekali sewaktu membaca tulisan Masdar F. Mas'udi (TEMPO, 22 Desember 1990, Komentar). Ternyata masih ada orang yang memandang agama secara benar, yaitu sebagai hubungan pribadi dengan Yang Mahakuasa. Sehingga tak selayaknya jika agama justru menjadi akar pertentangan. Agama yang benar adalah agama yang selalu nengusahakan kedamaian, ketenteraman, dan ketenangan bagi pemeluknya maupun umat manusia umumnya, Ini memang sesuai dengan perkataan "agama" yang menurut bahasa Sanskerta "tidak kacau". Maksudnya, tidak kacau suasananya. Jadi, agama mesti mencerminkan suasana damai, tenteram, dan aman. Bukan sebaliknya, mencari bala sebanyak-banyaknya. Jika setiap orang sadar bahwa agama itu merupakan hubungan yang sangat pribadi dengan Yang Maha Pencipta, maka kita tidak perlu mempersoalkan jumlah. Yang diutamakan adalah bagaimana menerjemahkan nilai religiusitas itu ke dalam tatanan kehidupan sehari-hari. Bukan dalam bentuk institusi dengan cara membuat sekat-sekat fisik, tapi dalam perilaku sosial. Pemahaman agama semacam inilah yang akan menjadi kekuatan moral secara sungguh. Tetapi agama yang ditangkap dalam dimensi fisik hanya mampu menjadi kekuatan politik. Saya kira di sinilah letak ketersinggungan agama dengan moralitas dewasa ini. Bahwa agama bukan dipahami sebagai kekuatan moral, tapi lebih dipahami sebagai kekuatan politik. Konsekuensinya, setiap agama ingin mengintervensi kekuasaan sebagai salah satu upaya memperoleh kekuatan yang amat besar. Adanya kesalahpahaman mengenai fungsi agama tersebut menyebabkan agama kurang berperan dalam pembentukan perilaku sosial dewasa ini. Pengaitan agama dengan moralitas kemudian menjadi bias. Itu sebabnya, penambahan jam pelajaran agama di sekolah, misalnya, tidak otomatis akan meningkatkan integritas moralitas bagi para siswa. Karena yang terjadi bukan intervensi nilai religius, melainkan ajaran doktriner. Dalam kaitannya dengan pembinaan kerukunan antar-umat beragama, pemahaman agama secara benar adalah perlu. Tanpa itu, semuanya omong kosong. Karena yang akan muncul adalah: yang satu menuntut agar dihormati. Padahal, konsep kerukunan hanya akan bisa diwujudkan jika masing-masing saling menghormati. DARMANINGTYAS Jalan C. Simanjuntak 78 A Yogyakarta 55223
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini